Ketua KPK Minta UU Tipikor Baru

27 November 2018 12:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK, Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Rabu (29/08/2018). (Foto: Nadia K Putri)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK, Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Rabu (29/08/2018). (Foto: Nadia K Putri)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menggelar hasil tinjauan (review) putaran I dan II United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB Antikorupsi yang merupakan perjanjian multilateral yang diikuti negara-negara anggota PBB.
ADVERTISEMENT
Dari review pertama UNCAC yang dilaksanakan pada kurun 2010-2015, poin pemidanaan dan penegakan hukum serta tentang kerja sama internasional sudah dibahas. Dari hasil peninjauan tersebut, terdapat 32 rekomendasi di putaran I dan 21 rekomendasi di putaran II untuk Indonesia.
Namun, dari seluruh rekomendasi tersebut, masih ada 24 rekomendasi yang harus ditindaklanjuti beberapa di antaranya yakni korupsi di sektor swasta dan memperdagangkan pengaruh. Untuk itu, Ketua KPK Agus Raharjo meminta agar pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk menerbitkan Perppu tentang Pemberantasan Tipikor.
"Untuk itu, mumpung ada Komisi III, Pak Menkumham (Yasonna Laoly) di sini, mohon dukungannya di waktu sependek ini kita punya UU tipikor yang baru, UU Tipikor yang mengakomodasi gap kita dengan UNCAC, antara lain ada korupsi di private sector dan asset recovery," kata Agus di depan Menkumham Yasonna Laoly dalam paparannya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/11).
ADVERTISEMENT
Agus juga menerangkan soal tingkat pencapaian pencegahan korupsi di Indonesia saat ini. Agus merujuk pada indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang meski naik, namun dari sisi pencegahan sangat memprihatinkan.
"Walau kita lihat dari sisi corruption perception index, tiap tahun naik, dari kondisi 1999 saat kita meninggalkan Orba, IPK kita hanya 17, terendah di ASEAN, kalah dengan Vietnam, Thailand, kalah dengan Filipina, Malaysia apalagi Singapura yang selalu 10 terbaik," tutur Agus.
Ilustrasi KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Berikut 32 Rekomendasi UNCAC Putaran I
1. Mengkaji ulang hukuman terhadap suap dan penggelapan
2. Memidanakan penyuapan aktif terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi public internasional, dan mempertimbangkan pemidanaan penyuapan pasif pejabat-pejabat tersebut
3. Menghapus pasal 12B dan 12C dari UU 31/1999 jo UU 20/2001 yang menimbulkan masalah dalam kepatuhan terhadap Pasal 15 dan 27 UNCAC
ADVERTISEMENT
4. Memastikan aturan penggelapan mencakup juga segala properti atau barang yang bernilai, sesuai Pasal 17 UNCAC
5. Memastikan norma penyalahgunaan kewenangan mencakup juga keuntungan non-material, dan mempertimbangkan menghapus klausul kerugian negara.
6. Menggunakan peradilan pidana untuk menuntut korupsi skala kecil yang dilakukan oleh polisi
7. Memberlakukan prosedur di mana pejabat publik yang dituduh melakukan tindak pidana korupsi diberhentikan sementara dalam penyidikan dan diberhentikan setelah diputus bersalah
8. Mengkaji ulang wewenang pengumpulan data oleh PPATK dalam UU 8/2010, dengan mempertimbangkan praktik unggulan di negara lain
9. Mengkaji penerapan aturan terkait menghalangi proses peradilan untuk mengidentifikasi masalah-masalah dalam penegakan hukum dan kebutuhan bantuan teknis
10. Mengubah aturan daluwarsa sehingga (i) waktu mulai dihitung ketika tindak pidana diketahui oleh penuntut, dan (ii) penghitungan dihentikan sementara apabila tersangka melarikan diri
ADVERTISEMENT
11. Memperbolehkan Kejaksaan dan Kepolisian menyidik pejabat tinggi memerlukan izin
12. Menghilangkan kewenangan penyidiK untuk mengubah kurungan menjadi tahanan kota, atau menempatkan penerapan kewenangan tersebut di bawah pengawasan yudisial yang ketat
13. Memastikan pengelolaan yang lengkap atas barang sitaan dan rampasan
14. Memastikan beratnya pelanggaran dipertimbangkan dalam memutuskan remisi atau pembebasan bersyarat bagi terpidana
15. Memastikan pelapor terlindungi
16. Mengambil langkah-langkah tambahan agar korupsi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam langkah hukum untuk membatalkan atau mengakhiri kontrak, menarik konsesi atau instrumen lain yang serupa atau melaksanakan tindakan pemulihan
17. Memastikan badan atau perorangan yang menderita kerugian akibat korupsi memiliki hak untuk mengambil upaya hukum terhadap yang bertanggungjawab atas kerugian tersebut guna mendapatkan ganti rugi tanpa perkara pidana sebelumnya
ADVERTISEMENT
18. Menjajaki kemungkinan menjamin pelaku korupsi yang secara aktif dan atas inisiatif sendiri bekerja sama dengan apgakum memperoleh pembebasan atau pengurangan hukuman
19. Memastikan pengecualian terhadap kerahasiaan bank bagi lembaga lain secara tepat guna
20. Mempertimbangkan mengatur batas waktu untuk memutuskan untuk mengekstradisi, demi kepastian prosedur
21. Ketika menolak permintaan ekstradisi terhadap warganegara, memastikan bahwa kasus yang bersangkutan dipertimbangkan untuk dituntut di Indonesia
22. Apabila menolak permintaan ekstradisi terhadap warganegara yang terkait pelaksanaan hukuman, memastikan agar pelaksanaan hukuman dapat dilakukan di Indonesia
23. Menjajaki kemungkinan mempertimbangkan kembali syarat-syarat pemberian MLA tanpa perjanjian, untuk memudahkan pemberian MLA tanpa upaya paksa
24. Memungkinkan MLA terkait kejahatan terhadap mana badan hukum dapat dipersalahkan
ADVERTISEMENT
25. Memastikan informasi dapat disampaikan pada Negara Pihak lain tanpa perlu permintaan sebelumnya
26. Menjajaki kemungkinan memberikan otoritas kompeten (Polri, Kejaksaan, KPK) kewenangan untuk dikecualikan dari kerahasiaan bank untuk memenuhi permintaan MLA
27. Menjajaki kemungkinan menjadikan KPK otoritas pusat untuk seluruh kasus korupsi
28. Sesuai dengan praktik yang sudah berjalan, menyatakan dalam hukum bahwa syarat batas waktu pemenuhan permintaan tidak diwajibkan, dan Indonesia akan berkonsultasi dengan Negara peminta bila informasi yang tercantum pada permintaan tidak cukup untuk dipenuhi
29. Menjajaki kemungkinan untuk memastikan pemenuhan permintaan dapat ditunda bilamana bersinggungan dengan proses penyidikan, penuntutan atau pengadilan yang tengah berjalan di Indonesia
30. Memastikan Mutual Legal Assistance tidak dapat ditolak atas dasar membebani aset Negara dengan cara mengatur bahwa biaya akan ditanggung oleh Negera peminta, kecuali disepakati lain
ADVERTISEMENT
31. Walaupun informasi yang terbuka bagi masyarakat umum telah disampaikan pada Negara peminta, memastikan bahwa praktik tersebut diatur spesifik dalam hukum
32. Menjajaki kemungkinan penyampaian informasi dan dokumen yang tidak tersedia bagi masyarakat umum kepada negara peminta
Berikut 8 rekomendasi yang sudah ditindaklanjuti:
1. Memberlakukan prosedur di mana pejabat publik yang dituduh melakukan tindak pidana korupsi diberhentikan sementara dalam penyidikan dan diberhentikan setelah diputus bersalah
Status: Ketentuan pemberhentian sementara terhadap ASN yang menjadi tersangka dan pemberhentian tetap terhadap terpidana telah diatur dalam UU 5/2014.
2. Mengkaji penerapan aturan terkait menghalangi proses peradilan untuk mengidentifikasi masalah-masalah dalam penegakan hukum dan kebutuhan bantuan teknis.
Status: Difasilitasi oleh UNODC, dikaji oleh PUSAKO Univ Andalas
ADVERTISEMENT
3. Memperbolehkan Kejaksaan dan Kepolisian menyidik pejabat tinggi tanpa memerlukan izin
Status: Inpres 1/2013. Ketentuan tentang ijin Presiden bagi penyidik sudah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Pengujian UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Memastikan beratnya pelanggaran dipertimbangkan dalam memutuskan remisi atau pembebasan bersyarat bagi terpidana.
Status: Inpres 1/2013. SUDAH TERPENUHI. Ketentuan pengetatan remisi bagi koruptor diatur dalam Pasal 34A Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
5. Memastikan pelapor terlindungi
Status: SUDAH DIPENUHI. Lihat Penjelasan Psl. 5 ayat (2) jo. Psl. 5 ayat (1) RUU LPSK. Telah dipenuhi dalam UU 31/2014.
ADVERTISEMENT
6. Memastikan badan atau perorangan yang menderita kerugian akibat korupsi memiliki hak untuk mengambil upaya hukum terhadap yang bertanggungjawab atas kerugian tersebut guna mendapatkan ganti rugi tanpa perkara pidana sebelumnya.
7. Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian telah diatur KUHAP Pasal 98, 99, 100, 101.
Status: Inpres 1/2013. Kajian dilakukan oleh Kemenkumham.
8. Apabila menolak permintaan ekstradisi terhadap warganegara yang terkait pelaksanaan hukuman, memastikan agar pelaksanaan hukuman dapat dilakukan di Indonesia.
Status: Inpres 1/2013. Kajian dilaksanakan oleh Kemenkumham.
9. Menjajaki kemungkinan menjadikan KPK otoritas pusat untuk seluruh kasus korupsi.
Status: Saat ini Otoritas Pusat adalah Kementerian Hukum dan HAM