news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kementerian PPPA Siap Dampingi Wanita dan Anak Korban Bencana Sulteng

10 Oktober 2018 13:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengunjungi pengungsi di Petobo, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10/2018). (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengunjungi pengungsi di Petobo, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10/2018). (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perempuan dan anak-anak menjadi objek yang rentan saat terjadi bencana alam, mulai dari kesehatan hingga mendapat kekerasan. Kebutuhan yang cukup banyak membuat penanganan wanita dan anak sedikit berbeda dengan pria.
ADVERTISEMENT
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Penanganan Anak (PPPA) berupaya agar hak mereka, khususnya dalam kondisi bencana alam, terpenuhi dengan baik.
"Kementerian kami tetap mendampingi anak-anak dan perempuan yang merupakan korban dari bencana. Setiap ada bencana, pasti perempuan dan anak adalah korban. Dan kami dari kementerian tetap mendampingi, khususnya pendampingan psikologis kepada anak-anak," ucap Menteri PPPA Yohana Yembise saat mengunjungi pengungsi di Petobo, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10).
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengunjungi pengungsi di Petobo, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10/2018). (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengunjungi pengungsi di Petobo, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10/2018). (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
Untuk membantu penanganan bagi para korban bencana khususnya perempuan dan anak, Kementerian PPPA menyiapkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Melalui pusat pelayanan itulah perempuan dan anak-anak yang membutuhkan bantuan, terutama psikologis dapat mendatanginya.
"Siapa pun yang membutuhkan pelayanan khusus, pendampingan psikologis atau kekerasan yang terjadi hubungi tempat ini," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Ditemui di kesempatan berbeda, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Bidang Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian PPPA Nyimas Aliah menjelaskan, pihaknya akan menyediakan psikolog hingga aktivis yang fokus kepada perempuan.
Ia mengakui banyak ditemukan ibu-ibu yang masih trauma hingga stres sehingga tidak bisa mengeluarkan ASI untuk anaknya yang masih bayi.
"Ini juga hak-haknya harus terpenuhi, apalagi kalau ibu menyusui dalam kondisi stres air susunya tidak keluar. Jadi kita harus mengingatkan bahwa bantuan untuk susu ibu hamil, susu ibu menyusui, vitamin-vitamin. supaya ibu hamil tak mengalami pendarahan karena stres," ungkap dia.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise (tengah rompi hijau) mengunjungi Panti Asuhan dan Lansia Al Kautsar di Kota Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise (tengah rompi hijau) mengunjungi Panti Asuhan dan Lansia Al Kautsar di Kota Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
Menurut Nyimas, ada kebutuhan yang mesti dipenuhi oleh empat kelompok perempuan pascabencana, yakni kelompok ibu yang sedang menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Maka dari itu, pihaknya tengah melakukan pendataan dan pengelompokan kebutuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Kementerian PPPA juga akan menyiapkan tenda ramah perempuan dan anak. Tenda itu berfungsi untuk advokasi hingga melayani para ibu dan anak yang merasa memiliki masalah sebagai korban terdampak bencana gempa di Kota Palu.
"Tenda ramah perempuan itu penting sekali untuk mereka nanti bisa curhat permasalahan-permasalahan yang mereka alami. Jangankan dalam situasi darurat, dalam normal saja banyak perempuan dan anak alami kekerasan," ucap Nyimas.
"Kalau ada masalah kekerasan nanti mereka bisa lapor. Kedua, pemberdayaan. Mereka bisa diskusi bagaimana terlihat dalam pengambilan keputusan. Supaya dalam penanganan bencana juga melibatkan suara perempuan, karena mereka yang tahu kebutuhannya," lanjutnya.
Namun, ia menyebut pembangunan tenda mengalami kendala dalam pendistribusiannya, terutama wilayah yang aksesnya sulit. Selain itu, terbatasnya SDM yang mereka miliki diakui Nyimas membuat prosesnya sedikit terhambat.
ADVERTISEMENT