Kenapa Indonesia Tak Wajib Urusi Pencari Suaka di Kebon Sirih?

13 Juli 2019 7:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pencari suaka beraktivitas di sekitar tenda yang didirikan di gedung eks Kodim Kalideres Jakarta Barat, Jumat (12/7). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pencari suaka beraktivitas di sekitar tenda yang didirikan di gedung eks Kodim Kalideres Jakarta Barat, Jumat (12/7). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ratusan pencari suaka yang sudah seminggu lebih bertahan di depan Menara Ravindo, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, akhirnya dipindahkan oleh Pemprov DKI ke markas eks Kodim di Kalideres, Jakarta Barat. Mereka dipindahkan setelah berhari-hari mencari kejelasan ke UNHCR soal nasib mereka setelah pergi dari negara asalnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemerintah pusat belum banyak bertindak dan masih berkoordinasi dengan UNHCR. Namun, belum ada kejelasan terkait solusi permasalahan pencari suaka tersebut.
Mau tak mau, agar tidak mengganggu masyarakat di Ibu Kota, pengungsi-pengungsi ini dipindahkan Pemprov DKI. Bahkan, disediakan tempat tinggal sementara dan makanan untuk 7 hari ke depan sejak direlokasi.
Namun, apakah Indonesia memang berkewajiban menampung para pencari suaka ini?
Hikmahanto Juwana. Foto: Okke Oscar/kumparan
Pakar hukum internasional sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana memberikan penjelasan mengapa Indonesia tidak wajib mengurusi pencari suaka tersebut. Menurutnya, Indonesia tidak berkewajiban karena bukan peserta Konvensi Jenewa 1951 tentang pengungsi.
"Indonesia bukan peserta konvensi pengungsi tahun 1951. Dan Indonesia bukan negara yang dituju oleh para pengungsi atau pencari suaka. Indonesia hanya tempat sementara dan karena ada kantor UNHCR di Jakarta," kata Hikmahanto kepada kumparan, Sabtu (13/7).
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, UNHCR berperan untuk screening apakah pengungsi yang datang ke Indonesia dapat ditetapkan statusnya sebagai pengungsi. Lalu, setelah itu, mereka bisa mencari negara yang mau menerima pengungsi-pengungsi tersebut.
Pemeriksaan kesehatan di gedung eks Kodim Kalideres Jakarta Barat, Jumat (12/7). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hikmahanto menilai, pengungsi yang belum kunjung mendapatkan kepastian soal statusnya dari UNHCR akhirnya terkatung-katung di Indonesia. Sehingga, tidak heran, mereka bisa tinggal lama hingga bertahun-tahun karena menunggu proses screening dari UNHCR.
"Apakah Indonesia punya kewajiban? Tidak, karena ini UNHCR ada di Jakarta, dan Indonesia bukan juga peserta konvensi pengungsi. Kalaupun sekarang Indonesia merawat mereka itu bukan karena kewajiban, tapi kemanusiaan," ungkap dia.
Sejumlah pencari suaka beraktivitas di sekitar tenda yang didirikan di gedung eks Kodim Kalideres Jakarta Barat, Jumat (12/7). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pencari suaka yang diberi fasilitas oleh Pemprov DKI ini juga mendapat kritikan dari Hikmahanto. Menurutnya, pemerintah daerah jangan dibebankan untuk memfasilitasi mereka hanya karena faktor hak asasi manusia (HAM).
ADVERTISEMENT
"Karena menurut Perpres 126 itu ditentukan pemerintah daerah (yang mengurusi). Ini yang saya kritik, karena ini urusan harusnya pemerintah pusat, kenapa dibebankan ke pemda? Pemda anggarannya dari mana? Ini yang salah. Dan pemerintah pusat bisa dibilang supaya Indonesia dianggap menghormati HAM. Masa katakan seperti itu atas biaya dari pemda? Biaya dari masyarakat? Kan enggak fair," jelasnya.
"Jangan sampai orang luar negeri, negara lain bilang ini Indonesia antara ramah sama bodoh tak ada bedanya," imbuhnya.
Sejumlah pencari suaka beraktivitas di gedung eks Kodim Kalideres Jakarta Barat, Jumat (12/7). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ia juga meminta pemerintah jangan pernah meratifikasi konvensi Jenewa 1951. Daripada itu, Hikmahanto menyarankan agar kantor UNHCR di Jakarta dipindahkan ke negara lain.
"Saya usul jangan ratifikasi Konvensi 1951 dan minta UNHCR untuk memindahkan ke luar dari Jakarta, Indonesia. Selama kantor UNHCR ada di Jakarta maka orang-orang yang mau akan terus berdatangan dan itu kan terus jadi beban pemerintah," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Daripada terus menampung, Hikmahanto mengusulkan agar para pencari suaka dipindahkan ke Pulau Galang yang terletak di Kepulauan Riau. Sama seperti beberapa waktu silam saat RI menampung pengungsi dari Vietnam.
"Harusnya ada pulau tertentu, misal di Indonesia (ada) Pulau Galang yang dijadikan tempat untuk men-screen mereka yang mau jadi pengungsi. Supaya mereka tak berkontak dengan masyarakat kita," ucap Hikmahanto.
Terkait rencana tindakan yang diambil Kementerian Luar Negeri, yakni repatriasi kembali ke negara asalnya dan resettlement, Hikmahanto melihatnya belum ada pergerakan masif dari pemerintah pusat. Selain itu, ia mengungkapkan UNHCR lama melakukan proses screening terhadap pengungsi karena mencari yang benar pergi dari negaranya karena politik, dan bukan karena motif ekonomi.
ADVERTISEMENT
"Butuh waktu negara yang terima suaka. Kalau pelarian politik, oke masuk. Kalau motif ekonomi mereka enggak mau. UNHCR pastikan motifnya bukan karena ekonomi, maka dari itu butuh waktu untuk pengecekan," pungkasnya.