LIPSUS Halo Ibu Kota Baru, Bambang Brodjonegoro

Kepala Bappenas: Tak Ada Pengurangan Hutan Lindung untuk Ibu Kota Baru

2 September 2019 12:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro di Kantor Kementerian PPN, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
zoom-in-whitePerbesar
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro di Kantor Kementerian PPN, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Pemilihan lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur yang merupakan salah satu paru-paru dunia menuai sejumlah kritik. Pembangunan di kawasan yang sebagian besar hutan itu dikhawatirkan akan berdampak buruk pada lingkungan.
Pemerintah memproyeksikan luas lahan untuk ibu kota baru mencapai 200 ribu hektare, yakni di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun untuk tahap awal pembangunan akan dilakukan di lahan seluas 3.000 hektare untuk kawasan induk atau pusat pemerintahan.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan pembangunan ibu kota baru ini akan mengedepankan faktor lingkungan. Dia menjamin lokasi proyek pembangunan tidak akan menggunakan hutan lindung.
Pemerintah sudah melakukan kajian sejak 3 tahun lalu perihal pemindahan ibu kota baru di beberapa daerah di luar Pulau Jawa. Mulai dari kajian sosial, budaya hingga lingkungan. Terpilihnya Kalimantan Timur diyakini pemerintah akan membawa dampak positif bagi lingkungan.
Seperti diketahui Kalimantan Timur sangat kaya sumber daya alam, ada banyak pertambangan batu baru serta minyak dan gas di sana. Sayangnya bekas lubang-lubang tambang banyak yang dibiarkan begitu saja hingga membahayakan bagi masyarakat sekitar.
“Bekas-bekas tambang yang masuk wilayah ibu kota juga akan direhabilitasi. Jadi kalau kita lihat dari kajian lingkungan ini justru akan bisa memperbaiki kualitas lingkungan yang ada sekarang,” kata Bambang saat wawancara dengan kumparan di Gedung DPR, Kamis, (29/8).
Pemerintah menjamin konsep desain ibu kota baru akan ramah lingkungan dan sebagian besarnya merupakan kawasan hijau. Berikut petikan perbincangan kumparan dengan Bambang Brodjonegoro:
Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro di Kantor Kementerian PPN, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Apa hasil kajian Bappenas mengenai pemindahan ibu kota ke wilayah Provinsi Kalimantan Timur?
Pertama mengenai kajian dampak lingkungan, ini kami pakai untuk mencari lokasi yang terbaik diantara tiga kandidat yang ada. Sehingga ketika kita melakukan kajian kita melihat kepada lokasi yang dampak lingkungannya paling minimal. Dan kita pastikan bahwa di lokasi yang terpilih tersebut tidak ada pengurangan hutan lindung kemudian tidak ada gangguan terhadap air segala macam bahkan sumber air cukup atau bisa datang dari sungai.
Kemudian dilihat dari wilayahnya karena kemarin sudah diumumkan termasuk Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, maka hutan Bukit Soeharto yang kategori hutan konservasi itu akan masuk dan akan direhabilitasi. Demikian juga bekas-bekas tambang yang masuk wilayah ibu kota juga akan direhabilitasi.
Jadi kalau kita lihat dari kajian lingkungan ini justru akan bisa memperbaiki kualitas lingkungan yang ada sekarang di wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Mengenai dampak sosial, kita sudah melakukan kajian membandingkan tiga lokasi dan kita melihat kira-kira daerah mana yang punya tingkat akseptasi yang tinggi terhadap pendatang, karena nantinya akan banyak pendatang yang masuk ke ibu kota baru. Kita sudah lakukan kajian mendalam dan itu menjadi salah satu pertimbangan ketika memilih lokasi.
Faktor-faktor tersebut tidak bisa ditemukan di provinsi lain?
