news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Keterangan SBY dan JK Jadi Dasar Jero Wacik Ajukan PK

23 Juli 2018 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri ESDM Jero Wacik usai menjalani sidang Peninjauan Kembali di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri ESDM Jero Wacik usai menjalani sidang Peninjauan Kembali di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung yang menghukumnya delapan tahun penjara. Dalam memori PK yang ia bacakan, Jero mengaku memiliki sejumlah novum alias bukti baru, termasuk keterangan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang pernah menjadi saksi meringankan.
ADVERTISEMENT
Pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Jero dengan hukuman empat tahun penjara. Jero terbukti menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi ketika ia masih menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (2004-2011) dan Menteri ESDM (2011-2014) sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 5 miliar.
"Kesaksian Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla di Pengadilan (di bawah sumpah) menyatakan bahwa dengan Permenkeh 268/2014, maka pengambilan dana operasional menteri (DOM), penggunaan DOM, pertanggungjawaban DOM oleh Jero Wacik (2008-2011) sudah sesuai peraturan dan tidak salah," ujar Jero saat membacakan permohonan PK di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/7).
"Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, juga membuat kesaksian meringankan saya secara tertulis. Presiden dan wakil presiden adalah atasan-atasan langsung saya sebagai menteri yang tahu persis kegiatan-kegiatan atau prestasi saya," sambungnya.
Terpidana korupsi dana oprasional menteri dan penerimaan gratifikasi, Jero Wacik. (Foto: Instagram @imamhuseiin)
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana korupsi dana oprasional menteri dan penerimaan gratifikasi, Jero Wacik. (Foto: Instagram @imamhuseiin)
Atas vonis empat tahun penjara di pengadilan tingkat pertama, KPK lantas melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, majelis hakim menolak banding tersebut dan tetap menetapkan Jero dengan hukuman empat tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Tak berhenti sampai di situ, KPK selanjutnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hakim Agung Artidjo Alkostar lalu mengabulkan permohonan KPK, dan memperberat hukuman Jero menjadi delapan tahun penjara.
Menurut Jero, sangat tidak masuk akal jika seluruh hakim yang memutus perkara ini, baik pengadilan negeri, pengadilan tinggi, maupun Mahkamah Agung, mengesampingkan keterangan presiden dan wakil presiden saat itu. Dia menilai terdapat kekeliruan hakim yang dianggap semakin memperkuat permohonan PK tersebut.
"PK ini saya ajukan karena adanya kekhilafan hakim dan kekeliruan nyata dalam peradilan, baik di pengadilan negeri, baik di pengadilan Mahkamah Agung. Ada 10 novum yang kami ajukan," ujar Jero.
Selain itu, dalam memori PK tersebut, Jero juga merujuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara. Menurutnya, jika dalam penggunaan DOM terdapat kesalahan administrasi, maka, menteri tersebut sepatutnya tidak bisa dipidana.
Mantan Menteri ESDM Jero Wacik usai menjalani sidang Peninjauan Kembali di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri ESDM Jero Wacik usai menjalani sidang Peninjauan Kembali di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Jero juga mengutip instruksi Presiden Joko Widodo pada 19 Juli 2016. Inpres itu menyebutkan bahwa kebijakan, diskresi, dan kesalahan administrasi, tidak boleh dipidanakan.
ADVERTISEMENT
"Contohnya, pembelian bunga duka waktu Gus Dur wafat, Ibu Ainun Habibie wafat, dan lain-lain, pembelian tiket istri ke daerah, ongkos pijit, refleksi kaki, hal-hal seperti ini dimasukkan pidana? Sangat dicari-cari dan tidak logis," paparnya.
Jero juga menilai terdapat kesalahan saat ia ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan DOM. Lantaran, kata dia, belum ada laporan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Laporan kerugian negara dari BPK baru dibuat oleh BPK tanggal 13 Agustus 2015. Sedangkan penetapan tersangka pada 6 Februari 2015," imbuhnya.
Apalagi, kata Jero, laporan BPK tersebut tidak bisa digunakan lantaran masih mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan 003 Tahun 2006. Sedangkan, peraturan itu sudah dicabut dan diganti dengan Permenkeu Nomot 268 Tahun 2014.
ADVERTISEMENT
"Kalau menggunakan Permenkeu 268/2014 (yang sedang berlaku) maka penggunaan DOM 80 persen boleh diambil dan dipakai secara lumpsum," kata Jero.