news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Komisi III Diduga Sejak Awal Sudah Sepakat Firli Jadi Ketua KPK

13 September 2019 11:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irjen Firli Bahuri menjalani uji kepatutan dan kelayakan capim KPK di Komisi III DPR RI, Jakarta, Kamis (12/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irjen Firli Bahuri menjalani uji kepatutan dan kelayakan capim KPK di Komisi III DPR RI, Jakarta, Kamis (12/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang baru menuai sorotan dan kritikan dari berbagai pihak. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai terpilihnya Firli sebagai salah satu pimpinan KPK telah terpetakan, bahkan sebelum proses fit and proper test di DPR.
ADVERTISEMENT
Menurut Lucius, sejak awal seluruh fraksi di DPR diduga telah sepakat dengan sosok Firli, untuk mengisi jabatan orang nomor satu di lembaga antirasuah tersebut.
"Saya kira pemilihan Firli sebagai Ketua KPK yang dilakukan secara musyawarah menunjukkan bahwa sosok ini sesungguhnya sudah sejak awal disetujui oleh semua fraksi di DPR," ujar Lucius saat dihubungi, Jumat (13/9).
Lucius menyebut, dengan adanya kesepakatan sejak awal, maka proses fit and proper test yang diadakan DPR hanyalah formalitas yang berlaku untuk 10 capim KPK.
"Bahkan sosok pimpinan lainnya pun juga nampak sudah di-setting sejak awal semuanya. Proses fit and proper test Komisi III hanya semacam basa-basi formalistik demi mengesahkan apa yang sebenarnya sudah disepakati sejak semula," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Dengan latar seperti itu, kita tak perlu kaget dengan sosok-sosok yang akhirnya diumumkan sebagai pimpinan KPK," imbuhnya.
Lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Foto: Nugroho Sejati/kumparan, Fanny Kusumawardhani/kumparan, Irfan Adi Saputra/kumparan, Antara Foto/Aditya Pradana Putra
Bentuk rekayasa juga dinilainya telah terbentuk sejak proses awal seleksi pemilihan capim KPK. Hal itu terlihat dari rekayasa penentuan sosok pimpinan KPK yang tersirat dari kriteria yang disodorkan Komisi III. Yakni di mana capim harus menunjukkan persetujuan pada agenda revisi UU KPK, dan isu-isu krusial lainnya yang diinginkan DPR.
"Dukungan capim pada revisi UU KPK dan isu-isu krusial adalah kartu mati bagi para capim agar terpilih. Apalagi untuk semua janji para capim, mereka harus siap diikat oleh kontrak politik dengan Komisi III," ujar Lucius.
Sehingga, lima pimpinan KPK yang baru dinilai hanyalah proyeksi atau pantulan sikap dan wajah DPR yang ingin upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dilemahkan.
ADVERTISEMENT
Lucius juga menyoroti kontrak politik antara 10 capim KPK dengan Komisi III. Ia memandang kontrak tersebut dimanfaatkan sebagai alat kontrol politik, sekaligus menjadikan pimpinan KPK sebagai kaki tangan DPR.
Anggota komisi III DPR melakukan voting saat proses pemilihan calon Pimpinan KPK di Komisi III, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/09/2019). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
"Sebagai pengontrol, DPR tentu saja terbebaskan dari teror penangkapan oleh KPK setiap kali mereka melakukan korupsi. Ini sekaligus menjadi era baru DPR, era bebas korupsi," tuturnya.
Dengan terpilihnya lima pimpinan KPK baru, Lucius menyampaikan tak ada lagi optimisme dalam agenda pemberantasan korupsi ke depan.
"Saya kira dari semua proses itu, hasil akhir berupa lima wajah baru pimpinan KPK tak bisa memberikan optimisme pada pemberantasan korupsi ke depan," tutup Lucius.
Dalam voting yang berjalan usai proses fit and proper test pada Kamis (12/9) malam, Firli memperoleh suara terbanyak yakni 56 suara. Ia terpilih menjadi Ketua KPK periode 2019-2023 secara aklamasi.
ADVERTISEMENT
Selain Firli, empat orang lainnya yang terpilih adalah Alexander Marwata (53 suara), Nurul Ghufron (51 suara) Nawawi Pomolango (50 suara), dan Lili Pintauli Siregar (44 suara).