Kepala BMKG: Fenomena Cempaka dan Dahlia Mengejutkan

7 Desember 2017 19:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Dua siklon dalam satu pekan. Barangkali kita tak habis pikir mengapa siklon yang biasanya bergerak menjauhi ekuator, kini menghantam ujung selatan Jawa, daerah khatulistiwa.
ADVERTISEMENT
Posisi Indonesia yang berada di antara 0-10 LS secara teoritis bukanlah wilayah yang biasanya dilalui oleh siklon tropis. Tapi pekan lalu, dua siklon tropis bernama Cempaka dan Dahlia yang tumbuh di Samudera Hindia, perairan selatan Indonesia, datang hampir bersamaan.
Ekor Siklon tropis Cempaka menyapu selatan pulau Jawa tercatat menelan 41 korban jiwa. Meski hanya ‘ekornya’ saja, namun siklon yang datang dengan angin kencang dan hujan lebat hingga menyebabkan banjir dan longsor ini memorakporandakan apapun yang dilintasinya di 28 kota dan kabupaten.
Terbentuknya siklon di perairan tropis pada dasarnya proses yang alamiah. Namun fenomena siklon yang menyentuh daratan sekaligus datang bersamaan di Indonesia ini adalah fenomena baru. Para ahli di BMKG pun terkejut atas peristiwa yang terbilang anomali ini.
ADVERTISEMENT
Demi mengetahui lebih lanjut, kumparan menemui Dwikorita Karnawati yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Ditemui di rumahnya, mantan Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) ini memaparkan keganjilan Siklon tropis Cempaka dan Dahlia hingga kesiapan BMKG atas ancaman baru ini.
Dwikorita Karnawati (Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko)
Apa bedanya hurikan, siklon, dan topan?
Jadi sebetulnya secara umum itu semuanya disebut badai. Perbedaannya dari segi strukturnya yang memutar dan harus memenuhi persyaratan kecepatan pusaran.
Misalnya, minimal kecepatan pusarannya itu 35 knots atau 65 kilometer per jam. Kalau (minimal kecepatan) ini sudah tercapai, maka sudah bisa disebut sebagai siklon.
Siklon ada kelas-kelasnya. Siklon yang ada di Indonesia ini sebetulnya itu masih Kelas I, artinya paling rendah (kecepatan pusaran) siklonnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian dari 35 knots sampai 45 knots itu Kelas I. Lalu 45 knots sampai 80 knots ini Kelas II, lalu 80 knots katakan sampai 100 knots ini Kelas III.
Ini bertingkat-tingkat. Setiap kelas ini bisa disebut berbeda. Yang siklon ini Kelas I, saat naik Kelas II masih bisa disebut siklon. Tetapi jika sudah mencapai Kelas V, seperti yang di Amerika, itu bisa dikatakan Hurricane (hurikan).
Jadi, berbeda kelasnya. Tapi semua sifatnya sama--adanya angin yang berpusar.
Faktor apa yang membuat kelas siklon lebih tinggi dan berbeda di berbagai daerah?
Karena kita--Indonesia--berada di khatulistiwa. Bumi kita berpusar, berputar dengan kecepatan tertingginya, itu di khatulistiwa.
Bumi itu kan enggak benar-benar bulat sempurna. Sumbu khatulistiwa lebih panjang yang di arah kutub. Sehingga lintasan bumi ini lebih panjang di khatulistiwa daripada semakin ke arah kutub.
ADVERTISEMENT
Artinya, kecepatannya makin tinggi. Kecepatan makin tinggi menyebabkan angin-angin itu, apabila terbentuk siklon, akan terlempar atau terdorong menjauhi khatulistiwa. Dan secarah alamiah membantu menghalau siklon.
Sementara Amerika itu berada di belahan bumi utara dan merupakan kontinen.
Jika di negara kita ini, setiap terbentuk siklon tidak bisa berakumulasi dan berkembang jadi makin besar dan kuat. Tapi akan terus tergiring menjauh ke selatan, ke utara, ke timur, atau ke tenggara.
Ini keuntungan negara di daerah khatulistiwa.
Tapi Amerika, terutama daerah yang jauh dari khatulistiwa, akumulasinya terus mengumpul--dan menguat. Uap airnya terus bertambah (di udara), artinya depresi semakin meningkat. Gap (tekanan udara) dan kecepatan (badai) semakin tinggi.
Pergerakan siklon tropis Cempaka. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)
Jadi, terbentuknya siklon itu alamiah. Adakah faktor lainnya?
ADVERTISEMENT
Sebetulnya terbentuk secara alamiah. Tetapi juga bisa dipengaruhi oleh ketidakstabilan atmosfer.
Angin bergerak dari daerah yang dingin, yaitu daerah yang tekanan udaranya lebih tinggi menuju tekanan yang lebih rendah, yaitu daerah yang lebih panas.
Di bulan September sampai Desember, matahari bergerak dari ekuator menuju ke Kutub Selatan atau belahan bumi selatan. Dari Desember sampai Maret, (matahari) bergerak dari Kutub Selatan menuju ke ekuator.
Jadi bulan September sampai Maret, itu matahari berada di belahan bumi selatan.
Kenapa bisa demikian? Karena kecondongan sumbu bumi ini kan tidak selalu sama. Jadi ada kecondongan (sumbu bumi) lalu matahari menyinari lebih intensif di bumi bagian selatan.
Artinya, di bulan-bulan itu--termasuk bulan ini (Desember)--temperatur udara di belahan bumi selatan, khususnya fokus di Samudera Hindia, itu menjadi lebih tinggi, menjadi hangat. Sehingga, tekanan udara relatif rendah, lalu mengalami depresi.
ADVERTISEMENT
Depresi itu artinya angin bergerak ke daerah yang tekanan udaranya rendah --artinya bertemperatur lebih tinggi dan hangat.
Tetapi Samudera Hindia itu sangat luas, sehingga temperaturnya tidak bisa seragam. Ada zona-zona yang di situ relatif lebih panas, lebih hangat daripada zona sekitarnya.
Perubahan iklim, pemanasan global. (Foto: Pixabay)
Akibatnya apa? Udara yang tekanannya relatif lebih tinggi di sekeliling daerah yang depresinya rendah akan mengalami pusaran. Seakan-akan udara tersedot masuk ke daerah yang depresi rendah tadi. Jadi sebetulnya alamiah.
Namun sekarang nampaknya kok mulai lebih sering terjadi, dahulu jarang terjadi. Apalagi di Indonesia bisa terjadi dua siklon dalam satu minggu sejak 2014. Tahun itu siklon terakhir terbentuk di Indonesia, di wilayah kepulauan Indonesia.
Artinya kan jaraknya semakin dekat. Fenomena ini perlu dikaji lebih lanjut, apakah benar-benar alamiah atau memang alam tetapi dipicu dengan perubahan kestabilan atmosfer secara global.
ADVERTISEMENT
Kalau siklonnya itu memang alam, tetapi kenapa kok relatif menjadi rapat kejadiannya. Cempaka mendekat ke daratan dan itu pertama kali di Indonesia. Dahulu-dahulu kan enggak (mencapai daratan).
Nah, apakah alam kita ini mengalami perubahan--yang bisa disebabkan oleh pemanasan global atau sebab lain. Artinya kita masih mengkaji lebih lanjut.
Kita kan harus mengumpulkan data yang cukup panjang karena iklim ini kan tahunan dan puluhan tahun (sifatnya).
Apakah dua siklon terakhir ini menjadi patokan untuk antisipasi tahun depan?
Ini suatu fenomena, yang terus terang bagi kita dan bagi teman-teman yang juga menekuni ilmu meteorologi, yang membuat kita merasa surprise. Kok Indonesia sekarang seperti itu? Dalam satu minggu terjadi dua siklon adalah fenomena yang baru terjadi
ADVERTISEMENT
Kami, BMKG, memiliki dugaan bisa saja itu dampak--tidak hanya cuaca tapi--dinamika iklim secara lebih luas. Kami merencanakan untuk mengkaji lebih mendalam lagi.
Jadi tidak hanya sekadar memantau, memberi peringatan dini, lalu mengumumkan. BMKG memantau dan mengkaji persoalan cuaca.
Nah, yang klimatologi ini nanti yang akan melanjutkan tugasnya untuk mengumpulkan data-data cuaca dalam jangka waktu yang lebih panjang. Agar kita bisa memberikan analisis yang lebih komprehensif.
Dampak Siklon Tropis Cempaka dan Dahlia (Foto: Antara)
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari fenomena ini?
Mengarah kepada dampaknya yang lebih dahsyat seperti curah hujan di DIY, Siklon tropis Cempaka yang bergerak menyentuh darat itu baru ekornya saja.
Pusat pusaran Siklon tropis Cempaka-nya masih jauh berada di Samudra Hindia. Ekornya yang nyabet selatan Jawa itu yang mengakibatkan curah hujan tinggi, angin kencang. Ekornya saja terasa seperti itu.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi pelajaran adalah, kita perlu selalu lebih siaga dalam menyiapkan kejadian semacam itu untuk tahun-tahun yang akan datang.
