Kesaksian 10 Wanita Rohingya Korban Perkosaan Sadis Tentara Myanmar

11 Desember 2017 15:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rohingya Tembus Kegelapan dan Sungai Berlumpur (Foto: Reuters/Hannah McKay )
zoom-in-whitePerbesar
Rohingya Tembus Kegelapan dan Sungai Berlumpur (Foto: Reuters/Hannah McKay )
ADVERTISEMENT
Perkosaan dialami oleh warga Rohingya di Rakhine, dilakukan oleh tentara dan aparat Myanmar. Ini kenyataan, walau pemerintah Myanmar di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi membantahnya.
ADVERTISEMENT
Associated Press (AP) mewawancarai 21 wanita Rohingya yang hanya ingin disebut inisial nama depannya di pengungsian Bangladesh. Mereka mengaku diperkosa oleh tentara di rumah-rumah mereka sendiri. kumparan menuliskan 10 kesaksian di antaranya.
Kisah mereka mengerikan dan menyedihkan. Peringatan bagi pembaca: AP menuliskan pengakuan para wanita Rohingya ini dengan blak-blakan dan kumparan mencoba melansirnya tanpa terlalu banyak melakukan perubahan, demi memberikan gambaran yang baik.
Penulisan ini penting untuk menggambarkan betapa mengenaskannya nasib Rohingya di Rakhine, yang oleh PBB disebut sebagai korban genosida alias pembersihan etnis:
Dia Baru 13 Tahun
Usianya baru 13 tahun, tapi R telah belajar rasa takut kepada militer. Tahun lalu, kata dia, tentara menikam ayahnya hingga tewas.
ADVERTISEMENT
Satu hari di akhir bulan Agustus, 10 tentara merangsek masuk ke rumah R. Mereka merenggut dua adik lelakinya, mengikat mereka ke pohon dan memukuli mereka.
R mencoba lari lewat pintu depan, tapi tentara menangkapnya. Mereka mengikat kedua tangannya ke dua pohon. Giwang dan gelangnya dilucuti, dia ditelanjangi.
R berteriak meminta mereka berhenti. Tapi justru diludahi.
Lalu pria pertama mulai memperkosanya. Rasa sakitnya tidak tertahankan. Seluruhnya, 10 tentara memperkosanya hingga ia pingsan.
Kakak R membawanya lari ke perbatasan. Tiba di Bangladesh, dokter memberikannya kontrasepsi darurat.
R sangat merindukan adik-adiknya, dan tidurnya selalu dihantui mimpi buruk. Dia juga susah makan.
Sebelum perkosaan itu, kata dia lirih, dia cantik.
---------------
ADVERTISEMENT
Diperkosa Dua Kali
F dan suaminya tidur di rumah pada Juni lalu ketika tujuh tentara masuk ke kamar mereka. Tentara kemudian mengikat suaminya dengan tali dan menyumpal mulutnya dengan kerudung yang ditarik dari kepala F.
Mereka kemudian melucuti perhiasan F dan mulai melepaskan seluruh pakaian wanita itu. Mereka menghempaskannya ke lantai, dan tentara pertama mulai memperkosanya.
Suaminya berhasil melepaskan sumpal mulutnya dan berteriak. Seorang tentara menembaknya, tentara lainnya menggorok lehernya.
Setelah serangan itu, para tentara melemparkan F yang telanjang bulat ke luar. Rumahnya dibakar. Para tetangga menyelamatkannya. Dua bulan kemudian, dia hamil.
Anak-anak Rohingya.  (Foto: Fred Dufour / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak Rohingya. (Foto: Fred Dufour / AFP)
September, mimpi buruknya terjadi lagi. F sedang tertidur di rumah tetangganya saat lima tentara mendobrak masuk.
Tentara menghabisi bocah lima tahun yang tinggal di rumah itu dan membunuh ayahnya. Mereka melucuti pakaian para wanita. Dua pria memperkosa F, dan tiga tentara lainnya memperkosa kawannya.