Saya tidak mau mengatakan itu, pokoknya kita sudah memasukkan dampak sosial dan lingkungan itu dalam pertimbangan memilih kandidat karena masih ada pertimbangan lainnya.
Gerbang Selamat Datang di Kabupaten Penajam Paser Utara. Foto: Wikipedia
Apa sudah ada penentuan soal nama ibu kota baru ini?
Nama belum dibahas, kita fokus dulu kemarin pada pemilihan lokasi, sekarang kita menyiapkan landasan hukumnya yakni RUU-nya.
Kontribusi APBN hanya sebesar 19 persen untuk pembiayaan proyek. Bagaimana rinciannya?
Kita tidak ingin memberatkan APBN, karena kita tahu banyak prioritas lain dalam APBN, apakah sumber daya manusia, apakah pembangunan infrastruktur yang tidak boleh diganggu, karena itu sangat dibutuhkan untuk upaya kita mengurangi kemiskinan memperkuat SDM.
80 persen (anggaran) itu rinciannya 50 persen dari kerjasama pemerintah badan usaha, 3 persennya dari investasi langsung dari swasta maupun BUMN, bahkan 20 persen yang kamu bilang dari APBN pun itu tidak berebutan dengan sumber APBN induk yaitu penerimaan pajak dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sumber daya alam. Tapi akan berasal dari PNBP kerja sama pengelolaan aset baik aset yang ada di ibu kota maupun yang ada di ibu kota baru.
Jadi artinya kita membangun ibu kota ini tidak untuk mengganggu prioritas maupun alokasi anggaran yang sudah ada di APBN untuk kebutuhan lain.
Kita memang mencari alternatif financing untuk membangun ibu kota baru sebagai kesempatan investasi yang cukup besar yang bisa juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Lipsus Ambisi Jokowi Foto: Basith Subastian/kumparan
Beberapa pihak mengkritik perpindahan ibu kota tidak memberikan dampak signifikan bagi perekonomian, sementara menurut hasil kajian Bappenas justru meningkatkan PDB. Bagaimana Anda menjawab kritik ini?
Kalau melihat dampak perpindahan ibu kota tidak bisa melihat hanya dampak pada satu tahun dan dua tahun pertama, dampak harus dilihat ada jangka pendek, menengah, dan panjang. Kalau melihat pengalaman di Brasilia misalkan, ketika dipindah pertama kali mungkin kelihatannya tidak ada dampak karena penduduknya hanya 130 ribu pada tahun 1960-an ketika pindah.
Tapi pada tahun 2019 kota itu sudah menjadi kota ketiga terbesar, pusat ekonomi di wilayah Amazon pedalaman Brasil dan penduduknya sudah 4,5 juta.
Jadi otomatis makin panjang umur kota tersebut dampak ekonominya makin lama makin besar, apalagi kalau wilayah ibu kota baru itu kemudian semakin terintegrasi dengan wilayah Balikpapan dan Samarinda, ini dampak ekonominya justru akan berkembang cepat.
Sebelum rencana pemindahan ibu kota, sempat ada wacana untuk pemerataan pembangunan dengan menyebar kementerian atau BUMN ke sejumlah daerah lain. Apa wacana tersebut pernah dikaji?
Tidak pernah, karena kami melihat, sebagai orang di pemerintahan, tidak akan efektif kalau kementerian terpisah-pisah.
Yang ada pengalaman di negara adalah Afrika Selatan yang punya tiga ibu kota, tapi dia membedakannya menurut eksekutif, legislatif, yudikatif, tidak eksekutifnya yang dibagi-bagi.
Kalau BUMN tidak ada hubungannya sama pemerintahan, karena pusat pemerintahan tidak berarti BUMN harus berlokasi di sana. BUMN justru mendekati pusat bisnis yakni Jakarta.
Ada kekhawatiran saat wilayah ibu kota baru diumumkan nanti muncul spekulan dan harga tanah akan melonjak. Bagaimana pemerintah mengantisipasi hal tersebut?
