Kode Suap Hakim Pengadilan Negeri Medan: Ratu Kecantikan

29 Agustus 2018 14:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK, Agus Rahardjo di Gedung KPK. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK, Agus Rahardjo di Gedung KPK. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap 8 orang di Pengadilan Negeri Medan pada Selasa (28/8). Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan dan tiga hakim lainnya yang salah satunya adalah Wakil Ketua PN yang juga hakim Pengadilan Tipikor Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo.
ADVERTISEMENT
Usai gelar perkara, KPK hanya menetapkan satu orang hakim sebagai tersangka yakni Merry Purba yang merupakan hakim adhoc tipikor PN Medan. Merry diduga menerima uang suap sebesar SGD 280 ribu dari seorang pengusaha bernama Tamin Sukardi.
Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, dalam pemberian uang suap tersebut, terdapat penggunaan sandi dan kode untuk menyamarkan perbuatan suap tersebut. Agus menyebut, beberapa sandi dan kode yang muncul yakni pohon dan ratu kecantikan.
"KPK mengidentifikasi penggunaan sandi dan kode dalam komunikasi dalam perkara ini seperti pohon yang berarti uang dan kode untuk nama hakim seperti ratu kecantikan," ujar Agus dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/8).
Dalam kasus ini, selain menetapkan Merry sebagai tersangka, KPK juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya. Tiga orang tersebut yakni Helpandi, Tamin Sukardi, Hadi Setiawan.
ADVERTISEMENT
Helpandi merupakan panitera pengganti di PN Medan. Adapun, Tamin adalah terdakwa kasus korupsi yang diduga menyuap Merry terkait vonis terhadap dirinya. Sementara Hadi adalah orang kepercayaan Tamin.
Hakim Pengadilan Negeri Medan Merry Purba tiba di gedung KPK, Rabu (29/8/18). (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Pengadilan Negeri Medan Merry Purba tiba di gedung KPK, Rabu (29/8/18). (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Tamin di PN Medan yakni penjualan lahan perkebunan bekas Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara II.
Dalam perkara itu, Tamin telah divonis bersalah dan dihukum selama 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 132 miliar. Namun saat pembacaan putusan, hakim Merry menyatakan dissenting opinion terhadap vonis tersebut.
Merry dan Helpandi selaku pihak yang diduga menerima suap disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
Sementara, Tamin dan Hadi selaku pihak yang diduga pemberi suap disangkakan dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.