Ketua DPR: Tak Ada Ruang Bagi LGBT di RKUHP dan RUU PKS
ADVERTISEMENT
Masa sidang ke III DPR tahun 2018-2019 masih menyisakan 23 Rancangan Undang-undang (RUU) yang belum disahkan, dua di antaranya yakni Rancangan KUHP dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sehingga pembahasannya dilanjutkan di masa sidang berikutnya.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada satu kalimat pun yang memberi ruang dan peluang bagi pengesahan adanya LGBT baik itu di (rancangan) KUHP maupun di RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual)," kata Bamsoet -demikian ia disapa- usai rapat paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/2)
"Jadi saya yakinkan. Saya nyatakan dengan tegas tidak ada itu," imbuh Politikus Golkar itu.
Bamsoet meminta publik tak perlu khawatir. Ia bahkan siap mempertaruhkan jabatannya sebagai Ketua DPR jika dalam proses perumusan UU di DPR melegalkan LGBT di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah menyampaikan kalau ada itu LGBT yang masuk disahkan, saya pertama kali menyatakan mundur dari ketua DPR," tegas Bamsoet.
Diketahui isu LGBT itu pertama kali dihembuskan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam kegiatan Tanwir I Aisyiyah di Surabaya, Sabtu 20 Januari 2018.
Zulkifli mengungkapkan bahwa terdapat lima partai yang tengah membahas rancangan Undang-Undang mengenai LGBT. Namun, Zulkifli bergeming saat ditanya fraksi mana saja yang menyetujui LGBT.
Zulkifli sama sekali tidak menyebutkan siapa saja lima fraksi tersebut dan memastikan bahwa Fraksi PAN di DPR menolak.
Pernyataan itu langsung dibantah Sekjen PPP Arsul Sani. Arsul mengungkapkan saat itu memang tengah dibahas soal LBGT di RKUHP, akan tetapi bukan melegalkan, justru memperluas delik pidana bagi orang di atas umur 18 tahun.
Fraksi yang meminta agar pemidanaan untuk LGBT diperluas, kata Arsul, yakni dari PPP dan PKS. Usulan perluasan pidana bagi LGBT itu pun didukung 6 partai lain yakni Golkar, Nasdem, PKB, Demokrat, Gerindra dan PDIP.
ADVERTISEMENT
Sedangkan PAN dan Hanura, kata Arsul, justru tidak hadir dalam rapat pembahasan.
Adapun soal isu LGBT juga disebut menjadi sebab mandeknya pembahasan RUU PKS. Salah satu fraksi yang dengan tegas menolak PKS.
Padahal menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, RUU PKS diperlukan lantaran tingkat kekerasan terhadap perempuan cukup tinggi. Kekerasan itu berbentuk fisik hingga kekerasan seksual.
Yohana berharap RUU PKS mampu menjadi payung hukum untuk para korban dalam memenuhi hak-hak mereka atas kejahatan atau kekerasan yang dialami.