Kisah Anak Loper Koran yang Jadi Wisudawan Terbaik IPB dengan IPK 4,0

26 April 2018 16:38 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rahmat Budiarto jadi wisudawan terbaik IPB (Foto: Dok. Humas IPB)
zoom-in-whitePerbesar
Rahmat Budiarto jadi wisudawan terbaik IPB (Foto: Dok. Humas IPB)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rahmat Budiarto, seorang anak loper koran asal Jember, Jawa Timur, berhasil menjadi wisudawan terbaik Institut Pertanian Bogor (IPB). Rahmat bahkan memperoleh nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna 4,00.
ADVERTISEMENT
Di tengah keterbatasan ekonomi keluarganya , Rahmat mendapatkan gelar magister pada upacara wisuda di Graha Widya Wisuda, Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Rabu (25/4). Dia berhasil menamatkan studinya pada program Magister Agronomi dan Hortikultura.
Perjuangan Rahmat untuk sampai pada titik yang membanggakan tersebut tentu tidaklah mudah. Semangat belajarnya yang gigih, menyebabkan dirinya selalu mendapat beasiswa untuk dapat mengenyam pendidikan.
“Saya sangat bersyukur sejak SD, saya merupakan penerima beasiswa dengan dana BOS, kuliah sarjana (tahun 2011) di Universitas Jember pun saya mendapat beasiswa unggulan Dikti. Di sela-sela studi S1, saya diberikan kesempatan untuk mengikuti magang di Korea Selatan (Hankyong National University) selama satu bulan dan pertukaran pelajar di Thailand (Kasetsart University) selama satu tahun,” ujar Rahmat seperti dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Kamis (26/4).
Rahmat Budiarto jadi wisudawan terbaik IPB (Foto: Dok. Humas IPB)
zoom-in-whitePerbesar
Rahmat Budiarto jadi wisudawan terbaik IPB (Foto: Dok. Humas IPB)
Untuk dapat kuliah S2 di IPB, kata dia, dirinya mengandalkan beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Oleh karena itu, upacara wisuda magister yang dilaluinya itu merupakan gerbang awal untuk langsung melanjutkan studi doktorolanya di IPB dengan beasiswa yang sama.
ADVERTISEMENT
Keseriusan Rahmat untuk kuliah pun dapat dibilang tak main-main. Selama menempuh pendidikan magisternya itu, Rahmat sudah mempublikasikan satu jurnal internasional, dua jurnal terindeks scopus (masih tahap reviewer) dan satu draft jurnal internasional.
“Ketertarikan saya terhadap ilmu hortikultura Indonesia menuntut saya untuk berguru di IPB. Tentunya saya tidak salah alamat, karena ada banyak ahli hortikultura di kampus ini. IPB adalah tempat yang tepat untuk memperdalam ilmu pertanian khas Indonesia. Target saya ke depan adalah ingin menuntaskan pendidikan doktor saya di IPB, dengan target lulus sebelum bulan Agustus 2019,” tuturnya.
Bagi Rahmat, motivasi terbesar yang menyababkan dirinya dan adiknya dapat sekolah setinggi mungkin datang dari kedua orang tuanya. Menurutnya, sosok sederhana ayahnya,Gatot Subagyo, yang bekerja sebagai loper koran dan ibunya, Sudi Rahayu, selalu mendorongnya untuk tak pernah putus ada salam mencari ilmu.
ADVERTISEMENT
“Ayah selalu bilang kepada kami untuk tidak khawatir tentang biaya sekolah. Kata ayah, tidak mungkin sekolah akan mengeluarkan kami karena tidak bisa bayar sekolah,” kenang Rahmat.
Dengan penghasilan tunggal dari ayah sekitar 50 ribu per hari (jika semua korannya habis terjual), Rahmat mengaku bersyukur bisa kuliah. Adiknya bahkan sudah lulus dari politeknik di Jember berkat beasiswa bidikmisi.
Gedung Rektorat IPB. (Foto: IPB.ac.id)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Rektorat IPB. (Foto: IPB.ac.id)
Meski berasal dari keluarga tak mampu, Rahmat mengaku bahwa keluarga besarnya sangat mengutamakan pendidikan. Dulu, jika Rahmat berhasil menjadi juara satu, maka kakek atau neneknya akan membelikannya sepatu baru. Saat ini, Rahmat lah satu-satunya di keluarga besarnya yang berhasil mencicipi pendidikan tertinggi. Dia dapat membawa perubahan baru bagi keluarganya.
“Kini kondisi ekonomi keluarga kami sedikit membaik. Alhamdulillah rumah kami sudah mulai ditembok dan berkeramik. Dulu rumah kami terbuat dari bambu, orang Jawa menyebutnya gedhek dan berlantaikan tanah,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Selepas menyelesaikan studi Doktoralnya, Rahmat mengungkapkan ingin berkontrbusi di kampungnya, Jember. Dia akan membantu para petani yang ada di sana dengan ilmu yang didapatnya di IPB.
“Saya berencana untuk membagi ilmu hortikultura yang sudah saya dapatkan ke petani-petani sekitar, dan sekaligus menjembatani alih teknologi dari peneliti ke petani dan sebaliknya. Saya berharap IPB dapat lebih meningkatkan kemajuan sarana pengujian dan laboratorium karena dapat meningkatkan minat belajar dan meneliti mahasiswa pascasarjana. Semoga ilmu yang saya peroleh semasa di IPB dapat bermanfaat bagi daerah saya,” tutup dia.