Komnas HAM: Ujaran Kebencian Bukan Kebebasan Berpendapat

9 Agustus 2019 17:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi terkait demokrasi dan HAM di kantor Komnas HAM, Jumat (9/8). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi terkait demokrasi dan HAM di kantor Komnas HAM, Jumat (9/8). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Ujaran kebencian menjadi salah satu kasus yang menjerat banyak pihak, khususnya saat penyelenggaraan Pilpres 2019. Sebagian orang menilai penangkapan orang-orang dengan kasus ujaran kebencian merupakan bentuk menghalangi kebebasan berpendapat di era demokrasi.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Komisioner Komnas HAM Amiruddin menegaskan bahwa ujaran kebencian bukanlah kebebasan berpendapat.
“Ujaran kebencian adalah ujaran kebencian, bukan kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat adalah satu upaya yang dibangun dengan cara yang nalar, jadi kita mesti mengatakan bahwa ujaran kebencian bukan kebebasan berpendapat,” ujar Amiruddin dalam diskusi mengenai demokrasi dan HAM, di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (9/8).
Amir memberi contoh terkait batas antara kedua hal itu. Jika ujaran tersebut menyerang langsung pribadi orang lain, hal itu bisa dikategorikan ujaran kebencian.
“Contoh, kalau orang menyerang soal personal, background etnik orang, agama orang, ya, itu ujaran kebencian. Batasannya apa dalam konteks hak sipil politik? Apakah dia menganjurkan violence atau tidak? Kalau itu yang dia lakukan, dia mengancam demokrasi dan HAM,” ujar Amir.
ADVERTISEMENT
“Kebebasan berpendapat itu harus bertanggung jawab terhadap pendapatnya, nah, itulah HAM. Kebebasan berpendapat itu dibatasi oleh kebebasan berpendapat orang lain, hakmu dibatasi oleh hak orang lain,” lanjutnya.
Diskusi terkait demokrasi dan HAM di kantor Komnas HAM, Jumat (9/8). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Menurut Amir, perkembangan teknologi komunikasi membuat potensi timbulnya ujaran kebencian menjadi hal yang tak terhindarkan. Melalui media sosial, ujaran tersebut bisa bergerak cepat tanpa disadari.
“Berkembangnya satu teknologi komunikasi yang ada di tangan Anda semua, ini yang jadi tantangan di berbagai belahan dunia sekarang. Hari ini orang bisa membangunkan suatu kebencian yang luar biasa, tanpa kita sadari dia sudah bergerak demikian jauh,” ujarnya.
“Tantangan kita ke depan, bagaimana seluruh perangkat demokrasi kita ini menyesuaikan atau mengimbangi perkembangan perubahan moda komunikasi. Supaya seluruh perangkat ini tidak ketinggalan dari modanya,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Aturan yang membahas tentang ujaran kebencian dikeluarkan Polri pada 8 Oktober 2015. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech).
Dalam surat itu, disebutkan bahwa ujaran kebencian adalah segala tindak tanduk dalam bentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, hasutan, serta penyebaran berita bohong yang memiliki tujuan dan bisa membuahkan tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, hingga konflik sosial.