Kemenag DIY Angkat Bicara Soal Khotbah Idul Adha yang Bahas Khilafah

21 Agustus 2018 15:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana salat Idul Adha di Mandala Krida, Selasa (21/8/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana salat Idul Adha di Mandala Krida, Selasa (21/8/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ribuan umat muslim menjalankan ibadah Salat Idul Adha di lapangan parkir Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Selasa (21/8). Digelar oleh Komunitas Rindu Islam (Kori) jemaah dari berbagai elemen umat muslim hadir. Selain maju lebih awal satu hari dari ketetapan pemerintah, khotbah Salat Ied tersebut juga sempat menyinggung soal khilafah.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta (Kakanwil Kemenag DIY), Muhammad Lutfi Hamid mengatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga berkhotbah tentang khilafah tidak dibenarkan.
"Berbicara di depan publik tentang khilafah tidak dibenarkan karena ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan satu ketentuan sebagai negara Republik Indonesia yang pijakanya demokrasi bukan khilafah. Dengan Pancasila dan UUD 45 sebagai pondasi sebagai dasar negaranya, bukan khilafah," tegasnya saat dihubungi wartawan, Selasa (21/8).
Lutfi menjelaskan bahwa Kemenag DIY mempersilakan ibadah, dalam artian pihaknya tidak melarang setiap orang untuk beribadah. Akan tetapi jika dalam konteks kemudian ditemukan langkah memobilisasi masyarakat untuk tumbuhnya kebencian dan ketidakpercayaan maka itu melawan hukum.
ADVERTISEMENT
"Kalau memang di dalamnya ada unsur melakukan (tindakan) subversif dan merongrong kewibawaan negara mestinya itu bisa dilakukan tindak lanjut oleh aparat tentu saja," katanya.
Sementara itu, terkait adanya bendera yang identik dengan organisasi terlarang HTI, Lutfi menegaskan pihak yang berwenang dapat bertindak. Pasalnya jika benar ada indikasi HTI maka harus ditangkap lantaran organisasi tersebut merupakan organisasi terlarang.
"Lambang bendera identik HTI ya harus ditangkap wong HTI sudah dibubarkan," katanya.
Sementara itu, sesuai ketetapan pemerintah melalui sidang isbat hari Idul Adha ditetapkan pada Rabu (22/8) besok. Namun, jika ada yang berbeda maka tidak dipermasalahkan
"Karena memang keberagamaan selalu berdampingan dengan keberagaman. Nah itu dipengaruhi banyak aspek pengetahuan dari orang yang memaknai agama, latar belakang yang seseorang baik sosial, politik, ekonomi, geografis," katanya
ADVERTISEMENT
Sebelumnya dilaporkan, pengajar di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Hamfara Yogyakarta, KH Sigit Purnawan Jati selaku khatib dalam ceramahnya juga menyatakan keperihatinanya atas bencana yang menimpa Indonesia belakangan hari ini.
Di sisi lain, Sigit juga mengkritisi kinerja pemerintahan di mana banyak keharaman yang dihalalkan dan dilegalkan oleh undang-undang. Ia mencontohkan bagimana riba dihalalkan dan miras dilegalkan meski jumlahnya dibatasi.
"Pelacuran di lokalisasi yang diada-adakan. Zina tak dipandang sebagai kejahatan. LGBT pun tak boleh dikriminalkan karena itu melanggar HAM," jelasnya.
"Di sisi lain, syariah Islam seolah haram untuk diterapkan. Hanya karena satu tuduhan tak beralasan yaitu bisa mengancam kebhinekaan. Demikian pula institusi penerapan syariah, yakni khilafah Islam, juga terlarang diperjuangkan. Bahkan dan boleh diwacanakan. Para aktivisnya dikriminalisasikan, organisasinya mereka dibubarkan. Padahal jelas, khilafah adalah bagian penting dari ajaran Islam yang wajib ditegakkan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT