Ketua KPU: Serangan pada KPU Meningkat dari Pemilu 1999 Hingga 2019

20 Agustus 2019 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPU Arif Budiman membuka Focus Group Discussion HOAX dalam Pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Selasa (20/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU Arif Budiman membuka Focus Group Discussion HOAX dalam Pemilu 2019 di KPU, Jakarta, Selasa (20/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPU menggelar Forum Group Discussion (FGD) bersama sejumlah instansi pemerintah terkait seperti Kominfo, BSSN dan Mabes Polri untuk membahas penyebaran hoaks selama pelaksaan Pemilu 2019. Ketua KPU Arief Budiman menyebut serangan hoaks terhadap KPU sejak Pemilu 1999 terus mengalami peningkatan.
ADVERTISEMENT
"Pemilu dari tahun ke tahun, berdasarkan pengalaman saya sejak Pemilu 1999 sampai Pemilu 2019, jadi 20 tahun saya bersyukur jadi bagian langsung penyelenggara pemilu itu memang perkembangannya (serangan hoaks) luar biasa," kata Arief di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Mantan Ketua KPU Jatim itu menceritakan, berdasarkan pengalamannya selama menjadi penyelenggara pemilu, serangan hoaks semakin melebar dalam setiap pelaksanaan pemilu. Menurutnya, awal mula serangan terhadap KPU pertama kali terjadi pada Pemilu 2004.
"Pemilu 1999, ketika kami penyelenggara pemilu ingin kasih data cepat hasil pemilu, kita kasih kirim lewat fax, ditulis hasil rekap lalu dikirim via fax. Pemilu 2004 sudah enggak lewat fax lagi tapi lewat scan. Tapi hasilnya enggak sampai 100 persen," ucap Arief.
Ketua KPU Arief Budiman sedang mengecek bukti dari saksi Beti di Mahkamah Konstitusi. Foto: Faanny Kusumawardhani/kumparan
"Tapi Pemilu 2004 sudah ada perang serangan terhadap teknologi yang digunakan oleh lembaga negara. Saya ingat web KPU diserang, jadi nama buah parpol peserta pemilunya. Tapi waktu itu enggak ada yang caci maki," tambah Arief.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, serangan terhadap KPU semakin masif saat Pemilu 2009. Arief mengungkapkan serangan dalam Pemilu 2009 tidak hanya menyerang tampilan web KPU, tetapi sudah mulai menyerang sistem KPU.
"Pemilu 2009 sudah mulai enggak nyerang tampilan, tapi sistem juga diserang, tapi hingga kita upload file tidak bisa terkirim," jelas Arief.
Kemudian pada Pemilu 2014, Arief mengatakan serangan terhadap KPU semakin meluas. Bahkan, seluruh anggota KPU mendapatkan serangan pribadi dari pihak tertentu.
"Pemilu 2014 itu serangan tidak lagi hanya menyerang institusi tapi menyerang individu. Kalau dahulu hanya serang hasil di web tampilan, tapi Pemilu 2014 web dan anggota juga diserang. Email saya diserang, akhirnya sampai di-off-kan, medsos saya sudah mulai diserang," kenang Arief.
Penandatanganan MoA oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kiri), Ketua KPU Arief Budiman (tengah) dan Ketua Bawaslu Abhan (kanan) untuk lawan hoaks di internet. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
Terakhir dalam pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, Arief mengatakan serangan hoaks dan cyber itu tidak hanya menyerang KPU dan anggota KPU. Namun, peserta pemilu juga mendapatkan serangan dengan jumlah yang cukup masif.
ADVERTISEMENT
"Nah tahun 2019 lebih melebar, tidak hanya menyerang web penyelenggara, sekaligus mohon maaf, istilahnya saling menyerang antar peserta pemilu meningkat, spekturmnya lebih meluas, persebaran lebih cepat," tutur Arief.
KPU berharap dengan mengelar FGD ini, dapat mencari solusi agar serangan hoaks tidak semakin meningkat dalam Pemilu selanjutnya terutama Pilkada Serentak 2020. KPU ingin seluruh pihak terlibat dalam menghentikan peredaran hoaks saat Pemilu.
"Ini terus meningkat, terus berlanjut enggak boleh kita biarkan. Peran serta berbagai pihak diperlukan, KPU tidak bisa sendirian. NGO bisa minimalisir persebaran ini, teman-teman yang bergerak di bidang medsos bisa juga terlibat kemudian lembaga negara yang punya alat kemampuan bukan hanya sekedar menghentikan tapi juga mengambil tindakan," tutup Arief.
ADVERTISEMENT