Kemenag dan Kemenkum Minta Pendataan Biometrik Jemaah Umrah Ditunda

21 Januari 2019 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Dengar Pendapat Kemenag dan Kemkumham dengan Komisi I DPR Terkait Kebijakan Biometrik, Senin (21/1). (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Dengar Pendapat Kemenag dan Kemkumham dengan Komisi I DPR Terkait Kebijakan Biometrik, Senin (21/1). (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Arab Saudi memberlakukan kebijakan pendataan biometrik bagi jemaah umrah yang akan memasuki negaranya. Jemaah asal Indonesia yang akan menjalankan ibadah harus terlebih dahulu menjalani rekam data biometrik, yaitu rekam sidik jari dan retina mata di operator.
ADVERTISEMENT
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Arfi Hatim meminta kepada Komisi I DPR agar kebijakan biometrik yang diminta Saudi ditunda. Sebab, Arfi melihat kondisi geografis Indonesia yang luas dan tidak memungkinkan untuk seluruh jemaah melakukan rekam biometrik.
Selain itu, jemaah juga akan dibebankan biaya tambahan. Ditambah kantor operator Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel -- perusahaan jasa kelengkapan dokumen termasuk data biometrik-- hanya ada di 30 kota-kota besar di Indonesia.
"Pengambilan biometrik ini ada penambahan cost (biaya). Mendaftar secara online, kemudian mengambil jadwal pengambilan biometrik," kata Arfi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/1).
"Misalnya jemaah dari Papua harus datang ke Ambon, ke Makassar untuk mengambil biometrik," imbuhnya.
Calon jemaah haji jalani tes biometrik. (Foto: Phaksy/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Calon jemaah haji jalani tes biometrik. (Foto: Phaksy/kumparan)
Senada dengan Arfi, Direktur Lalu Lintas Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM Cucu Koswala menungkapkan, perekaman data untuk jemaah umrah melalui VFS Tasheel harus dievaluasi.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita baca, bahwa data terkait WNI harus dilindungi oleh pemerintah. Bagaimana mungkin swasta dari luar negeri, kemudian mengambil data warga negara Indonesia kemudian dikirimkan ke negaranya," ungkap Cucu.
Cucu melihat, data-data yang akan dikirimkan ke Saudi rentan disalahgunakan. Ia meminta kebijakan biometrik ditunda, setidaknya sampai infrastruktur biometrik di Indonesia memadai.
"Sepakat dengan temen-teman yang lain, ini ditunda, sampai kondusif. Yang tua-tua, belum lagi kalau mereka tinggal jauh dari tempat tinggalnya. Ini tentu harus mengeluarkan biaya lagi," tuturnya.
Kondisi Calon Jemaah Umroh Saat Menunggu Pengurusan Biometrik di Lantai 1, Pasar Raya Blok M, Jakarta. (Foto: Abdul Latif/Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Calon Jemaah Umroh Saat Menunggu Pengurusan Biometrik di Lantai 1, Pasar Raya Blok M, Jakarta. (Foto: Abdul Latif/Kumparan)
Kebijakan baru Pemerintah Kerajaan Arab Saudi ini sebelumnya diprotes oleh pengusaha travel maupun penyelenggara haji dan umrah. Mereka yang tergabung dalam Permusyawaratan Antarserikat Travel Umrah dan Haji (Patuhi) menyatakan keberatan atas kebijakan baru yang diterapkan sejak 17 Desember 2018 tersebut. Menurut mereka, kebijakan ini bikin repot calon jemaah umrah, terutama yang berasal dari daerah.
ADVERTISEMENT
Akibat penerapan kebijakan ini, 2 ribu jemaah umrah terpaksa gagal berangkat ke Makkah karena belum melengkapi data biometrik saat waktu keberangkatan. Kerugiannya ditafsir mencapai Rp 30 miliar. Mereka kemudian mengirimkan surat protes ke Kementerian Agama.
Rapat Kemenag dan Kemenkumham dengan Komisi I dipimpin oleh Asril Tanjung dan Bambang Wuryanto. Turut hadir anggota Komisi I lainnya seperti Lena Maryana Mukti, Supiadin, Sukamta hingga Hidayat Nur Wahid.