Kisah Sapto, Orang Utan Sumatera yang Sempat Tinggal di Kandang Ayam

23 Januari 2019 21:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orangutan Sapto menonjolkan kepalanya dari kandang saat hendak di rehabilitasi ke SOCP. (Foto: Rahmat Utomo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Orangutan Sapto menonjolkan kepalanya dari kandang saat hendak di rehabilitasi ke SOCP. (Foto: Rahmat Utomo/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polah Sapto sangat menggemaskan. Orang utan berusia dua tahun itu seolah mengerti pose saat sejumlah pewarta ingin memotretnya dari sebuah kandang milik Yayasan Orang Utan Sumatera Lestari-Orang utan Information Centre (OIC), pada Rabu, (23/1).
ADVERTISEMENT
Di balik keceriaannya, Sapto ternyata memiliki masa lalu yang kelam. Orang utan Sumatera itu sebelumnya pernah dipelihara oleh seorang pejabat pemerintah di Aceh Barat Daya. Selama enam bulan, Sapto tinggal di kandang ayam di rumah oknum pejabat itu.
"Saat kami ambil, Sapto berada di kandang ayam, di situ kami juga lihat bekas nasi dan ikan sisa makanannya ," ujar Krisna salah seorang staf OIC, di kantornya.
Krisna mengatakan pejabat itu menelantarkan Sapto. Saban hari, Sapto dikerangkeng dan dikasih makan seadanya. Keberadaan kandangnya pun sangat memprihatinkan. Kotoran melekat di setiap jeruji di dalam kandang.
Ketua OIC, Panut Hadisiswoyo, mengatakan lembaganya mendapat laporan dari seorang warga di Aceh soal keberadaan Sapto. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. Tim lalu menuju ke kediaman pejabat yang memelihara Sapto.
ADVERTISEMENT
Menurut Panut, sempat terjadi perdebatan sengit saat tim dari BKSDA Aceh OIC dengan pejabat tersebut saat hendak mengevakuasi Sapto. Pejabat itu, kata Panut, tak ingin melepaskan Sapto. Dia meminta ganti rugi karena telah membeli dan memelihara orang utan itu selama enam bulan.
Orangutan Sapto  saat berada di kandang ayam. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Orangutan Sapto saat berada di kandang ayam. (Foto: Dok. Istimewa)
"Namun tim di lapangan bersama BKSDA Aceh bertindak tegas dan mengancam akan melaporkan mereka ke pihak berwajib," ujar Panut. "Mereka akhirnya menyerah, dan menyerahkan Sapto ke kami."
Panut menyayangkan oknum pejabat itu tidak paham bahwa memelihara orang utan bisa dijerat pidana. Dasar hukumnya tertuang dalam Pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Hal yang lebih memprihatinkan lagi, kata Panut, memelihara satwa dilindungi di sejumlah daerah di Sumatera, khususnya Aceh, merupakan suatu hal yang biasa. "Mereka senang memelihara saat kecil, bisa tinggal di rumah. Namun ketika sudah besar orang utan ditelantarkan. Ini sering terjadi."
Petugas OIC saat berinteraksi dengan Sapto di dalam kandangnya saat hendak dibawa ke SOCP. (Foto: Rahmat Utomo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas OIC saat berinteraksi dengan Sapto di dalam kandangnya saat hendak dibawa ke SOCP. (Foto: Rahmat Utomo/kumparan)
Panut mengatakan berdasarkan data yang dimilikinya, jumlah populasi orang utan di Aceh Barat Daya awalnya ada 3.000 ekor. Namun jumlahnya menurun drastis menjadi 200 ekor lantaran saat ini daerah itu mayoritas lahannya berubah menjadi perkebunan sawit.
ADVERTISEMENT
Sapto kini bisa bernafas lega. Tim OIC akan merehabilitasinya dan membawa ke tempat karantina di The Sumateran Orang Utan Conservation Programme (SOCP) yang berlokasi di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.
Dokter hewan dari OIC, Zulhelmi, mengatakan kondisi Sapto kini mulai membaik. Sebelumnya, kata Zulhelmi, orang utan itu mengalami malnutrisi dan stres.