Kisah Lena, Merawat Anak-anak Penderita HIV di Semarang

24 Februari 2019 9:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maria Magdalena Endang Sri Lestari di Rumah Aira. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Maria Magdalena Endang Sri Lestari di Rumah Aira. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
Maria Magdalena Endang Sri Lestari baru saja pulang dinas saat menerima kumparan di Rumah Singgah Aira. Namun, tak ada guratan wajah lelah yang ditampakkan Lena-sapaan Magdalena.
ADVERTISEMENT
Rumah bercat oranye di Jalan Kaba Timur, Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Semarang, Sabtu (23/2). Lena, sapaan akrabnya, sehari-hari bekerja sebagai staf ahli gizi di Rumah Sakit Santa Elizabeth.
Rumah Singgah Aira didirikan Lena pada Oktober 2015. Rumah tersebut, dibelinya untuk menjadi tempat perawatan sekaligus penitipan bagi anak-anak yang menderita Human Immunodeficiency Virus (HIV). Saat ini, setidaknya 5 anak dan 4 ibu menempati rumah tersebut.
Saat ditemui, Lena tengah menggendong Bayi laki-laki yang dipanggilnya Guntur (bukan nama sebenarnya). Bocah tersebut, baru saja berusia genap satu tahun di Februari ini.
Lena kemudian membuka obrolan dengan mengisahkan awal mula Guntur menjadi penghuni baru di Rumah Singgah Aira.
“Dia dulu lahir di salah satu rumah sakit di Semarang, ternyata positif HIV, pihak RS kan tahu ada rumah Aira, telepon ke saya untuk menitipkan” ujar Lena mengenang kisah pertemuannya dengan si kecil Guntur.
ADVERTISEMENT
Bagi Lena, merawat anak-anak dengan HIV ini bentuk pelayanan tersendiri. Seperti halnya Guntur, Lena begitu melas melihat kondisinya yang harus menghadapi kenyataan dihinggapi virus HIV dan berjuang tanpa dampingan orang tua. Lenalah yang kini menjadi tumpuan Guntur.
"HIV jika sudah di dalam tubuh tidak bisa keluar. Biasanya hanya dapat ditekan menggunakan obat-obatan agar ODHA tetap sehat," kata Lena.
Lena bercerita, sejak adanya Rumah Aira, tak terhitung Orang Dengan HIV/Aids yang telah dirawatnya. Bahkan, tak sedikit pula yang kini sudah kembali dan berbaur ke masyarakat.
HIV/Aids masih menjadi momok di masyarakat Indonesia. Dia juga geram tatkala ingat ada 14 anak dengan HIV di Solo yang mendapatkan penolakan dari sekolah.
“Inilah yang menjadi alasan betapa pentingnya pendidikan mengenai perawatan ODHA. Saya sudah kontak langsung dengan ODHA sejak 2013, termasuk anak-anak kandung saya. Sampai detik ini saya negatif, itu karena saya tahu penanganannya. Ini juga yang harus diketahui masyarakat, bukan malah mengucilkan,” ujar Lena penuh semangat.
ADVERTISEMENT
Belakangan diketahui, Lena memang telah aktif berkampanye dan peduli terhadap ODHA sejak tahun 2013. Awalnya, Lena hanya membuka perawatan gratis.
Namun, didasari rasa cinta kasih dan kepeduliannya yang tinggi, dia pun membeli sebuah rumah untuk ditempati ODHA yang ingin mendapatkan perawatan intens.
Maria Magdalena Endang Sri Lestari di Rumah Aira. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Menurut Lena, jumlah penderita HIV setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini dia rasakan tatkala Rumah Aira overload. Kondisi itu pun memaksanya menolak beberapa anak penderita HIV.
Enam anak dari Ungaran, Kendal, dan Pati harus gigit jari karena niatnya untuk tinggal di Rumah Aira belum bisa terwujud.
“Saya tidak berniat membatasi waktu anak-anak mau tinggal selama mungkin terserah, yang penting dia harus selalu sehat dan rajin kontrol ke rumah sakit," ujar perempuan 44 tahun ini.
Maria Magdalena Endang Sri Lestari di Rumah Aira. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
Kebanyakan, kata Lena, anak-anak yang terinfeksi HIV karena tertular dari virus yang menjangkiti orangtua mereka. Ada ibunya yang terlibat seks bebas hingga menjadi pecandu narkoba.
Ada pula dari ibunya yang bekerja sebagai pemandu karaoke, pekerja seks hingga dijebak pria hidung belang yang duluan mengidap virus mematikan itu.
