Demo Tolak RKUHP

Kisah Para Mahasiswa 'Santuy' yang Ikut Melawan di Jalanan

26 September 2019 11:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi menunjukan poster dengan berbagai tuntutan, saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (16/9/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi menunjukan poster dengan berbagai tuntutan, saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (16/9/2019). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahasiswa yang berdemonstrasi di depan DPR, Selasa (24/9) bukan hanya anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Mereka yang biasanya ‘kuliah pulang, kuliah pulang’ pun ikut ambil bagian. Katanya, kepalang kesal terhadap sikap anggota DPR.
ADVERTISEMENT
Bahkan, salah satu dari mereka harus berhadapan dengan ayahnya sendiri. Sang ayah berprofesi sebagai tentara dan kebetulan tengah berjaga di gerbang DPR.
Berikut sejumlah kisah dari mahasiswa yang turun ke jalan untuk melawan.
Mahasiswa ‘santuy’ saat demo di DPR, Selasa (24/9/2019). Foto: Rafael Ryandika/kumparan
******
Kisah pertama datang dari mahasiswi semester 7 Stikom Prosia Jakarta yang enggan disebut namanya. Mahasiswi yang biasanya menghabiskan waktu di kampus hanya untuk belajar. Tidak ikut organisasi kemahasiswaan.
Namun, dalam demo mahasiswa di DPR, Selasa (24/9), ia terpanggil untuk turun ke jalan. Tak peduli, walaupun kampusnya tidak mau terlibat gerakan yang menentang munculnya sejumlah RUU kontroversial itu.
Suasana massa mahasiswa saat demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, pada Selasa (24/9/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Kala ada seruan nasional untuk mengepung Gedung DPR, pihak kampus justru mengeluarkan surat imbauan. Isinya, meminta mahasiswa Stikom Prosia untuk tidak turun aksi. Kecuali, tanpa membawa embel-embel nama kampus dan jaket almamater.
ADVERTISEMENT
“Rektorat kasih surat pemberitahuan, enggak boleh datang dengan atribut kampus. Tapi dibolehin secara individu,’ kata dia saat ditemui kumparan di sekitar komplek DPR/MPR, Selasa (25/9).
Kala ditemui, ia tengah melepas lelah sambil berselonjor . Di wajahnya masih jelas terlihat sisa pasta gigi. Pertanda bahwa dirinya habis berhadapan dengan ganasnya gas air mata.
Tak ada jaket almamater yang ia bawa. Ia mengenakan kaus hitam dan celana jeans biru. Rambutnya pendek sebahu, dicat dengan gradasi warna biru.
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Pihak rektorat Stikom Prosia tidak membantah pernyataan mahasiswi tersebut. Wakil Rektor Stikom Prosia Fitri Wahyu menyebut, kampus tak memberi lampu hijau karena alasan keamanan. Meski begitu, pihak kampus menghargai mahasiswa yang turun ke jalan atas nama pribadi.
ADVERTISEMENT
“Kita dari pihak kampus sudah membuat surat edaran. Isinya bukan larangan, tetapi kita menginformasikan bahwa kita tidak terlibat aksi tersebut,” ujar Fitri saat dihubungi terpisah, Rabu (25/9).
Meski begitu, ia tetap memutuskan bergabung dengan mahasiswa lain di depan DPR. Hati nuraninya berkata, harus terlibat dalam gerakan tersebut. Itu karena, dia kesal pada anggota DPR yang menurutnya sudah tak masuk akal dalam menyusun revisi KUHP. Jadilah aksi kemarin menjadi demonstrasi pertama yang ia ikuti.
Poster poster nyeleneh saat demo di DPR. Foto: Andreas Ricky/kumparan
“Pasal yang bilang kalau misalnya kita memelihara ayam, tapi ayamnya buang hajat di tempat lain dan kita bisa dipenjara. Itu enggak banget,” katanya
Pasal yang dimaksudnya adalah pasal 278-279 Revisi KUHP. Pasal berisi ancaman kurungan 6 bulan penjara atau denda Rp 10 juta bagi siapapun yang ayamnya buang hajat sembarangan..
Bunyi Pasal 278 dan 279 di RKUHP. Foto: Dok. Istimewa
Ia pun tak datang sendirian. Sebelumnya, ia telah mengatur siasat bersama teman-temannya di kampus. Seruan untuk demonstrasi menyebar dari grup WhatsApp. Tanpa ada intervensi dari BEM.
ADVERTISEMENT
Maka, berkumpul-lah sekitar 30 mahasiswa Stikom Prosia. Mereka tak membawa jaket almamater juga panji-panji kampus. Mereka hanya menggunakan pakaian biasa. Yang penting, kata dia, bisa ikut aksi.
Saat melangkahkan kaki ke Senayan, mahasiswi jurusan Broadcating itu pun tak meminta restu orang tua. Alasannya, ayahnya merupakan tentara yang kebetulan bertugas menjaga keamanan di DPR. Kalau pun jujur, kata dia, pasti tak akan dibolehkan.
“Saya kayak ngelawan ayah sendiri,” katanya lirih.