Yang pasti lokasi yang sudah diumumkan tadi mayoritas lahannya sudah dikuasai pemerintah jadi bukan dimiliki oleh pemilik tanah siapapun dia. Kalau tanah di luar wilayah tentunya itu mengikuti mekanisme pasar yang ada.
Bagaimana mekanisme pemberian tempat tinggal bagi ASN?
ASN nanti dalam tahap awal, akan disediakan apartemen dinas, rumah susun dinas dan transportasi, kota ini nanti di desain tidak basisnya adalah kendaraan pribadi, tapi angkutan umum, terutama itu berbasis rel, dan ramah terhadap orang naik sepeda ataupun jalan kaki.
Kritikan yang muncul adalah luas lahan untuk ibu kota baru dianggap terlalu besar. Bagaimana Anda menjawab kritik tersebut?
Tentunya kan itu pencadangan lahan, karena kota itukan akan berkembang terus. Tidak akan berhenti pada size yang kecil kita akan mulai untuk 2024 fokus di 6.000 hektare pertama. Setelah lima tahun setelah kotanya beroperasi baru kita berpikir pengembangan yang 40 ribu. Yang sisanya nanti terutama yang di Kutai Kartanegara dan Bukit Soeharto itu nanti fokusnya adalah untuk ruang terbuka hijau dan untuk hutan.
Bagaimana pemerintah menjaga keberlangsungan proyek ini jika nanti ada pergantian kekuasaan?
Pertama ada Undang-undang. Kedua kita upayakan pembangunan ini lebih cepat sehingga jika 2024 ada presiden yang baru itu kotanya sudah berfungsi dan sudah pada intinya government quarter-nya sudah selesai.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Danis Hidayat Sumadilaga. Foto: Prima Gerhard/kumparan
Senada dengan Bambang, Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Hidayat Sumadilaga mengatakan konsep pembangunan ibu kota baru adalah Forest City.
“Kita semaksimal mungkin di atas 50 persen tetap kawasan hijau. Mungkin ibaratnya kota dalam hutan,” kata Danis saat wawancara dengan kumparan di kantor Kementerian PUPR, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (29/8).
Berikut kutipan wawancara Danis soal rencana desain ibu kota baru:
Bagaimana Kementerian PUPR menyiapkan kajian untuk pembangunan di ibu kota baru?
Kita lebih kepada urban design-nya, bagaimana nanti kotanya, bentuknya seperti apa, nah itu yang dilakukan. Kita sudah berandai-andai. Waktu itu kita menawarkan pemikiran bahwa satu kota itu harus menggambarkan suatu identitas bangsa, itu kata kunci pertama.
Kata kunci kedua bagaimana kota itu sustain dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan. Ketiga kita juga ingin future, smart, modern. Nah tiga itu. Tiga hal ini ini kita harapkan bisa membentuk atau mendapatkan kota yang memang mencerminkan kemajuan.
Misalnya apa yang disebut dengan identitas bangsa? Ada Pancasila, UUD 45, NKRI, dan sebagainya, bagaimana itu kita jabarkan ke dalam, misalnya morfologi atau bentuk kota dan sebagainya. Itu yang kita lakukan.
Kemudian yang berkaitan dengan sustainability lingkungan, bagaimana konsepnya betul-betul kota yang berwawasan lingkungan. Mulai dari situ dulu, yang paling utama sustainability.
Jadi kita kan ikut juga mengkaji, tapi belum ditentukan. Misalnya bagaimana Kalteng itu sudah belum infrastrukturnya, dibanding, Sulbar juga gimana dan sebagainya. Ada perbandingan.
Apa yang membedakan Kalimantan Timur dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan?
Misalnya sekarang kalau kriterianya infrastruktur, Kaltim sudah ada airportnya dua, kemudian ada kriteria negara kita maritim dipertimbangkan bahwa ibu kota harus dekat laut.