ADVERTISEMENT
Setelah para tentara pergi, para wanita itu terdiam di lantai selama beberapa hari sebelum memutuskan kabur ke Bangladesh.
Walau apa pun yang telah terjadi, F mengaku akan mencintai anak yang dikandungnya.
---------------
Suaminya Menyalahkannya
K dan keluarganya baru saja akan menyantap sarapan di satu pagi pada akhir Agustus ketika mereka mendengar teriakan warga desa di luar. Suaminya dan tiga anak tertuanya langsung lari keluar.
Tapi K tidak bisa ke mana-mana karena dia hampir 9 bulan mengandung dan ada dua balita yang harus diawasi.
Para tentara itu masuk ke rumahnya, melemparkannya ke ranjang, merampas seluruh perhiasan dan mencuri uang yang dia sembunyikan di pakaiannya. Dia ditelanjangi dan diikat tangan dan kakinya dengan tali. Ketika dia melawan, mereka mencekiknya.
ADVERTISEMENT
Dan mereka mulai memperkosanya.
Dia terlalu takut untuk bergerak. Satu pria menyorongkan pisau ke matanya, satu pria lainnya menodongkan pistol ke dadanya. Pria lainnya memperkosanya. Lalu para pria berganti peran. Ketiganya memperkosanya.
Dia mulai berdarah dan menduga janinnya telah meninggal dunia.
Dia pingsan.
Ketika dia siuman, para pemerkosanya telah pergi. Suaminya malah menyalahkannya, mempertanyakan mengapa dia tidak kabur.
Keluarganya akhirnya lari ke Bangladesh. Dua pekan kemudian, K melahirkan putranya.
---------------
Kesakitan yang Teramat Sangat
R ada di rumahnya pada akhir Agustus lalu dengan suami dan lima dari enam anaknya ketika mendengar ribut-ribut di luar. Dia melihat rumah-rumah di desanya terbakar.
Suaminya langsung lari keluar, tapi R harus tetap di rumah menjaga anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Lima tentara masuk ke rumahnya. Anak-anaknya berteriak ketakutan dan berhamburan keluar rumah.
Para tentara melucuti pakaiannya, merampas kalungnya dan menendang punggungnya dengan dengkul mereka.
Lalu salah satu tentara memperkosanya, sementara empat lainnya memeganginya dan memukulinya dengan popor senapan. Ketika itu usai, mereka menjarah uang dan pakaian suaminya dari dalam lemari.
Banjir di tenda pengungsi Rohingya. (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Banjir di tenda pengungsi Rohingya. (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Dia lari ke Bangladesh bersama keluarga sehari kemudian. Dia kesulitan bergerak karena luka-luka yang dideritanya, dan memaksanya menggunakan tongkat.
"Saya sangat kesakitan," kata dia, sembari menghela nafas ketika menceritakan memori pahit itu.
"Sakit sekali berjalan di perbukitan."
Empat hari kemudian, dia tiba di Bangladesh.
---------------
Allah Menyelamatkan Kami
A ada di rumahnya tengah salat dengan empat anak-anaknya pada akhir Agustus lalu ketika 50 tentara mengepung desanya dan menembaki para pria.
ADVERTISEMENT
A mulai gemetar, pasalnya dia pernah dengar kabar tentara memperkosa para wanita di desa lainnya.
Tiga tentara masuk ke rumahnya dan meminta dia keluar. Dia menolak. Mereka lalu memukulinya.
Anak-anaknya teriak. Tentara menampari mereka, lalu menghempaskan mereka keluar rumah.
Dua tentara memukuli A sampai jatuh. Satu tentara menginjak dadanya dengan boot, menjepitnya ke tanah. Mereka merampas perhiasannya dan membuka seluruh bajunya.
