'Kok Bu Susi Boleh Tenggelamkan Kapal, Saya Tak Boleh Nyuntik Orang?'

12 Januari 2018 19:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2017 Kementerian Kesehatan RI mencatat ada 954 kasus difteri yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Virus yang menyerang selaput lendir hidung dan tenggorokan itu menyebabkan sedikitnya 44 orang meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Awal tahun ini Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan pihaknya akan melakukan pemberian ulang vaksin difteri atau Outbreak Response Imunization (ORI) hingga 80 persen, untuk mencegah kenaikan jumlah masyarakat yang terjangkit difteri.
Dalam diskusi bertema Imunisasi, Difteri, dan Gerakan Antivaksin, Nila mengimbau masyarakat terutama para orang tua, berperan mengarahkan anak-anaknya untuk mengikuti imunisasi difteri.
"Anggarannya ini saja sudah begitu besar karena suntik vaksinnya diberikan gratis kepada masyarakat. Namanya kalau anak kan tidak bisa bicara, kita sebagai orang tua harus bijak," papar Nila di Gedung Kemkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/1).
Namun ada tantangan baru yang dihadapi Kemenkes dalam program imunisasi ini, yaitu pro dan kontra kehalalan vaksin. Pihak yang kontra beralasan, vaksin mengandung zat gelatin babi sehingga haram digunakan. Sementara pihak yang pro menilai dari sudut pandang manfaat yang dihasilkan dari pemberian vaksin.
ADVERTISEMENT
Nila tak memungkiri, pro dan kontra tersebut mengakibatkan sejumlah warga enggan mengikuti imunisasi.
"Betul, masalah kehalalan itu kita sangat konsen terhadap masalah tersebut. Namun, tolong jangan hanya pikirkan vaksin. Bayangkan saja kalau ini semua dianggap tidak halal ya kita mau apa ini, kalau kita sakit tidak bisa diobatin, tolong pikirkan," papar Nila.
"Kalaupun nanti diuji kehalalannya, ini harus diuji dulu, betapa enggak gampang itu. Diriset lagi, habis waktu. Sementara kita enggak punya obat, matilah kita," imbuhnya.
Untuk kelancaran program imunisasi difteri, kata Nila, Kemenkes akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar setiap anak yang akan masuk sekolah disuntik vaksin terlebih dahulu.
"Bukan artinya yang belum imunisasi tidak bisa masuk sekolah, bukan. (Namun) suntik dia sebelum masuk sekolah," kata Nila.
ADVERTISEMENT
"Kok Bu Susi boleh tengggelamin kapal, saya enggak boleh nyuntik orang? Percuma saya sekolah dokter dan jadi menteri," sambung Nila setengah bercanda.
Nila menambahkan, program penyuntikan vaksin difteri ini adalah pekerjaan yang rumit dan butuh waktu panjang, sebab menjangkau banyak orang. Maka Nila berharap masyarakat tidak menyia-nyiakan imunisasi yang digelar Kemenkes.
"Tolong bayangkan kami ini melakukan ORI berapa ini (biayanya)? Ini uang pemerintah. Jadi saya kira, betul-betul kita memikirkan," ucapnya.
Pada 12 Desember 2017, Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid menjelaskan hingga saat ini LPPOM MUI belum menerbitkan sertifikat halal terkait imunisasi difteri.
"Sampai saat ini LPPOM MUI belum pernah menerima pendaftaran dan permintaan pemeriksaan kehalalan vaksin difteri dari pihak mana pun. Sehingga MUI belum pernah menerbikan sertifikasi halal terhadap vaksin tersebut," kata Zainut.
ADVERTISEMENT