Kejanggalan Dugaan Korupsi Eks Direktur PLN Nur Pamudji

4 Oktober 2019 22:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji (tengah). Foto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji (tengah). Foto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan korupsi mantan Direktur Energi Primer PT PLN (Persero), Nur Pamudji, jadi polemik. Sebagian kalangan menilai perbuatan Nur Pamudji bukan tergolong korupsi.
ADVERTISEMENT
Nur Pamudji didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis High Speed Diesel (HSD) tahun 2010. Perbuatan eks Dirut PLN itu disebut telah merugikan keuangan negara Rp 188,7 miliar. Dalam dakwaan, Nur Pamudji didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor.
Menurut praktisi hukum Ali Nurdin, harus dilihat soal motif Nur Pamudji dalam rangkaian perkara ini. Apakah dapat tergolong korupsi atau tidak.
"PLN mengadakan tender secara terbuka dan ada persyaratan kontrak. Unsur atau motif menguntungkan diri sendiri tidak terbukti," ujar Ali dalam diskusi Kasus Tender PLN-TPPI 'Menguntungkan atau Merugikan Negara" di Menara Standard Chartered, Jakarta Selatan, Jumat (4/10).
Menurut dia, pengadaan BBM jenis Diesel ini merupakan keinginan negara. Yang kemudian ditindaklanjuti dengan rapat yang melibatkan Nur Pamudji, Honggo Wendratmo selaku Direktur Utama PT Trans Pacifik Petrochemical Indotama (PT TPPI) sekaligus Ketua Tuban Konsorsium; Mudjo Suwarno selaku Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Kemenkeu; serta Soepomo selaku Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu.
ADVERTISEMENT
"Perlu melihat pertemuan di Dirkeu sebagai titik tolak untuk melihat apa ada kehendak pribadi. Direktur Energi bertanggung jawab beri arahan sesuai rapat direksi. Tuduhan adanya pelanggaran prinsip transparansi tidak terbukti," ujar Ali.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut Nur Pamudji melakukan korupsi itu bersama Honggo Wendratmo. Jaksa menilai eks Dirut PLN itu telah melakukan perbuatan melanggar aturan, yaitu memerintahkan kepada panitia pengadaan untuk menggunakan metode pascakualifikasi dan Right To Mach (RTM).
Namun, Direktur Katadata Insight Center Metta Dharmasaputra menyanggah hal tersebut.
"Right to match lazim di dunia bisnis. Tapi tidak lazim dipersoalkan kalau tidak mendasar. Hak itu juga dilakukan Pertamina tapi tidak dipersoalkan," ujar dia.
Ia pun khawatir kasus ini akan berdampak negatif pada kinerja BUMN ke depan. Sebab, menurut dia, yang dilakukan Nur Pamudji ialah suatu kebijakan.
ADVERTISEMENT
"Tuduhan ini menurut kami tidak layak dan mengarah pada kriminalisasi kebijakan," ujar dia.
Ia pun menilai bahwa Nur Pamudji layak dibebaskan oleh pengadilan.
"Memang harusnya ketika sebuah kebijakan korporasi dilakukan dengan iktikad baik tidak bisa dipidanakan karena ini kebijakan korporasi. Saya khawatir kita tidak akan memiliki direksi-direksi berkualitas di BUMN. Pengadilan harus berani mengutus bebas Nur Pamudji," ujar dia.