Keluarga Korban Ingin Eks TKP Bom Bali I Dijadikan Memorial Park

8 Mei 2019 16:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lokasi Restoran Lantai Lima di Tragedi Bom Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi Restoran Lantai Lima di Tragedi Bom Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Polemik pembangunan restoran lantai lima di bekas lahan Sari Club atau lokasi Bom Bali I pada tahun 2002, masih terus terus berlanjut. Pemilik lahan dan juga asosiasi keluarga korban Bom Bali saling tarik ulur.
ADVERTISEMENT
Pemilik Sari Club sebelumnya ingin membangun restoran di atas lahan itu. Namun asosiasi keluarga korban tak setuju dan juga ingin membeli lahan itu. Keluarga korban ingin lahan itu dijadikan memorial park.
Asosiasi keluarga korban yang bergabung dalam Bali Peace Par Association (BPPA) kini buka suara. Ketua BPPA, David Napoteli, mengatakan saat ini masih dalam tahap negosiasi membeli lahan itu.
Negosiasi sebelumnya berjalan lancar. Namun belakangan, syarat pembelian lahan oleh pemilik dianggap memberatkan. Pemilik lahan yang diketahui bernama Lila Tania meminta biaya kompensasi senilai AU$ 10 juta atau sekitar Rp 100 miliar.
Kompensasi yang dimaksud adalah biaya yang telah dikeluarkan Lila untuk mengurus IMB dan rencana konstruksi pembangunan di lahan itu. Lila ini mengaku sebagai pemilik Sari Club dan juga pemilik lahan yang akan membangun restoran di sana.
Ketua Bali Peace Park Asosiation (BPPA), David Napoteli Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
"Kami mengerti bila pemilik menginginkan hak untuk kompensasi karena ini adalah kesalahan teroris yang menghancurkan lahan dia. Kami akan lebih senang bisa membayarkan sesuai dengan harga pasaran," kata David di Jalan Raya Legian, Kuta, Bali Rabu (8/5).
David mengatakan pada tahun 2010, BPPA memberi tawaran seharga AU$ 400 atau untuk biaya kompensasi. Namun, pemilik lahan tetap meminta AU$ 20 juta.
"Bila ingin mengeluarkan uang sebanyak itu, lebih baik membangun rumah sakit di Bali, " kata David sambil tertawa.
Desember tahun 2018, pintu negosiasi kembali dibuka. BPPA menawarkan biaya kompensasi senilai AU$ 500 ribu atau sekitar Rp 5 miliar untuk lahan 600-700 meter per segi. Tawaran itu di luar harga jual lahan.
ADVERTISEMENT
Namun bukannya mendapatkan respons baik, BPPA justru mendengar terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Padahal, pihak Pemkab dan Gubernur pada saat itu telah berjanji lahan tersebut tak akan digunakan untuk usaha komersial.
"Ini adalah hadiah dari warga Australia untuk warga Bali, kami berpikir bahwa AU$ 500 ribu agar lahan tidak dijadikan kawasan komersial adalah sangat layak, " kata dia.
David mengatakan BPPA ingin membangun memorial park di bekas TKP Bom Bali I itu. Oleh karena itu hingga saat ini, kata David, BPPA masih terus melakukan negosiasi membeli dan memberikan kompensasi demi lahan itu.
Sekelompok turis sedang membaca nama-nama korban Tragedi Bom Bali Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Pemerintah Provinsi Bali sebenarnya telah membangun tugu peringatan Bom Bali di Jalan Raya Legian, Kuta. Tugu yang akrab disapa Ground Zero ini berada di lokasi yang sama dengan eks lahan Sari Club tersebut. Jaraknya hanya terpisah oleh sebuah jalan raya dengan lebar 50 meter.
ADVERTISEMENT
David menilai tugu yang dibangun pemerintah itu belum cukup untuk mengenang tragedi Bom Bali. Di tugu peringatan itu, kata David, hanya memuat nama korban.
David mengatakan butuh satu lagi tugu yang isinya adalah dokumentasi lengkap peristiwa bom. Dan yang paling tepat adalah tugu di tempat kejadian perkara Bom Bali I.
"Bahwa teroris itu benar-benar tak masuk akal dan warga Australia ingin meletakkan sebuah mawar di sana saat berkunjung ke Bali. Jadi, tempat ini tempat yang sakral, " kata dia.
David mengatakan, sebagian besar warga Australia juga marah dengan isu pembangunan restoran lima lantai di lahan itu. Bahkan, sebanyak sebagian besar warga Australia ingin mencoret Bali sebagai pulau destinasi liburan.
ADVERTISEMENT