Konsultan Lippo Group Akui Ada Uang Pelicin untuk Urus Amdal Meikarta

13 Februari 2019 20:57 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proyek Meikarta. Foto: ANTARA FOTO/Risky Andrianto
zoom-in-whitePerbesar
Proyek Meikarta. Foto: ANTARA FOTO/Risky Andrianto
ADVERTISEMENT
Konsultan Lippo Group, Fitradjaja Purnama, mengaku ada uang pelicin yang dikeluarkan untuk mengurus izin Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) proyek Meikarta.
ADVERTISEMENT
Hal itu dikatakan Fitra saat bersaksi untuk terdakwa Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, serta dua pegawai Lippo Group Henry Jasmen dan Taryudi dalam kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (13/2).
"(Pemberian suap) setelah SKKL terbit. Itu di lebaran (2018)," kata Fitra.
Uang suap itu, kata Fitra, diberikan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Daryanto. Namun ia tak mengetahui nominalnya karena pemberian suap itu dilakukan oleh Henry Jasmen dan Taryudi.
Fitra menuturkan, saat itu Daryanto meminta uang dengan alasan untuk diberikan kepada anak buahnya di Dinas LH. Sebab menurut Daryanto, penerbitan SKKLH untuk Meikarta membutuhkan energi yang sangat besar.
Konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama tiba untuk menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (27/11). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Awalnya karena memang Daryanto mengajak bertemu. Dalam pertemuan Daryanto minta untuk ada perhatian, karena ini kerja berat untuk anak-anak. Tapi (pemberian) bukan serta merta saat itu (juga). Saya lupa sebelum puasa atau saat puasa yang jelas pemberian itu sekitar lebaran dari Taryudi atau Henry yang kasih tahu saya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan dakwaan, pemberian uang kepada Daryanto itu dilakukan sebanyak tiga kali. Pemberian pertama terjadi di parkiran Giant Jababeka. Saat itu Henry datang menemui Daryanto dan menyerahkan bungkusan plastik warna hitam yang berisi uang sejumlah Rp 200 juta di dalam mobil Kijang Innova warna hitam milik Daryanto.
Setelah pemberian itu, masih sesuai dakwaan, tanggal 11 April 2018 Fitra bersama Henry dan Sekretaris Dinas LH, Kuswaya menemui Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin di rumah pribadinya. Usai pertemuan tersebut SKKLH proyek pembangunan Meikarta ditandatangani Neneng pada 13 April.
Pemberian kedua dilakukan pada Mei 2018, kali ini Taryudi yang menyerahkan uang Rp 150 juta kepada Daryanto yang dibungkus plastik warna hitam. Pemberian itu dilakukan di parkiran Kantor Pemkab Bekasi.
Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/11/2018). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Setelah menerima uang total Rp 350 juta, Daryanto menyerahkan Rp 200 juta kepada Neneng seraya berkata 'ini ada rezeki dari pengurusan AMDAL Meikarta' dan dijawab oleh Neneng 'iya terima kasih'.
ADVERTISEMENT
Adapun pemberian ketiga terjadi pada Juni 2018. Saat itu Taryudi menyerahkan uang Rp 150 juta yang diberikan di Kantor Pemkab Bekasi.
Dari total Rp 500 juta yang diberikan pihak Lippo Group, Daryanto menerima Rp 300 juta, sedangkan Neneng Rp 200 juta.
Dalam kasus ini Fitra, Henry, Taryudi, dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro telah didakwa menyuap Neneng dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi untuk melicinkan perizinan Meikarta.
Total suap yang diberikan adalah sebesar Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000 atau sekitar Rp 2.174.949.000 (Kurs Rp 10.507). Khusus untuk Neneng Hasanah, ia disebut menerima suap sejumlah Rp 10.830.000.000.