Kontras: 4 Tahun Jokowi-JK, Lebih Fokus Infrastruktur Dibanding HAM

19 Oktober 2018 19:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konpers Laporan Evaluasi 4 Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK di sektor HAM oleh Kontras, Jumat (19/10/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers Laporan Evaluasi 4 Tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK di sektor HAM oleh Kontras, Jumat (19/10/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) memberikan penilaian empat tahun kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla terhadap penuntasan masalah Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Hasilnya, Kontras menilai Jokowi-JK belum mampu menuntaskan permasalahan HAM secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Koordinator Kontras Yati Andriyani menjelaskan, Jokowi lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur sehingga tidak menjadikan isu HAM sebagai prioritas.
"Kenapa itu terjadi? Sekali lagi saya lihat pemerintahan Jokowi tidak menjadikan isu HAM sebagai prioritas. Dikalahkan dengan ambisi menggenjot pembangunan dan infrastruktur," ujar Yati di Kantor Kontras, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (19/10).
Peserta aksi Kamisan. (Foto: Soedjono Eben Ezer Saragih/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peserta aksi Kamisan. (Foto: Soedjono Eben Ezer Saragih/kumparan)
Ia menambahkan faktor lain yang menjadi penyebab kegagalan Jokowi menuntaskan permasalahan HAM karena adanya kompromi politik.
"Untuk menjamin keberlangsungan kepemimpinannya hingga periode selanjutnya, sehingga ada kompromi yang dilakukan. Misalnya terkait pelanggaran HAM masa lalu, nama-nama yang diduga dimintai pertanggungjawaban HAM justru duduk di kabinet Pak Jokowi," jelasnya.
Selain itu, Kontras melihat pemerintahan Jokowi-JK banyak melakukan pendekatan populis (merakyat), sehingga menjadi tebang pilih dalam menuntaskan pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
"Pilihannya kalau disebutkan pemerintah lebih fokus kepada pendidikan, (perlu) koordinasi antarlembaga. Tapi untuk isu-isu yang tanda petik sensitif itu mandek, itu tidak di follow up, stagnan," kata Yati.
Isu-isu sensitif yang dimaksud Yati antara lain pelanggaran HAM di masa lalu, kebebasan beragama dan berkeyakinan, hingga perlindungan terhadap kelompok minoritas.
"Kelompok minoritas seperti LGBT atau isu pelanggaran masa lalu yang terkait pelanggaran tahun '65. Bukannya diselesaikan malah diglorifikasi, distigma, komunisme" tutupnya.