Potret udara Kampung Nelayan di Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Bagaimana kajian lingkungan, seperti ketersediaan air?
Kita sudah mengidentifikasi. Ketersediaan air paling utama, seperti di Kaltim sudah ada beberapa waduk di sana yang sudah dibangun dan kalau diperlukan nanti. Nah ini yang dianalisis lagi memang akan kita tambah, begitu. Tapi saat ini sudah ada waduk-waduk yang dibangun PUPR di sana.
Kemarin sempat beredar konsep desainnya. Dari mana ide konsep desain itu datang?
Salah satu dikaji PU, misalnya (desain) Pancasila itu ada lima sila. Apakah memang kita bikin suatu identitas daerah yang berbentuk segi lima, itu kan datangnya dari Pancasila.
Kita sama-sama mengkaji di internal dan eksternal PU. Sebelum ditetapkan ya waktu itu.
Desain ibu kota baru Indonesia. Foto: Dok. Kementerian PUPR
Desain ibu kota baru Indonesia. Foto: Dok. Kementerian PUPR
Berapa anggaran yang dibutuhkan Kementerian PUPR untuk membangun ibu kota baru?
Nah, kita sedang menghitung, sekarang prosesnya bagaimana, sesudah ditetapkan kita melaksanakan desain dari kota itu sendiri.
Itu konsepnya ya. Kita kan sekarang sudah ditetapkan bahwa lokasinya di Penajam Paser Utara dan Kukar. Nah kita harus lihat konsep tadi dengan kondisi lapangan bagaimana. Waktu kita menyiapkan konsep, belum tahu lokasinya. Nah sekarang kita kaji lokasinya, itu persiapannya.
Baru tahapan itu planning, artinya budget secara makro, estimasi awal Rp 466 triliun, nah tetapi ini kan staging (bertahap). Langkah awal itu bagaimana yang pusat kota dulu core-nya, core pemerintahan ini target sampai 2024.
Nah kita menyiapkan perencanaannya PUPR, sampai kepada akhir 2020, istilahnya kita mendesain RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungannya) sampai awal 2020. Kita sudah mulai nih sekarang.
Kita mengestimasi untuk kebutuhan infrastruktur dasar itu sekitar Rp 850 miliar, terutama awal yang akan kita bangun adalah jalan, kemudian drainase, sanitasi, storage system, untuk sumber air apabila diperlukan waduk atau embung. Nah sesudah itu baru bangunan-bangunan utama untuk pemerintahan.
Kita harapkan 2020 semester kedua sudah mulai, salah satu yang kita pikirkan konsepnya adalah design and build, jadi tidak design-nya siap dulu, tapi nanti desain dengan proses konstruksi berbarengan, itu prinsip design and build. Basic design-nya sudah ada.
Jadi baru akan dikaji?
Iya lebih detail, karena kan kita akan desain nih, misalnya yang paling penting di mana titik nol nya kira-kira, center of capital di mana.
Banyak hutan lebat di Kalimantan. Bagaimana pemerintah bisa membangun tanpa merusak alam?
Kita semaksimal mungkin di atas 50 persen tetap kawasan hijau. Mungkin ibaratnya kota dalam hutan, forest city. Prinsip kedua ada sustainability.
Calon Ibu Kota Baru Foto: Basith Subastian/kumparan
Pada tahun berapa target PU bisa menuntaskan pembangunan di ibu kota baru?
Untuk government 2024 yang kantornya dulu sebagian. Ini planning ada target-targetnya nanti kita evaluasi mudah-mudahan bisa terealisasi.
Jadi yang pertama pindah adalah pegawai Kementerian PUPR?
Iya Pak Menteri (Basuki Hadimuljono) bilang gitu. Kan kita yang ditugaskan membangun, masa orang lain duluan. Tahun 2024.
Nanti ada kementerian-kementerian yang berkaitan dengan infrastruktur dan yang berkaitan dengan pemerintahan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten