Komnas HAM: Ujaran Kebencian di Indonesia Berbasis Sentimen Keagamaan

28 Maret 2018 15:02 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi ujaran kebencian-ancaman konflik sosial. (Foto: Rafyq Alkandy Ahmad Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi ujaran kebencian-ancaman konflik sosial. (Foto: Rafyq Alkandy Ahmad Panjaitan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ujaran kebencian masih menjadi topik perbincangan hangat di tengah masyarakat, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Dan di tahun politik ini, diprediksi akan semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Komisioner Komnas HAM, Mochammad Choirul Anam, mengatakan bahwa basis syiar kebencian yang sedang marak di Indonesia saat ini berbasis pada sentimen keagamaan.
"Syiar kebencian ini memang basisnya keagamaan," kata Choirul dalam diskusi publik bertajuk 'Ujaran Kebencian dalam konstelasi politik dan Ancaman Konflik Sosial' di Aula Nurcholis Majid, Universitas Paramadina, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (28/3)
Choirul menambahkan bahwa setelah keagamaan, basis kedua dari syiar kebencian adalah terkait ras (warna kulit), setelah itu etnisitas. Yang menurutnya, penegakan hukum pada kasus tersebut tidak berjalan dengan baik.
Ilustrasi ujaran kebencian. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ujaran kebencian. (Foto: Pixabay)
"Syiar kebencian memang masih dominan terkait dengan keagamaan. Kedua ras, etnisitas, China macam-macam itu. Problemnya dalam berbagai catatan kami, yang menjadi domainnya Komnas HAM, tidak diselesaikan dengan baik," ujar Choirul.
ADVERTISEMENT
Choirul memberi contoh spesifik penegakan hukum dalam menangani kasus ujaran kebencian. Ia memberi contoh kasus obor rakyat di Pilpres 2014. Menurutnya, sanksi hukum tidak memberikan efek jera.
"Tidak ada law enforcement dalam kontestasi politik sehingga tidak ada pencerahan di situ. Kasus obor rakyat misalnya, itu kasus kayak pidana biasa saja 3-4 tahun saja (hukumannya). Padahal kerusakan yang ditimbulkan Obor rakyat itu luar biasa, bahkan menguap di Pilgub DKI," pungkasnya.