Kekacauan Besar Akan Terjadi Jika Trump Akui Yerusalem Ibukota Israel

4 Desember 2017 17:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bentrokan di Masjid Al Aqsa (Foto: AP Photo/Mahmoud Illean)
zoom-in-whitePerbesar
Bentrokan di Masjid Al Aqsa (Foto: AP Photo/Mahmoud Illean)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Yordania waswas jika Donald Trump memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem. Pasalnya, pemindahan Kedutaan yang berarti pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh AS itu bakal menciptakan kekacauan besar.
ADVERTISEMENT
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengaku telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson soal risiko pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sebelumnya pekan lalu, isu ini kembali diangkat oleh Tillerson yang mengatakan pemindahan kedubes ke Yerusalem cuma soal waktu.
"Berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Tillerson soal konsekuensi berbahaya pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan ini akan memicu kemarahan di seluruh dunia Arab Muslim, menyebabkan ketegangan dan merusak upaya damai," kata Safadi di akun Twitternya.
Kekhawatiran ini semakin menjadi setelah seorang pejabat Trump pada Jumat lalu kepada media mengatakan presiden AS itu akan mengumumkan pemindahan pada Rabu pekan ini.
Yerusalem juga mencakup Masjidil Aqsa, masjid paling suci ketiga umat Islam. Sebelumnya awal tahun ini, kerusuhan yang merenggut nyawa terjadi di Al-Aqsa akibat penutupan pintu masuk ke masjid tersebut.
Masjid Al-Aqsa. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Al-Aqsa. (Foto: Wikimedia Commons)
Pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh AS dikhawatirkan akan memicu kerusuhan yang lebih besar lagi.
ADVERTISEMENT
Seorang diplomat senior Yordania kepada Reuters, Minggu (3/12), mengatakan pemerintahnya telah mempersiapkan langkah-langkah diplomatik jika Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Salah satunya adalah segera melakukan rapat darurat seluruh negara-negara Arab dan mayoritas Muslim. Menurut dia, tidak ada isu yang bisa menggerakkan negara Arab dan Muslim selain Yerusalem.
"Hal ini akan merusak seluruh proses perdamaian dan memicu provokasi di negara-negara Arab dan Muslim dan seluruh masyarakat Muslim di Barat," kata sumber Reuters yang tidak ingin disebut namanya.
Sejak pemilu tahun lalu, Trump telah menyuarakan niatnya memindahkan kedutaan AS. Namun seruan ini dianggap sebagai cara Trump untuk mendulang suara dari para pemilih Yahudi.
Juni lalu, Trump memilih mengurungkan niatnya dengan menandatangani penangguhan pemindahan kedubes di Tel Aviv. Desember mendatang adalah tenggat waktu penangguhan dan Trump harus memutuskan apakah akan memindahkan kedubes atau menangguhkannya lagi untuk enambulan ke depan.
ADVERTISEMENT
Undang-undang pemindahan Kedutaan itu telah ditandatangani pada 1995. Namun semua presiden AS harus menandatangani penangguhannya setiap enam bulan sekali agar hal itu tidak dilakukan.
Donald Trump (Foto: REUTERS/Eric Thayer)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump (Foto: REUTERS/Eric Thayer)
Berdasarkan preseden pada pemerintahan AS sebelumnya, rencana pemindahan kedutaan selalu urung dilakukan. Pasalnya ini adalah hal sensitif yang bisa memicu ketegangan di Timur Tengah.
Dengan pemindahan Kedutaan ke Yerusalem, AS berarti mengakui bahwa kota itu adalah ibu kota Israel. Padahal konsensus internasional selama 70 tahun menyatakan Yerusalem adalah wilayah yang diperebutkan antara Israel dan Palestina, dengan status quo untuk wilayah Kota Tua yang meliputi Masjidil Aqsa.
Yordania sebagai penjaga Masjidil Aqsa khawatir kerusuhan yang akan terjadi di Yerusalem akibat langkah Trump akan meluas hingga ke seluruh Palestina dan merambat ke negaranya. Di Yerusalem sendiri ada banyak pengungsi Palestina yang terusir sejak pembentukan negara Israel pada 1948.
ADVERTISEMENT
"Gelombang kemarahan yang besar akan menyebar di seluruh Arab dan dunia Muslim," kata diplomat Yordania lainnya.