Keluarga Korban Penculikan Aktivis 98: Kalahkan Capres Pelanggar HAM

13 Maret 2019 17:03 WIB
Konferensi pers keluarga korban penculikan aktivis 98 tolak capres pelanggar HAM di Hotel Grand Cemara, Jakarta Pusat. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers keluarga korban penculikan aktivis 98 tolak capres pelanggar HAM di Hotel Grand Cemara, Jakarta Pusat. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah keluarga korban aktivis yang diculik pada 1997-1998 menyuarakan untuk tidak memilih calon presiden yang diduga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) pada pemilu mendatang. Hal ini digaungkan karena adanya kekhawatiran tertutupnya peluang pengungkapan penculikan yang menimpa keluarga mereka jika capres pelanggar HAM terpilih.
ADVERTISEMENT
Orang tua Petrus Bimo Anugrah, salah satu aktivis yang diculik, Utomo Raharjo, mengungkapkan dirinya sudah mantap untuk menolak capres pelanggar HAM.
"Untuk ke depan saya memakai kaus tulisannya Anda bisa baca sendiri, 'Kalahkan Capres Pelanggar HAM'. Jadi lain kata, marilah kita memilih capres yang bukan pelanggar HAM ini. Harapan saya kepada pemerintah dalam pemilu yang akan datang kami keluarga korban dukung Jokowi untuk periode kedua. Pasti," kata Raharjo di Hotel Grand Cemara, Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
"Tidak ada pertanyaan seandainya. Tidak ada andai nomor dua menang. Tidak ada. Jokowi pasti menang. Keluarga korban telah menunggu 21 tahun kami tak pernah berhenti dan tidak pernah ciut nyali cari kebenaran di negeri ini," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sikap dari Raharjo ini juga digaungkan oleh keluarga korban lainnya. Penculikan pada tahun-tahun tersebut sangat begitu membekas dan meninggalkan luka bagi keluarga hingga saat ini.
Aktivis membentangkan spanduk bergambar foto sejumlah Jendral TNI di aksi Kamisan ke-573. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menurut salah satu korban penculikan yang selamat, Mugiyanto, yang juga merupakan dewan penasehat Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), pada tahun 1997-1998, ada sekitar 23 orang yang diduga diculik oleh rezim Orde Baru. Sembilan di antaranya dibebaskan, salah satunya adalah dirinya. Sedangkan untuk korban lainnya, satu ditemukan meninggal dunia, dan 13 lainnya masih belum jelas keberadaannya.
"Capres nomor urut 02 adalah orang yang secara langsung terkait dengan peristiwa yang kami alami. Waktu itu Prabowo Danjen Kopassus diberhentikan tidak hormat karena penculikan dan sekarang jadi capres," katanya.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak ingin, tidak punya bayangan bahwa pelaku penculikan yang belum pertanggungjawabkan tindakannya secara hukum dipilih jadi Presiden. Kami tidak ingin," tambahnya.
Keluarga korban lainnya bahkan bercerita bagaimana anaknya disiksa dan diculik pada tahun-tahun tersebut. Marufah, Ibunda dari korban penculikan yang selamat, Faizol Reza, menceritakan apa yang dialami oleh anaknya usai dibebaskan dari penyekapan.
"Sekujur tubuhnya banyak luka-luka. Dia enggak cerita sampai sekarang. Bagaimana siksaan Prabowo seperti apa. Kopassus seperti apa. Cerita ke adik-adiknya, jadi adik-adik yang diceritain. Adiknya cerita ke saya," katanya.
"Yang paling berat disiksa itu pertama ditidurkan di balok es, dia sama temannya Waluyo Jati. Ditidurkan di balok es dalam keadaan telanjang. Kedua digantung pakai tali tapi kepala di bawah," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Ia pun kembali menegaskan seruan serupa yang mengajak tak memilih capres pelanggar HAM dalam pemilu mendatang.
"Saya katakan jangan pilih Prabowo. Pilihlah orang yang punya latar belakang moral yang bagus serta perhatian kepada rakyat Indonesia," katanya.
Pilih Jokowi Agar Peluang Penuntasan Kasus Tak Tertutup
Kekuarga korban penculikan aktivis pun tak menutup fakta bahwa dalam pemerintahan Jokowi di periodenya yang pertama upaya penuntasan kasus HAM berat berjalan mandet. Terlebih sudah ada rekomendasi empat poin yang diajukan Komnas HAM dan ditanggapi oleh DPR untuk kemudian direspons Pemerintah pada tahun 2009.
Namun, keluarga korban tetap melihat harapan penuntasan kasus di kepemimpinan Jokowi ketimbang harapan tersebut tertutup rapat apabila Prabowo terpilih.
"Kalau berpikiran pendek, betul itu kami juga marah ke Pak Jokowi. Tapi dari dua kandidat itu masih ada harapan, kalau Pak Prabowo menang itu tertutup. Sehingga kami walaupun saya orang kecil saya usahakan agar memilih Pak Jokowi," kata keluarga korban penculikan lainnya, Siahaan di kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
"Posisi yang Anda bilang betul, kita marah kok, coba ada kandidat lain yang ada mungkin kita bisa, tapi ini ada dua kandidat, maka kita gantungkan ke Jokowi," kata Siahaan.
Sebelumnya Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi memprotes atas beredarnya video kesaksian Agum Gumerlar soal pemecatan Prabowo Subianto dari dinas kemiliteran dan terkait dengan peristiwa ini. Hal ini dianggap jadi bahan kampanye untuk menjatuhkan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.
"Lagu lama diputar-putar terus gitu. Kalau memang itu masalahnya, Pak Prabowo juga dulu pernah jadi cawapresnya Bu Megawati. Jadi sebenarnya sudah enggak ada masalah lagi soal itu," ucap Hanafi Rais dari BPN.
"Kalau mau menyuguhkan hidangan pada masyarakat, berilah hidangan yang segar, jangan yang basi. Kalau yang basi nanti malah muntah," kritik Waketum PAN itu.
ADVERTISEMENT
Sementara, Sekjen Demokrat Hinca Pandjaitan mengkritisi soal keheranan Agum atas sikap SBY yang dulu memecat Prabowo, namun kini mendukung di Pilpres 2019.