news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

KontraS Terima 7 Dugaan Pelanggaran HAM oleh Polisi saat Rusuh 22 Mei

2 Juni 2019 17:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Blokade polisi menembakkan gas air mata ke arah massa di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Blokade polisi menembakkan gas air mata ke arah massa di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), LBH Jakarta, dan LBH Pers menerima tujuh laporan terkait peristiwa kerusuhan pada 21-22 Mei 2019. Hasilnya, KontraS menemukan adanya pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan polisi saat menangkap terduga perusuh.
ADVERTISEMENT
Koordinator KontraS, Yati Andriyani, mengatakan, laporan itu berasal dari keluarga korban dan pihak-pihak terkait dalam peristiwa tersebut. Laporan itu dikumpulkan sejak 27 Mei-1 Juni 2019.
Koordinator Kontras Yati Andriyani (dua kiri) dan pengacara LBH Jakarta Nelson Simamora (kiri) dan keluarga korban kerusuhan 21-22 Mei saat konferensi pers di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Minggu (2/6). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Yati mencatat ada tujuh dugaan pelanggaran yang terjadi, yaitu dugaan penyiksaan; korban yang ditangkap tidak dapat bertemu keluarga; tak mendapat bantuan hukum; pelanggaran hak anak; tidak diberitahukannya penangkapan dan penahanan yang terjadi; surat penangkapan dan penahanan yang tak diberikan; hingga adanya dugaan salah tangkap.
“Dan pelanggaran-pelanggaran itu dapat bermuara pada dihukumnya orang yang tidak bersalah,” kata Yati di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Minggu (2/6).
Kendati demikian, Yati menghormati kerja polisi yang telah mengamankan dan menegakkan hukum. Namun, kata Yati, polisi juga harus mengingat koridor hukum yang menjadi rujukan mereka dalam bertugas.
ADVERTISEMENT
“Dalam hukum itu kami sebutkan yang penting dalam persoalan ini adalah prinsip-prinsip fair trial. Tentu saja asas praduga tidak bersalah itu harus tetap diperhatikan kepolisian dengan sebegitu banyak jumlah orang yang ditangkap, ditahan, bagaimana memverifikasinya, itu sangat menentukan apakah orang ini bersalah atau tidak,” kata Yati.
Kondisi kerusuhan di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Berdasarkan temuan tersebut, Yati merekomendasikan kepolisian dan pemerintah untuk terbuka dalam mengungkap dalang kerusuhan. Selain itu, ia juga meminta polisi mencegah adanya tindakan perusakan barang bukti atau mengaburkan upaya penyelidikan.
Yati juga meminta agar polisi membuka akses bagi keluarga dan penasihat hukum untuk bertemu korban. Hal itu untuk menghindari adanya rekayasa kasus.
“Kami sekali lagi meminta agar dibentuknya tim pencari fakta independen. Ini untuk mengawasi, mengoreksi dan memantau sejauh mana peristiwa ini diselesaikan oleh pihak kepolisian. Sehingga kami secara khusus mendesak tim ini terdiri dari LPSK, Komnas HAM, KPAI karena lembaga ini yang punya wewenang pemantauan, pengawasan dan kewenangan lainnya,” kata Yati.
ADVERTISEMENT