Kena 2 Kali Pelanggaran Etik, Ketua MK Arief Hidayat Sebaiknya Mundur

27 Januari 2018 19:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat sebaiknya mundur. Dua kali dia terkena pelanggaran etika. Pertama soal memo katabelece kerabatnya di Kejaksaan dan yang kedua, bertemu dengan politisi terkait pencalonannya kembali sebagai hakim MK.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana publik akan percaya lembaga negara terhormat seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dipimpin oleh Ketua MK yang dua kali mendapat sanksi karena pelanggaran etik?" kata Ketua Pusat Studi Hukum HAM, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Dr. Herlambang P. Wiratraman, dalam siaran pers, Sabtu (27/1).
Menurut Herlambang, pelanggaran etika yang dilanggar bukan sepele yaitu memperdagangkan pengaruh jabatannya dengan memberikan memo katabelece yang sarat nepotisme dan dugaan janji politik atas perkara pengujian di MK.
"Bila Hakim Arief tak bersedia mundur sebagai Hakim MK, bagaimana publik bisa percaya MK menjadi the 'guardian of constitution', melindungi hak-hak dasar warga, sementara menjaga marwah etik dirinya saja tidak sanggup," beber dia.
Herlambang melanjutkan, bagi pendidik hukum, apa yang dilakukan Hakim Arief Hidayat telah merusak standar moral pembelajaran integritas penegak hukum. Martabat sebagai hakim dipermainkan.
ADVERTISEMENT
Sidang UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Sehingga jebol semua kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi. Yang saya khawatirkan bukan lagi semata ketidakpercayaan publik atas marwah MK, melainkan reproduksi pelecehan dan pembodohan hukum yang ditampilkan kian terbuka dan berdampak sistemik menghancurkan pondasi Negara Hukum Indonesia," terangnya.
Hal senada disampaikan Akademisi FH Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar. Menurut dia, etika adalah segalanya.
"Ethics is beyond the law, melanggar etika sesungguhnya lebih berat dari melanggar hukum. Karena etika hanya dimiliki, disegani dan dipatuhi oleh para profesional yang terpelajar dan memiliki rasa malu yang tinggi. Arief Hidayat sebaiknya mundur saja dari Hakim Konstitusi dan semoga mendapat hidayah," beber dia.
Sementara itu, peneliti ICW Emerson Yuntho menyampaikan, menyikapi dua kali sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Etik MK, semua pihak berharap agar Arief Hidayat bersikap Arif dan mendapat Hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa serta bersedia mundur secara terhormat sebagai Ketua dan Hakim MK.
ADVERTISEMENT
"Pilihan mundur sebagai Ketua dan Hakim MK adalah pilihan bijaksana demi menjaga kepercayaan publik terhadap MK. Sedangkan jika Arief masih mempertahankan diri sebagai Hakim dan Ketua MK, hal ini justru sungguh memalukan dan membuat malu MK," terang dia.
Emerson menyampaikan, ngototnya Arief tetap bertahan sebagai hakim MK hanya akan menimbulkan persepsi negatif terhadap Arief dan juga MK secara institusi.
"Dua kali pelanggaran etik kepada Ketua MK adalah noda hitam pekat untuk MK yang sulit dihapuskan," tutup dia.