Kisah Tim Ekspedisi Undip yang Selamat dari Tsunami di Lampung

26 Desember 2018 16:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(kiri ke kanan) Dosen sekaligus ketua UKSA 387 Munasik, Dinda, Defi, Ramadhan, Reinica, Dosen Pembimbing Ita Ritniasih saat menceritakan kejadian di Pulau Legundi, Lampung. (Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
(kiri ke kanan) Dosen sekaligus ketua UKSA 387 Munasik, Dinda, Defi, Ramadhan, Reinica, Dosen Pembimbing Ita Ritniasih saat menceritakan kejadian di Pulau Legundi, Lampung. (Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan)
ADVERTISEMENT
25 mahasiswa Universitas Diponegoro yang tengah menjalani ekspedisi di Pulau Legundi, Pesawaran, Lampung, ikut menjadi korban tsunami yang menggulung Selat Sunda, Sabtu (22/12) lalu. Beruntung, mereka berhasil menyelamatkan diri dan membantu evakuasi warga sekitar.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, para mahasiswa yang terdiri dari tim ekspedisi Dwipantara Unit Kegiatan Selam 387 (UKSA-387) dan tim ekspedisi Thalassina UKM Sea Crest Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ini berniat tinggal mulai 20 hingga 30 Desember. Namun, baru dua hari, bencana datang.
Di hari nahas itu, sekitar pukul 21.30 WIB, para mahasiswa dan dosen pembimbing tengah melakukan briefing di rumah kepala desa. Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh yang diikuti air pasang. Air itu surut, namun langsung dihantam gelombang tinggi lagi hingga tiga kali.
12 Dosen dan Mahasiswa Undip di Lampung dievakuasi Polairud. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
12 Dosen dan Mahasiswa Undip di Lampung dievakuasi Polairud. (Foto: Dok. Istimewa)
Kebetulan, rumah Kepala Desa Legundi memang berdekatan dengan dermaga. Sehingga, gulungan air itu terlihat begitu jelas. Apalagi, gelombang yang datang terakhir cukup deras dan tingginya hampir mencapai atap rumah.
Para mahasiswa dan dosen pun berhamburan, berusaha menyelamatkan diri. Dinda Ayu Oktaviana (20), salah satu mahasiswa) menjadi orang yang terakhir keluar karena berusaha mengamankan barang-barang elektronik ke atas lemari terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
"Kemudian saya ikut lompati tembok, itu air sudah sepinggang. Waktu itu ada teman saya yang menyuruh pegangan tembok," tutur Dinda di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip, Semarang, Rabu (26/12).
Kondisi Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan usai terkena tsunami. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan usai terkena tsunami. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Mahasiswi semester lima itu hanya bisa berdoa sembari tetap memegang erat ujung tembok. Arus air semakin lama semakin tinggi dan kuat menghempas. Tubuhnya bahkan sudah dalam posisi vertikal karena nyaris terbawa arus dan terbanting ke kanan dan kiri mengikuti aliran air.
"Posisi itu di depan musala, dan tidak ada pegangan. Cuma ada tembok. Sekitar dua menit, air semakin deras. Saya sudah merasa ini berakhir, pegangan saya sudah hampir lepas. Di mulut hanya terucap Allahu akbar dan istighfar," ucap Dinda dengan mata berkaca-kaca.
ADVERTISEMENT
Saat itu, ia melihat kaca jendela musala sudah pecah. Dengan sedikit nekad, Dinda pun berusaha berenang menuju musala tersebut. Di dekat jendela, salah seorang rekannya, Andi, mengulurkan tangan.
Kerusakan akibat tsunami Selat Sunda di Pulau Sebesi, Provinsi Lampung. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kerusakan akibat tsunami Selat Sunda di Pulau Sebesi, Provinsi Lampung. (Foto: Dok. Istimewa)
"Ada teman saya di jendela, bantu saya. Tapi masuk ke jendela itu juga butuh waktu lama," imbuhnya.