Ketiganya lalu memperkosa dia, memukuli dan menendanginya jika teriak. Satu tentara menekan pisau ke belakang lehernya, bikin berdarah. Luka pisau itu masih ada hingga kini.
Setelah serangan itu, dia mengalami pendarahan hebat sampai mengira akan mati. Seorang petani mengatakan suaminya ditembak mati. Kakaknya, ibunya, dan putrinya membantu dia melalui jalan menyakitkan dan melelahkan ke Bangladesh.
ADVERTISEMENT
"Mereka ingin menghapuskan kami dari dunia," kata dia soal militer Myanmar.
"Mereka berusaha sangat keras, tapi Allah menyelamatkan kami."
Beberapa hari setelah serangan itu, dia menangis sepanjang waktu. Sekarang dia menangis di pikirannya.
---------------
Bayi Perempuan Itu Tewas
M sedang di rumahnya menyuapi anaknya nasi pada akhir Agustus lalu saat peluru menembus tembok bambu rumahnya dan mengenai adiknya yang masih remaja.
Suami dan anak-anaknya lari keluar rumah. Tapi M hamil 8 bulan, dan tidak ingin meninggalkan adiknya. Selama dua hari, dia ada di sisinya, sampai dia meninggal dunia.
Tidak lama kemudian, empat tentara mendobrak masuk.
Mereka menampari dan memukulinya. Tiga tentara menyeretnya keluar rumah, menelanjangi dan terus memukulinya. Ketika dia teriak, mereka meletakkan moncong senapan di mulutnya.
ADVERTISEMENT
Tentara pertama mulai memperkosanya, sementara dua lainnya memegangi, memukuli, dan menendangi perut hamilnya.
Pengungsi Rohingya di Bangladesh. (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya di Bangladesh. (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Pada perkosaan kedua, M menendangi mereka dengan ganas, mereka akhirnya berlalu.
M merasakan kram pada perutnya. Dia melahirkan malam itu di rumahnya. Bayi perempuan mungil itu meninggal. M mengubur jabang bayi itu di kuburan tanpa nisan di rumahnya.
Suaminya datang, lalu mereka menempuh perjalanan tiga hari melalui perbukitan menuju Bangladesh.
"Mereka mempermalukan kami, mereka menghancurkan tanah dan pertanian kami, mereka mengambil sapi-sapi kami, mereka mengambil hasil pangan kami," kata dia.
"Bagaimana saya bisa pulang? Mereka menghancurkan kehidupan kami."
---------------
Kapan Kedamaian Datang?
H sedang salat Subuh di rumahnya akhir Agustus lalu dengan suaminya dan enam anak-anaknya ketika dia mendengar suara berisik di luar.
ADVERTISEMENT
Puluhan tentara mendobrak masuk ke rumahnya dan mulai memukuli suaminya. Mereka merenggut kaki ketiga anak-anaknya, membawa keluar, dan membenturkan mereka ke pohon, membunuh mereka semua.
Suaminya teriak, dan H lari keluar rumah. Saat dia lari, dia mendengar suara tembakan di belakangnya. Sejak saat itu, dia tidak pernah lagi melihat suaminya.
Dia dan tiga anaknya berhasil mencapai bukit terdekat bersama wanita lain dari desanya, bersembunyi. Tapi persembunyian itu ditemukan dan para wanita diseret satu per satu untuk diperkosa.
Mereka merobek pakaian H, merampas perhiasannya dan mengikat tangannya ke belakang dengan kerudungnya.
Satu pria memegangi kepala dan tangannya, sementara yang lainnya memegangi kakinya. Pria laknat ketiga memperkosanya. Mereka lalu bertukar posisi. Ketiga pria itu memperkosanya.
ADVERTISEMENT
Anak-anaknya yang menangis menolak meninggalkan ibunya dalam peristiwa itu. Tentara menampari, menendang mereka, mencoba mengusir mereka. Mereka bergeming.
