news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Seorang Difabel di Medan yang Kini Jadi Pelukis

11 September 2018 7:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Prayoga, penyandang disabilitas yang jadi pelukis (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Prayoga, penyandang disabilitas yang jadi pelukis (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
ADVERTISEMENT
Keterbatasan tidak menjadi alasan Ahmad Prayoga (21) dalam berkarya dan tetap semangat untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang pelukis handal. Hari-harinya pun senantiasa ditemani oleh sebuah meja kecil lengkap dengan kanvas atau kertas putih kosong, kuas, dan cat berbagai warna.
ADVERTISEMENT
Dengan tekun dan teliti, pemuda yang akrab disapa Yoga ini menggunakan mulutnya untuk menghasilkan sebuah karya. Bukan tanpa sebab ia tak menggunakan tangannya, sebuah peristiwa tragis menyebabkan pria lulusan SMK Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, itu kehilangan kedua tangan dan kakinya.
Yoga menceritakan bahwa 3 tahun yang lalu, tidak lama setelah lulus SMK, tersetrum listrik saat bekerja di sebuah perusahaan swasta di Aek Kanopan sehingga kedua tangan dan kakinya dengan terpaksa harus diamputasi. Dengan senyum simpul, ia mengaku sempat mengalami stres berat dan depresi pada 5 bulan pertama.
"Saya bingung dan putus asa waktu itu. Karena saya enggak tahu lagi apa yang bisa saya lakukan," tutur Yoga kepada kumparan, Senin (10/9).
Ahmad Prayoga, penyandang disabilitas yang jadi pelukis (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Prayoga, penyandang disabilitas yang jadi pelukis (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Setelah 5 bulan melalui masa depresi, pemuda lulusan jurusan teknik mesin itu kemudian memaksakan dirinya untuk bangkit dan tidak menyerah pada keadaan. Dalam hal ini, bagi Yoga, kedua orang tuanya yang menjadi motivasi besar.
ADVERTISEMENT
"Cuma enggak mungkin saya berlama-lama terpuruk, saya harus menemukan cara untuk bangkit," ucap Yoga sembari tersenyum.
Hingga akhirnya Yoga bergabung dengan sebuah komunitas untuk bisa aktif bersosial dan mencari minat dan bakatnya. Saat itulah ia mulai mengenal cara melukis. Pada masa awal berlatih, ia sempat mengalami kesulitan dan kaku untuk membuat menciptakan sebuah lukisan. Maklum saja, karena sebelumnya Yoga tidak pernah mengenal dunia lukis sebelumnya.
"Ya kaku, susahlah, berantakan. Cuma ya berusaha terus, sampai pelan-pelan bentuknya (lukisan) bisa terlihat," cerita Yoga.
Pada pertengahan tahun 2017, salah seorang kerabat Yoga mendorongnya untuk mulai memasarkan hasil karyanya itu. Usaha kerasnya tak sia-sia. Lukisan Yoga pun kemudian berhasil terjual hanya dengan bermodalkan iklan lewat Instagram @ahmadprayoga887.
ADVERTISEMENT
"Kalau harganya sekitar 200 ribu sampai 500 ribu gitu. Tergantung tingkat kesulitan, ukuran dan bahannya," lanjut pemuda empat bersaudara ini.
Ahmad Prayoga, penyandang disabilitas yang jadi pelukis (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Prayoga, penyandang disabilitas yang jadi pelukis (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Untuk menghasilkan sebuah lukisan, kata Yoga, waktu yang dibutuhkan cukup beragam. Untuk menyelesaikan sebuah lukisan pemandangan ia hanya membutuhkan waktu dua jam. Namun untuk melukis wajah, ia membutuh waktu berjam-jam.
Saat ini Yoga tinggal bersama dengan kedua orang tua, kakak, dan dua adik kembarnya di Jalan Makmur Pasar Gang Sido Rukun Pasar 7 Tembung, Medan. Meski hidup dengan keterbatasan, dalam beberapa kesempatan Yoga tetap menyempatkan diri untuk mengikuti kegiatan kerelawanan dan menjadi tenaga pengajar freelance di sejumlah tempat.
Yoga merupakan bukti nyata bahwa orang yang menyandang status disabilitas bukan berarti tak mampu melakukan apapun jika memiliki kemauan untuk bangkit dan berkarya.
ADVERTISEMENT