Nanti kalau musim ini sudah berakhir kita perlu menata lingkungan agar lebih tertata lagi. Dalam arti, misalnya meminimalisir hunian-hunian yang ada di lereng gunung yang rentan. Jadi kita sudah tahu zona-zona yang berpotensi longsor saat curah hujan tinggi.
Diperkirakan ke depan intensitas curah hujan ini semakin meningkat, sehingga kita harus semakin ketat mengatur tata ruang kita. Kalau itu memang zona merah, rentan longsor dan banjir, kita harus ketat. Sedapat mungkin tidak ada hunian di sana.
Dampak Siklon Tropis Cempaka dan Dahlia. (Foto: Antara/Destyan Sujarwoko)
Apa poin penting yang menjadi pelajaran bagi masyarakat?
Drainase. Drainasenya itu harus kita perbaiki. Membuang sampah di drainase itu membuat drainase tidak bisa berfungsi secara optimal.
ADVERTISEMENT
Mungkin kalau hujannya tidak deras masih bisa bekerja, masih bisa menyalurkan air dengan cukup baik. Kalau hujannya deras, kapasitasnya kan sudah tidak memadai. Sehingga menggenangi sekitar daerah.
Di wilayah UGM itu sudah kita tambah (drainasenya), danaunya sudah kita kasih resapan. Ada gorong-gorong di trotoar Jalan Colombo dan di sepanjang Jalan Kaliurang. Tapi kenapa masih tidak cukup?
Dari pengamatan yang kami lakukan itu karena banyak orang buang sampah ke sana. Kita tidak ketat (dalam mengawasi) buang sampah. Seharusnya, selokan harus secara rutin dicek, karena kebetulan ketutup trotoar, enggak keliatan, karena di atasnya untuk jualan.
Dan untuk mereka yang tinggal di lereng gunung--apabila mendung, sudah mau hujan-- jika lereng itu rawan longsor, sebaiknya tidak tinggal di situ.
ADVERTISEMENT
Apabila curah hujannya tinggi itu lereng berpotensi bergerak. Jadi yang diselamatkan (pertama) nyawanya. Kalau masih ada kesempatan, lereng itu diperkuat.
Untuk yang di bantaran kali, seharusnya penghuninya jangan tinggal di situ dahulu. Terutama kalau mulai mendung, sebaiknya menyingkir, jangan tinggal atau tidur di situ.
Kadang-kadang di tempat situ tidak hujan, tapi tiba-tiba banjir bandang kiriman dari arah hulu turun ke sana. Jadi memang tidak aman.
Banjir dampak dari siklon Cempaka (Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho)
Di Jepang libur saat badai, bagaimana dengan di Indonesia?
Ya itu karena kelas-kelas badainya. Kita kelasnya masih Kelas I, dianggap masih rendah. Kelas II ke atas memang harus dievakuasi. Kayak Badai Katrina, itu (warga) dievakuasi dan dipantaunya sejak seminggu sebelumnya.
Jepang, letaknya di utara Khatulistiwa, dampaknya lebih dahsyat dari yang kita hadapi.
ADVERTISEMENT
Cuma, persoalannya kita ini jarang (mengalami siklon) sehingga tidak menduga akan mengalami siklon semacam itu. Sepertinya selama ini belum ada, paling kan puting beliung itu dalam ukuran kecil dan lokal
Yang penting, BMKG harus memberitahukan sesegera mungkin begitu mendeteksi (adanya siklon), tidak cukup ke publik, tapi yang lebih penting lagi adalah ke pihak yang nantinya akan menangani.
BMKG kan tidak punya wewenang untuk menangani. Kita tanggung jawabnya memantau dan memberikan peringatan dini. Peringatan itu dilanjutkan oleh BNPB, TIM SAR, oleh penerbangan Kemenhub, Air Nav, Angkasa Pura, lalu pelabuhan.
Kalau kita tidak memberi tahu, kalau tidak memberikan peringatan dini, kita salah.
Bagaimana dengan kesiapan teknologi BMKG?
Relatif. Kalau mau seakurat Jepang, (teknologi kita) itu masih kurang sekali. Tapi itu tidak boleh jadi alasan.
ADVERTISEMENT
Stasiun Meteoreologi ada sekitar 120, Stasiun Klimatologi ada 27, radar kita punya 41 unit. Di Jepang kan ada ratusan bahkan mungkin sudah seribu lebih (radar) dengan areanya yang lebih kecil. Perbandingannya enggak apple to apple.
Tapi itu enggak boleh dijadikan alasan untuk lengah dan lalai. Justru karena terbatas kita harus kenceng ini (pengawasan).
Siklon tropis di Indonesia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)