Baru sekitar sepuluh menit kemudian, Dinda akhirnya berhasil masuk melalui jendela yang pecah itu. Di dalam, ia dan rekan-rekannya serta warga sekitar yang menyelamatkan diri ke dalam musala, menunggu air agak surut sebelum akhirnya berjalan menuju bukit.
"Saya sama Andi jalan, ketemu ibu-ibu ya kita tolong. Ketemu beberapa tema juga. Posisi gelap dan licin, banyak warga di pinggir jalan," kisah Dinda.
Kondisi di Lampung Selatan akibat diterpa tsunami. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi di Lampung Selatan akibat diterpa tsunami. (Foto: Dok. Istimewa)
Sementara itu, mahasiswa lainnya Defi Puspitasari (21) menyebut dari 500 kepala keluarga yang terdampak, ada satu orang yang meninggal dunia. Warga tersebut meninggal karena tak kuat melarikan diri dan tengah menderita stroke.
ADVERTISEMENT
"Bapak-bapak dan anggota kita yang mendatangi seorang warga saat kejadian. Tapi beliau tidak mau dievakuasi dan malah meminta kami menyelamatkan diri saja," kenang Defi.
Begitu sampai di atas bukit, para mahasiswa itu langsung memanfaatkan ilmu P3K yang mereka ketahui untuk menolong warga. Bahkan, beberapa dari mereka turun kembali ke permukiman untuk mengambil sejumlah obat-obatan dan makanan yang masih bisa digunakan.
Kondisi Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan usai terkena tsunami. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan usai terkena tsunami. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
"Kita juga bawa tas obat-obatan yang selalu ada. Kita minta warga, bilang kalau ada yang sakit. Kita akan berikan obat dan makanan," ungkap mahasiswa lainnya, Muhammad Ramadhan (20).
Setelah semalaman tinggal di tenda yang didirikan para mahasiswa dan warga sekitar, barulah bantuan dari kecematan setempat datang. Tim ekspedisi dari Undip lalu dievakuasi secara bertahap dan dipulangkan oleh Marinir dan Polairud.
12 Dosen dan Mahasiswa Undip di Lampung dievakuasi Polairud. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
12 Dosen dan Mahasiswa Undip di Lampung dievakuasi Polairud. (Foto: Dok. Istimewa)
Untuk hari ini, ada lima orang yang tiba di Semarang, yaitu Dinda, Defi, Ramadhan, Reinica Agni Puspitarini (21), serta dosen pembimbing mereka Ita Riniatsih. Meski telah dipulangkan ke rumah masing-masing untuk pemulihan, namun mereka tetap masih trauma.
ADVERTISEMENT
"Ada teman yang trauma, tapi traumanya lebih ke suara. Jadi waktu itu ada suara pintu jatuh, langsung kaget terus nangis-nangis. Nangisnya itu kepikiran warga yang masih di bawah (Pulau Legundi)," jelas Ramadhan.
(kiri ke kanan) Dosen sekaligus ketua UKSA 387 Munasik, Dinda, Defi, Ramadhan, Reinica, Dosen Pembimbing Ita Ritniasih saat menceritakan kejadian di Pulau Legundi, Lampung. (Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
(kiri ke kanan) Dosen sekaligus ketua UKSA 387 Munasik, Dinda, Defi, Ramadhan, Reinica, Dosen Pembimbing Ita Ritniasih saat menceritakan kejadian di Pulau Legundi, Lampung. (Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan)
Dosen sekaligus Ketua UKSA-387, Munasik, mengaku bersyukur karena rombongan tim ekspedisi dari Undip, termasuk empat orang alumni, selamat. Namun, saat ini para alumni tersebut masih tinggal di lokasi untuk mengumpulkan peralatan survei yang bisa diselamatkan.
"Ada alumni yang masih tinggal di sana untuk mengumpulkan peralatan-peralatan survei di sana," pungkas Munasik.