Ketika para tentara selesai menggagahinya, putrinya yang berusia 8 tahun menutupi tubuh ibunya dengan sisa-sisa pakaiannya.
Butuh waktu empat hari sampai dia dan anak-anaknya mencapai Bangladesh.
"Saya kehilangan suami saya, saya kehilangan anak-anak saya, saya kehilangan negara saya. Kapan Tuhan akan mengembalikan saya ke negara saya. Kapan kedamaian itu datang?" kata H.
---------------
Saya Terbakar Demi Anak-anak
Ketika tujuh tentara mendobrak masuk ke rumahnya pada Oktober 2016, suami S kabur. Tentara lalu memukuli orang tuanya.
Tentara memukuli S dengan senapan, merenggut dua bayi dari gendongannya dan menjatuhkan mereka ke lantai. Mereka merobek pakaian S, ibunya dan beberapa wanita muda di rumah itu. Gelang dan uang S di pakaiannya juga dicuri.
ADVERTISEMENT
Dua tentara menyeret S ke lapangan. Mereka menutupi mulutnya dengan tangan agar tidak teriak. Mereka memperkosanya.
Ketika itu usai, dia bersembunyi di bukit sebelum kembali pulang.
Pada Agustus, S sedang di rumah dengan keluarganya ketika militer menembak rumah mereka dengan peluncur roket, membuatnya terbakar. Suaminya dan dua anak tertuanya kabur, tapi dia tetap di dalam untuk membawa dua bayi perempuannya dan beberapa benda. Satu bayi di gendongannya, satu bayi lainnya tertidur di lantai.
Peluncur roket ditembakkan lagi. Bayi-bayinya terbakar di depan matanya.
Tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia lari. Dia bersembunyi dengan keluarganya yang lain di bukit selama beberapa hari sebelum berjalan tiga hari ke Bangladesh.
"Saya terbakar untuk anak-anak, tapi apa yang bisa saya lakukan. Mereka tewas terbakar. Ini adalah takdir saya," kata dia.
ADVERTISEMENT
---------------
Dia Bungkam
Militer mengepung desa N pada satu pagi di akhir Agustus. Sekitar 18 tentara merangsek masuk ke rumahnya, dan menyeret N keluar bersama dengan adik ipar dan mertuanya.
Para wanita ini dibawa ke pusat desa, dan dirampas perhiasannya.
Tiga tentara membawa N ke bukit dan menelanjanginya. Dua tentara memeganginya sementara yang ketiga memperkosanya. Mereka lalu berganti posisi. Ketiganya memperkosanya.
Selama perkosaan itu, para tentara menodongnya dengan pisau dan memukulinya. Dia terlalu takut untuk melawan.
Ketika itu usai, mereka meninggalkannya di tempat itu. Dia kembali ke rumah dan bungkam, tidak mengatakan telah diperkosa.
Dia sangat kesakitan setelah serangan itu dan berdarah selama delapan hari.
---------------
Dia Melihat Desanya Terbakar
ADVERTISEMENT
Lima tentara masuk ke rumah S, perempuan Rohingya 16 tahun, tanpa peringatan di satu pagi awal Agustus lalu.
Mereka membongkar isi rumahnya, mencari uang dan benda berharga. Mereka lalu mengiris leher suaminya, membunuhnya. Para tentara itu lalu keluar untuk menjarah rumah lainnya, tapi kembali lagi.
Dua tentara menyeretnya masuk ke kamar, merenggut paksa bayi 3 bulan yang digendongnya dan meletakkannya di lantai. Mereka menggeledah pakaiannya mencari benda berharga dan merampas antingnya. Tiga pria lainnya masuk dan memukulinya dengan senapan, sementara yang lain menelanjanginya.
Satu tentara memegangi tangannya, tentara lain menodongkan pistol ke mulutnya. Kelima tentara itu memperkosanya.
