Kongkalikong Restitusi Pajak Rp 7,7 Miliar yang Berujung Suap

15 Agustus 2019 18:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang Foto: Fanny Kusumawrdhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang Foto: Fanny Kusumawrdhani/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap restitusi pajak PT Wahana Auto Ekamarga (WAE) tahun pajak 2015 dan 2016. Restitusi merupakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh negara ke wajib pajak.
ADVERTISEMENT
Lima orang itu yakni Komisaris Utama PT WAE, Darwin Maspolim; Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Tiga, Yul Dirga; supervisor tim pemeriksa pajak PT WAE pada KPP PMA Tiga, Hadi Sutrisno; Ketua tim pemeriksa pajak PT WAE, Jumari; dan anggota tim pemeriksa pajak PT WAE, M. Naim Fahmi.
"Tersangka DM (Darwin), pemilik saham PT WAE, diduga memberi suap sebesar Rp 1,8 miliar untuk YD (Yul), HS (Hadi), JU (Jumari), dan MNF (Naim) agar menyetujui pengajuan restitusi pajak PT WAE tahun pajak 2015 sebesar Rp 5,03 miliar dan tahun pajak 2016 sebesar Rp 2,7 miliar," ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/8).
Ilustrasi pajak Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Kasus bermula ketika PT WAE yang merupakan dealer resmi mobil merk Jaguar, Land Rover, Bentley, dan Mazda menyampaikan SPT Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dengan mengajukan restitusi sebesar Rp 5,03 miliar. Atas pengajuan restitusi itu, KPP PMA Tiga melakukan pengecekan ke lapangan.
"Dari hasil pemeriksaan, tersangka HS menyampaikan kepada PT WAE bahwa hasil pemeriksaan bukan Lebih Bayar, melainkan Kurang Bayar," ucap Saut.
Hadi lantas menawarkan bantuan ke Darwin untuk menyetujui restitusi dengan imbalan di atas Rp 1 miliar. Terhadap penawaran itu, Darwin menyetujuinya. Kemudian pihak PT WAE mencairkan uang dalam dua tahap dan menukarkan dalam bentuk USD.
"Pada April 2017 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi sebesar Rp 4,59 miliar. SKPLB tersebut ditandatangani oleh tersangka YD sebagai Kepala KPP PMA Tiga," jelas Saut.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pada awal Mei 2017, salah satu staf PT WAE menyerahkan uang pada Hadi di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Barat sebesar USD 73.700 atau sekitar Rp 1,05 miliar. Uang itu dikemas dalam sebuah kantong plastik hitam.
"Uang tersebut kemudian dibagi HS pada YD dan tim pemeriksa yaitu JU dan MNF sekitar USD 18,425 per orang," kata Saut.
Ilustrasi KPK Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Saut menyebut pada tahun 2016, PT WAE kembali mengajukan restitusi pajak sebesar Rp 2,7 miliar. Kemudian Yul menandatangani surat pemeriksaan lapangan dengan Hadi sebagai salah satu tim pemeriksa.
Saat proses klarifikasi, Hadi memberitahu pihak PT WAE bahwa terdapat banyak koreksi sehingga yang seharusnya Lebih Bayar menjadi Kurang Bayar.
ADVERTISEMENT
"Dalam pertemuan berikutnya, tersangka HS kembali menawarkan bantuan dan meminta uang Rp 1 miliar," kata Saut.
Atas permintaan itu, pihak PT WAE tidak setuju. Sehingga kemudian Hadi membicarakan negosiasi fee dengan atasannya, Yul.
Keduanya menyepakati meminta ke PT WAE Rp 800 juta. Selanjutnya pihak PT WAE kembali menggunakan sarana money changer untuk menukar uang rupiah menjadi USD.
"Pada Juni 2018 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan yang ditandatangani oleh tersangka YD, menyetujui restitusi sebesar Rp 2,77 miliar," ucap Saut.
Saut mengatakan, dua hari setelah terbitnya SKPLB itu, pihak PT WAE menyerahkan uang USD 57.500 atau sekitar Rp 819 juta pada Hadi di toilet pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
"Uang tersebut kemudian dibagi HS pada tim pemeriksa yaitu JU dan MNF sekitar USD 13.700 untuk setiap orang. Sedangkan YD mendapatkan USD 14.400," tutup Saut.
Atas perbuatan tersebut, Darwin sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Adapun Yul, Hadi, Jumari, dan Naim sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.