Komnas Perempuan Sesalkan Polisi yang Hentikan Kasus Baiq Nuril

8 Juli 2019 16:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Komnas Perempuan terkait penolakan PK Baiq Nuril di kantor Komnas Perempuan, Senin (8/7). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Komnas Perempuan terkait penolakan PK Baiq Nuril di kantor Komnas Perempuan, Senin (8/7). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Komnas Perempuan menyesalkan keputusan Polri yang menghentikan penyidikan atas dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Muslim kepada Baiq Nuril. Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni menilai Polri, dalam hal ini Polda NTB, tidak mampu menerjemahkan batasan perbuatan cabul yang terdapat dalam KUHP.
ADVERTISEMENT
“Ketika Polri hanya memahami perbuatan cabul seharusnya perbuatan yang dilakukan dengan kontak fisik, maka korban dari kasus-kasus kekerasan seksual, terutama pelecehan seksual nonfisik, tidak akan pernah terlindungi,” kata Budi saat konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/7).
Baiq Nuril melalui tim pengacaranya pada pertengahan November 2018 melaporkan Muslim dengan dugaan pelanggaran Pasal 294 ayat 2 KUHP tentang perbuatan cabul. Dalam laporannya, Baiq juga mencantumkan salinan putusan Pengadilan Negeri Mataram pada 26 Juli 2017. Putusan itu menyatakan bebas dari seluruh tuntutan jaksa terkait rekaman pembicaraannya dengan Muslim.
Konferensi pers Komnas Perempuan terkait penolakan PK Baiq Nuril di kantor Komnas Perempuan, Senin (8/7). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Namun, penyidikan itu dihentikan karena penyidik menilai tidak cukup bukti.
Budi mengatakan polisi menilai pelecehan seksual jika ada kontak fisik. Sedangkan kasus pelecehan yang menimpa Baiq baru sebatas verbal, sehingga kasus tersebut dihentikan.
ADVERTISEMENT
“Ketidakmampuan Polri dalam mengenali pelecehan seksual nonfisik sebagai bagian dari perbuatan cabul telah mengakibatkan hilangnya hak konstitusional seorang perempuan Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum,” kata Budi.
Kasus antara Baiq dan Muslim bermula pada tahun 2017. Pada saat itu, Baiq mengaku merasa risih dengan Muslim, atasannya, karena sering menelepon dan menceritakan pengalaman hubungan seksualnya dengan perempuan lain. Baiq kemudian merekam pembicaraannya untuk membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan Muslim.
Rekaman itu kemudian menyebar sampai ke Dinas Pendidikan Kota Mataram. Muslim merasa terganggu. Dia kemudian melaporkan Baiq ke polisi atas pelanggaran UU ITE. Laporan Muslim itu justru membuat kasus Baiq sampai ke meja hijau.
Mahkamah Agung melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Baiq kemudian mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Namun PK tersebut ditolak.