Keluhan Veteran ke Panglima TNI: Isu Komunis hingga Politik Identitas

26 September 2018 12:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Panglima TNI Hadi Tjahjanto  (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Panglima TNI Hadi Tjahjanto (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
ADVERTISEMENT
Para veteran perang berkumpul di Balai Sudirman dalam acara silaturahmi dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Pada kesempatan itu, beberapa pertanyaan muncul, di antaranya mengenai kekhawatiran mereka tentang munculnya paham komunisme dan politik identitas di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Salah seorang veteran mengungkapkan kekawatiranya tentang kebangkitan PKI. Bahkan menurutnya, saat ini jumlahnya sudah sedemikian banyak.
“Saya mau bertanya, kekawatiran tentang PKI, saat ini sudah mereka kembali, simbolnya ada di jalan-jalan. Jumlahnya 1.500, bagaimana kami harus menanggapi, Pak Panglima?" tanya seorang veteran berpangkat terakhir kolonel tersebut.
Acara Silaturahmi Panglima TNI dengan Veteran dan Wartawan Perang, di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (26/9/2018) (Foto: Reki Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Acara Silaturahmi Panglima TNI dengan Veteran dan Wartawan Perang, di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (26/9/2018) (Foto: Reki Febrian/kumparan)
Menanggapi hal tersebut, Panglima memastikan TNI akan terus menjaga keamanan dan mencegah paham komunis tersebut bangkit di Tanah Air.
“Komunis merupakan bahaya laten, namun komunis tak dapat hidup di negara Bhinneka. Dengan laporan Bapak, kami senantiasa melakukan pengecekan. Dengan laporan Intelijen, seperti yang ada laporan 150 pasukan ber (senjata) AK-47, dengan bendera palu arit, ternyata di Laos,” kata Panglima menjawab pertanyaan dari veteran tersebut saat acara, Rabu (26/9).
ADVERTISEMENT
Hadi mengungkapkan, dirinya sempat menghindari untuk berfoto di Laos saat melakukan kunjungan, karena memang banyak simbol palu arit di negara tersebut.
Tak hanya mengenai kebangkitan komunisme, para veteran juga mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang politik identitas.
Hadi mengakui, menjelang pesta demokrasi 2019 memang muncul kerawanan tersebut. Hadi mencontohkan dengan temuannya di Lombok.
“Itu contohnya yang terjadi di Lombok, dan Kogasgabma (Komando Tugas Gabungan Bersama) menetralisir itu semua. Tiba-tiba di Lombok ada bendera, yang kita larang di sana. Ini adalah bagian dari melarang politik identitas, dan tentunya itu harus kita hindari dan kita larang,” jelas Hadi tanpa merinci lebih lanjut.