Anwara Begum (36) Warga Rohingya (Foto:  REUTERS/Jorge Silva)
zoom-in-whitePerbesar
Anwara Begum (36) Warga Rohingya (Foto: REUTERS/Jorge Silva)
Ketika dia melawan, mereka memukulinya. Dia bisa mendengar bayinya menangis, takut betul para tentara biadab itu akan membunuh buah hatinya.
ADVERTISEMENT
Usai melakukan perilaku binatangnya, para tentara menyeret tubuh S yang berdarah keluar rumah. Tentara juga menyeret wanita lainnya dari dalam rumah-rumah mereka. S dan wanita lainnya dipukuli, lalu ditinggalkan dalam keadaan tidak berdaya.
S kembali ke rumahnya, menggendong bayinya dan lari. Ketika dia lari, dia melihat tentara membariskan pria dan anak-anak lelaki, lalu menembaki mereka. Ketika dia berhasil naik ke bukit, dia melihat desanya sudah terbakar.
---------------
Dia Tidak Akan Pernah Melihat Putranya Lagi
Tentara menyakiti T dan keluarganya selama berhari-hari: Datang dan mencuri makanan mereka, mengencingi beras mereka, memukuli, dan pernah sekali, melucuti pakaiannya.
Lalu terjadilah hari nahas itu, pagi hari pertengahan Agustus. Lima tentara menyeret suaminya keluar rumah, lalu membunuhnya. Mereka lalu menyeret putranya yang berusia 10 tahun keluar rumah, sejak itu T tidak pernah melihatnya lagi.
ADVERTISEMENT
Beruntung, putrinya yang berusia 12 tahun berhasil kabur.
Tentara kemudian merampas anting dan cincin hidungnya, lalu pakaiannya dilucuti. Saat dia teriak, mereka menendanginya.
Dia dibekap ke lantai. Diperkosa bergantian oleh tiga tentara.
Setelah para tentara puas, mereka memakan makanan T dari dapurnya, mencuri ayam dan bebeknya. Mereka lalu menyeret tubuh suaminya.
T lari ke bukit dan menemukan putri dan ayahnya. Mereka mencoba berlindung ke desa sebelah, tapi tentara di mana-mana. Akhirnya mereka memutuskan ke Bangladesh.
Dia mengalami pendarahan selama dua hari. Berbulan-bulan setelah peristiwa itu, punggungnya masih merasakan nyeri.
---------------
Saya Hanya Punya Kata-kata
N mendengar kabar dari warga desa pada akhir Agustus lalu bahwa suaminya dibawa tentara ke bukit. Tidak lama kemudian, anak-anak desa menemukan kepalanya dan beberapa mayat lainnya. Tentara berada di sekitar situ.
ADVERTISEMENT
N dan putrinya yang berusia 8 tahun tidak keluar rumah selama berhari-hari, tidak henti menangis. Lalu sekitar 80 tentara mengepung desanya. Lima tentara mendobrak rumahnya dan teriak: "Siapa di dalam?"
N ketakutan setengah mati. Tentara lalu masuk.
Satu tentara memeganginya. Teriakan dan perlawanannya tidak berbuah hasil. Matanya diselotip dan kepalanya dipukul senapan. Dua tentara menyisir pakaiannya, mencari barang berharga. Percuma, hartanya telah dia sembunyikan.
Mereka lalu melucuti pakaiannya, memukul kepalanya sangat keras dengan popor senapan hingga dia pingsan. Ketika siuman, darah segar keluar dari kemaluannya yang luka. Dia tahu dia diperkosa. Yang tidak dia tahu, berapa orang pria yang telah memperkosanya.
Dia terlalu kesakitan untuk kabur di hari itu juga. Dia dan putrinya mengungsi keesokan harinya ke Bangladesh. Darah tidak juga berhenti mengalir dari kemaluannya selama delapan hari, dan tiga bulan setelahnya kencingnya sakit.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak punya apa-apa," kata dia, menahan tangis.
"Yang saya punya cuma kata-kata."
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)