“Ada juga yang orangtuanya negatif semua, tapi anaknya positif. Setelah ditanya, ternyata waktu kecil sempat kena Leukimia dan mengharuskan dia dapat transfusi. Nah ada kemungkinan besar, darah yang masuk ke tubuh dia itu yang membawa virusnya,” ujar Lena.
Merawat anak-anak dengan HIV tak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, anak-anak cenderung tidak disiplin dalam menjalani perawatan. Seperti anak pada umumnya, mereka selalu ingin bermain.
ADVERTISEMENT
"Anak-anakku, itu kalau pulang sekolah saya wajibkan untuk pulang. Supaya mereka istirahat, tidur dan bisa minum susu. Tapi namanya anak-anak kan kita harus pintar dan sabar, ya seperti itulah kira-kira yang dijalani sehari-hari," kata Lena.
Lena juga tak pernah lelah untuk mengajarkan anak-anak tak berdosa itu untuk taat beribadah. Meski berbeda, Lena tak pernah lupa untuk mengingatkan anak-anak untuk tetap melaksanakan salat lima waktu.
"Kalau sore, teman-teman sekolah mereka pada mampir. Rumah Aira terbuka, semua sudah tahu, makanya rumah sering ramai. Banyak yang berkunjung, ingin lihat bagaimana kehidupan ODHA, ingin tahu sepetti apa, silahkan datang," katanya lagi.
Hingga saat ini, Lena mengaku belum pernah merasa ingin berhenti melakukan apa yang dimulainya sejak hampir 4 tahun ini. Sikap keibuan, kepedulian tinggi hingga kasih sayanglah yang membuatnya bertekad untuk terus melayani dalam bentuk perawatan terhadap ODHA.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, bukan berarti Lena sudah bebas dari ujian. Merawat ODHA tidak gampang. Apalagi Rumah Aira terletak di perkampungan cukup padat penduduk. Kata Lena, sejak dirinya bertekad membeli rumah tersebut, dia telah lebih dulu memberikan edukasi dan kulonuwun kepada penduduk setempat.
“Puji Tuhan, anak-anak diterima dengan baik, ibunya juga. Beberapa juga bisa sekolah. Tentu saya sudah menjelaskan terlebih dahulu ke pihak sekolah. Karena menurut saya, jika ditutup-tutupi, itu tidak enak. Paling enak, nyaman, kan kalau bisa terbuka,” ujarnya.
HIV AIDS (Ilustrasi) Foto: Shutter Stock
Selama ini, kata Lena, dia merawat anak-anak tersebut dengan menggunakan BPJS. Dia tidak pernah open donasi. Sebab, dia enggan disangka memanfaatkan ODHA untuk keuntungannya.
Salah satu caranya mendapatkan tambahan dana untuk merawat anak-anak asuhnya, adalah dengan menggelar acara Hena Charity yang bekerjasama dengan Pehena Kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Dia juga aktif berkampanye dengan menggandeng para Zin Zumba di Kota Semarang. Biasanya dalam setiaap acara tersebut, Lena akan mengisinya dengan edukasi tentang HIV, baru kemudian -dengan dibantu relawan lain- kotak untuk donasi diedarkan.
“Saya tidak pernah membuat open donasi. Tapi saya tidak menutup pintu bagi siapapun yang ingin membantu. Banyak sekali yang bantu, makanya saya kalau ditanya bisa merawat terus uangnya dari mana, saya jawab dari Tuhan,” ujarnya.
Mama Lena Mengamen Demi Galang Dana untuk ODHA
Selain mengadakan charity, Lena ternyata juga mengamen. Mengamen yang dimaksud bukan seperti mengamen pada umumnya yang dilakukan perorangan di pinggir jalan atau dari warung ke warung.
Melainkan dari gereja ke gereja dan melantunkan kidung-kidung rohani secara koor dengan 19 orang rekannya, yang tergabung dalam grup paduan Simpony Kasih Voice atas dukungan Romo Suyamto. Tak terhitung gereja yang disinggahinya.
ADVERTISEMENT
“Mungkin hampir seluruh Semarang dan sekitarnya” ujarnya.
Di awal, dia selalu menyampaikan bahwa uang hasilnya ngamen, digunakan untuk membeli keperluan vitamin bagi para ODHA yang dirawatnya. Sebagian disisihkan. Lena tengah berjuang untuk bisa membeli rumah yang kapasitasnya lebih luas. Lokasinya tak jauh dari Rumah Aira saat ini yang hanya berukuran 60m2.
"Puji Tuhan apa yang saya lakukan selama ini didukung banyak pihak. Jemaat gereja malah senantiasa sukarela nyumbang buat kami. Saya berharap (galang dana) bisa mencukupi untuk beli rumah tahun ini, jadi bisa dipakai untuk rumah singgah permanen," katanya.