Koalisi Pejalan Kaki: Pelican Crossing Buat Jakarta Lebih Beradab

2 Agustus 2018 20:44 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, mengapresiasi langkah pemprov untuk menggunakan Pelican Crossing. (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, mengapresiasi langkah pemprov untuk menggunakan Pelican Crossing. (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti jembatan penyeberangan orang (JPO) di Jalan MH Thamrin menjadi pelican crossing menuai pro-kontra. Semisal dari Polda Metro Jaya yang menyebut mekanisme penyeberang itu jika dibuat di jalan protokol akan menyebabkan kemacetan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpendapat pelican crossing akan memberikan kenyamanan lebih untuk pejalan kaki karena tidak perlu naik dan turun tangga saat menyeberang. Pemandangan Jalan MH Thamrin dianggapnya menjadi lebih baik tanpa JPO.
Lantas bagaimana pendapat Koalisi Pejalan Kaki. Sejumlah orang yang biasa mengkritisi kebijakan pemerintah soal hak pejalan kaki ini malah mendukung kebijakan Anies.
Untuk mengetahui sebab Koalisi Pejalan Kaki mendukung dibuatnya pelican crossing, kumparan mewawancarai ketuanya Alfred Sitorus. Berikut salinan wawancaranya:
kumparan (k): Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah membuat pelican crossing, tapi polisi menyebutnya sebagai penyebab kemacetan. Jembatan penyeberangan orang (JPO) atau pelican crossing, yang mana lebih penting?
Alfred (A): Jadi yang pertama, saya mau menjawab dulu sebenarnya pilihan penyeberangan yang berkeadilan itu adalah lewat zebra cross atau pelican crossing. itu yang berkeadilan. Jadi ketika banyak kritikan terkait dengan dibangunnya pelican crossing yang baru atau zebra cross, saya kira ini terlalu. Masyarakat kita masih banyak yang belum paham.
ADVERTISEMENT
Zebra cross atau pelican crossing ini bukan barang baru. karena fasilitas ini juga sudah lama kita temukan di (Mall) Ambasador, depan Kemenhub. Yang di depan Kemenhub juga itu di depan protokol, nah jadi itu sudah bertahun-tahun, dan itu satu fasilitas di mana itu bisa menjadikan pengendara dan penjalan kaki saling mengedukasi terkait tertib lalu lintas. Karena apa? itu bisa menahan emosional para pejalan kaki dan pengendara.
Nah, yang berikutnya adalah ketika perobohan di JPO Bundaran HI banyak menuai kritikan. Sebenarnya kalau saya selaku pejalan kaki yang segar bugar sih it's oke aja, tidak masalah, tapi bagaimana dengan yang lansia? disabilitas dan ibu hamil?
Pejalan kaki gunakan pelican crossing di bundaran HI (30/7). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pejalan kaki gunakan pelican crossing di bundaran HI (30/7). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
Dari awal kami katakan, siapa yang bisa menggaransi fasilitas berkebutuhan khusus bisa mendapatkan haknya di sana? kalau ada yang bisa menggaransi ya silakan saja.
ADVERTISEMENT
Ketika masyarakat sudah sangat lama sekali digiring mindset-nya untuk memahami bahwa penyeberangan untuk jalan kaki itu hanya JPO dan underpass, di sinilah sebenernya ada penyesatan publikasi. Selama ini masyarakat hanya dicekoki kalau penyebrangan pejalan kaki itu harus di JPO. Di sinilah pola pikir masyarakat itu digiring ke sana. mindset-nya dibuat sesat.
Padahal, zebra cross itu diatur di dalam Undang-undang Lalu Lintas nomor 22 tahun 2009 bahwa fasilitas penyeberangan pejalan kaki yaitu zebra cross, JPO, dan juga terowongan penyeberangan orang. Sebenernya salahnya zebra cross dengan pelican crossing ini di mana? Saya kira ketika kota mau menuju kota humanis dan beradab, saya kira sudah saatnya pejalan kaki dibuat berkeadilan di jalan.
Sejumlah warga saat menggunakan Pelican Crossing untuk menyeberangi jalan raya di kawasan Tebet, Jakarta, Kamis (26/7). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga saat menggunakan Pelican Crossing untuk menyeberangi jalan raya di kawasan Tebet, Jakarta, Kamis (26/7). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
k: Pelican crossing masih dalam tahap perbaikan, apa yang harus diperbaiki?
ADVERTISEMENT
A: Jadi begini, kita juga barus berhenti berpikir bahwa pelican crossing adalah biang kemacetan. Tidak adanya fasilitas pelican crossing sebelumnya Jalan Thamrin juga sudah macet.
Nah, ini sebenernya bahwa Jakarta ini tidak butuh lagi kecepatan, karena Permenhub Nomor 111 sudah mengatur batas kecepatan di dalam kota. Masyarakat dalam kota berkendara sudah tidak boleh lagi berkendara motornya itu di atas 50 kilometer per jam, karena di dalam kota itu maksimum 50 kilometer per jam. Jadi yang perlu itu adalah sirkusasi mobilisasinya si para pengendara itu bisa dibuat rencana.
Dengan adanya pelican crossing, ini sebenernya ruang-ruang tunggu pejalan kaki dan para pengendaranya diatur. Sampai saat ini kita harus berhenti untuk menggiring opini bahwa dengan dibuatnya zebra cross adalah salah satu penyebab kemacetan
ADVERTISEMENT
Saya kira fokusnya polisi jangan hanya mengatur kendaraan bermotor, tapi harus mengatur pejalan kaki, karena di UU Lalu Lintas juga diatur bahwa ada hak dan kewajiban pejalan kaki, dan para pejalan kaki juga ada di jalan raya.
Jadi selama ini kami menyesalkan bahwa kepolisian hanya mengatur lalu lintas. Lalu lintas bukan hanya pengendara, lalu lintas ada para pesepeda, pejalan kaki yang harus diatur flownya untuk menyeberang. Jadi jangan menggiring opini masyarakat bahwa fasilitas penyeberang jalan hanya JPO dan underpass, supaya berkeadilan.
Kalau saya tanya teman-teman di kepolisian, JPO-JPO di Jakarta itu ada yang bisa menggaransi tidak? bahwa orang berkebutuhan khusus juga bisa akses? Nah, itu. jangan menyesatkan pejalan kaki, pelican crossing biang macet, karena kota ini tidak ditinggali oleh kendaraan saja. Ada manusia yang harus difasilitasi. Kalaupun ada yang bilang sisi negatifnya, harus kita giring mindsetnya untuk memfasilitasi manusia.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tinjau Pelican Crossing Bundaran HI (30/7). (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tinjau Pelican Crossing Bundaran HI (30/7). (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
Kemarin saya lewat sana sebelum naik KRL. Di sana itu ada beberapa koreksi, dari mulai harusnya dibuatkan marka zig zag, supaya pengendara tidak mengetem lagi di sana. Ojek online dan taksi online yang menurunkan penumpang di tengah jalan, kan bisa berhentinya di dalam gedung atau tempat yang memang lalu lintasnya lancar. ini bisa ngurai macet.
ADVERTISEMENT
Yang perlu diatur adalah timingnya, seharusnya diatur. Ketika kita bertanya masyarakat di sana bahwa lebih suka mana menyeberang di zebra cross dengan pelican atau jpo. Masyarakat rata-rata seneng di bawah, karena tidak perlu lagi susah-susah naik ke atas jembatan. Jadi saya kira jangan lagi selalu memikirkan berkendara saja, karena tenaga nasi dengan tenaga bahan bakar jangan disamakan.
Suatu saat kita akan lansia. Itu bagaimana? Jadi jangan juga nanti ada JPO yang tidak access, pada saat dulu kita masih muda kita bilang bagus, ketika sudah lansia, jangan pernyataan diubah. Maka kita harus rubah pola pikir.
Kalau program pemerintah bagus kita harus support, tapi kalau keliru kita harus revisi habis-habisan. Siapapun Pemimpin DKI bagi Koalisi Pejalan kaki tidak jadi ukuran. Ketika itu program yang membela pejalan kaki, ya harus didukung.
ADVERTISEMENT
JPO yang di antara Prapatan Kuningan dan Mampang sudah dihapus, yang dibangun underpass untu kendaraan. Kenapa sebelumnya tidak ada yang ribut? Jadi, kalau temen-temen polisi bilang itu biang macet, yang di jalan bebas hambatan juga masih macet.
Kenampakan Patung HI Setelah JPO Dicabut (31/7). (Foto: Yuana Fatwallah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kenampakan Patung HI Setelah JPO Dicabut (31/7). (Foto: Yuana Fatwallah/kumparan)
Rambu dan marka yang dibangun sekarang itu diatur dalam undang-undang, kecuali itu tidak diatur undang-undang. Silakan saja dihapus kembali, tapi ini diatur dalam Undang-undang Lalu Lintas, ada JPO, zebra cross, TPO.
Kalaupun yang kemarin polisi bilang tidak diajak koordinasi saat bongkar JPO, ya buat apa? Itu penyeberangan, itu buat pejalan kaki, yang bangun bukan semata-mata harus dikoordinasikan. Kalau dibangunnya di mana posisi itu yang saat diajak koordinasi polisi itu adalah bagaimana sebuah infrastruktur dibangun, dan diatur lalu lintasnya. Bukan bagaimana polisi harus mengesahkan bahwa ini pejalan kaki harus seizin polisi. Tidak seperti itu.
ADVERTISEMENT
Jadi koalisi pejalan kaki menyatakan sikap bahwa justru harus lebih banyak dibuatkan pelican crossing dan zebra cross di Jakarta. Kalau bicara para pengendara dan pejalan kaki tidak tertib, ya kita harus edukasi. dan para pengendara yang sebelumnya sudah punya SIM, jangan-jangan SIM-nya tidak diamalkan dengan baik
k: Kira-kira apa yang harus dikoreksi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta? Ada orang yang masih belum mengerti kalau pelican crossing harus dipencet, misal.
A: Pertama dari sisi infrastruktur pelicannya memang masih ada yang harus dikoreksi. Ruang tengahnya harusnya dibuat letter z untuk menghindari pejalan kaki langsung menyeberang ketika waktunya sudah mendekati tiga detik. seperti yang di depan Balai Kota. Lalu bintang kejutnya harusnya ditambah, agar para pengendara dari 100 atau 70 m sudah melambatkan laju kendaraannya pada saat melihat kondisi dari mulai hijau ke merah dan kesempatan pejalan kaki.
ADVERTISEMENT
Ini hanya 15 detik lho, seakan akan membuat kota ini jadi macet. Lucu lho ini. saya kira teman-teman yang berpikir seperti itu, tolong diajak jalan-jalan, piknik, untuk melihat pelican crossing di negara negara luar. Tidak usah yang maju, Singapura atau Malaysia saja, atau Surabaya saja banyak. Jadi saya perlu pemahaman bersama bahwa ini bukan fasilitas yang baru. Ini membuat kota lebih beradab dan humanis.