Suasana unjuk rasa mahasiswa di depan gedung DPR, Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Selama kami berada di sana, wajah-wajah 'santuy' memang memadati kawasan DPR. Misalnya, kami melihat ada lima mahasiswi Universitas Tarumanegara yang baru turun dan memarkirkan mobilnya di dekat Kantor Kemenpora.
Kelimanya lalu berdiri di tengah jalan sambil berpanas-panasan. Mereka menyemangati rombongan mahasiswa lain yang tengah membuat border. Salah satu dari mereka menggunakan kaca mata berbentuk hati. Persis seperti yang pernah digunakan princess Syahrini.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, mereka menolak saat diminta untuk wawancara. Yang jelas, kata salah satunya, mereka hadir di lapangan untuk mendukung gerakan mahasiswa.
"Kami berjuang bersama yang lain," kata salah satu dari mereka.
Mahasiswa ‘santuy’ saat demo di DPR, Selasa (24/9/2019). Foto: Rafael Ryandika/kumparan
Kisah lain datang dari Mega Iklima Haque, mahasiswi jurusan Manajemen Perbanas Institute. Dalam demo di DPR, ia mengaku mendapat restu orang tua. Kampusnya pun tak melarang mahasiswa untuk ikut berdemonstrasi.
“Orang tua setuju. Ya mahasiswa harus ikutlah. Enggak melarang, malah dukung. Nyokap nelpon terus dari tadi,” kata Mega.
Mega Iklima Haque (Kanan), Mahasiswi Perbanas Intitute. Foto: Rafael Ryandika/kumparan
Mega sendiri juga bukanlah pejabat di organisasi kampus. Ia merupakan mahasiswa yang sebelumnya tidak pernah ikut demonstrasi. lebih ke jenis mahasiswa yang ‘kuliah pulang, kuliah pulang). Baru pada demo di DPR, Selasa (24/9) lalu, ia merasakan pedihnya gas air mata dan dikejar-kejar aparat.
ADVERTISEMENT
“Hampir pingsan. Mata, tenggorokan, hidung, sakit banget. Sampai enggak bisa melihat,” kata dia
Meski demikian, mahasiswi semester 7 itu mengaku, tak menyesal mengikuti aksi. Bagi dia, demo di DPR merupakan ikhtiar menyelamatkan demokrasi. Apalagi, kesadarannya tentang politik datang dari ide-ide feminisme yang ia baca. Yang menurutnya pula, RKUHP hanya membuat susah perempuan,
“Ini RKUHP udah ngawur banget. Kita enggak bisa diam aja,” tegasnya.
Poster poster nyeleneh saat demo di DPR. Foto: Andreas Ricky/kumparan
Ribuan mahasiswa yang berkumpul di DPR pun tak terbatas pada mahasiswa dari Jabodetabek. Sejumlah mahasiswa luar kota juga jauh-jauh datang ke Jakarta untuk menumpahkan kekecewaannya. Salah satunya, Aliyyah Nabilah, mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) jurusan Pendidikan Guru dan Sekolah Dasar (PGSD).
Senada dengan Mega, Aliyyah juga baru pertama kali turun ke jalan. Selama di kampus, mahasiswi semester 5 ini tergabung dalam Menwa (resimen mahasiswa). Sebuah unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang berformat semi militer.
Aliyyah Nabilah, mahasiswi UPI yang ikut berdemonstrasi di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9). Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Tentu saja, organisasinya itu tak pernah mengajarkan kadernya untuk turun ke jalan. Alih-alih demikian, Menwa biasa bertugas menjaga ketertiban dan memberi rasa aman kepada mahasiswa. Lengkap dengan seragam khasnya yang bercorak seperti tentara.
ADVERTISEMENT
Tapi kali ini, ia keluar dari zona nyamannya. Dari yang biasa merawat ketertiban, menjadi sosok yang bahkan turun sebagai peserta demonstrasi itu sendiri.
“Karena ada harga diri yang tertindas, merasa gitu sih,” kata Aliyya menjelaskan alasan turun ke Jakarta.
Suasana massa mahasiswa saat demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, pada Selasa (24/9/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Aliyya jauh-jauh datang dari Kampus UPI di Cibiru, Bandung. Ia mengatakan, ada 51 mahasiswi yang berasal dari kampus UPI Cibiru. Sementara untuk UPI keseluruhan, ada sekitar 1.000 mahasiswa yang turun. Seluruhnya dikomandoi oleh BEM. Mereka berangkat ke Jakarta dengan menggunakan bus.
Mahasiswi semester 5 itu bercerita, dia banyak diwanti-wanti oleh orang tuanya saat tahu akan ke Jakarta. Orang tuanya berpesan, agar Aliyya menghindar jika massa mulai ricuh. Pesan itu pun benar-benar ia turuti. Saat berbincang dengan kami, Aliyyah bersama rombongan tengah mundur ke sekitar Gedung TVRI.
ADVERTISEMENT
“Pokoknya kan dia pemangku kebijakan. Dengarkan suara rakyat. Itu saja,” ucapnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten