news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Korban Pelecehan Seksual oleh Dosen USU Lapor ke Rektor

18 Juni 2019 19:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi mahasiswa saat berunjuk rasa di FISIP USU. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aksi mahasiswa saat berunjuk rasa di FISIP USU. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum dosen di FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) terhadap mahasiswinya memasuki babak baru.
ADVERTISEMENT
Korban melalui tim pendampingnya merasa tidak puas atas keputusan Dekanat FISIP yang hanya memberikan peringatan keras dan skorsing kepada terduga pelaku. Mereka menginginkan dosen itu dipecat.
Tim pendamping korban pelecehan kemudian melaporkan peristiwa pelecehan seksual tersebut ke Rektorat USU pada Selasa (18/6).
Tim yang melaporkan peristiwa ini terdiri dari organisasi wanita Pesada dan Jaringan Organisasi Perempuan Sumut.
Dalam laporan itu, tim meminta USU membentuk Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) dan memecat dosen berinisial HS, yang diyakini sebagai pelaku pelecehan seksual. HS saat ini masih aktif mengajar di USU.
Menyikapi hasil pertemuan dengan tim pendamping korban, Wakil Rektor I USU Rosmayati menyebut sejatinya kasus ini sudah selesai di tingkat Fakultas pada tahun 2018.
ADVERTISEMENT
"Saat ini belum ada laporan (korban) ke tingkat universitas, tiba tiba kami disurati LSM. Jadi kami bingung, terkejut. Kejadian ini, kasus di tingkat fakultas. Menurut dekan sudah selesai," ujar Rosmayati.
Namun dari beberapa laporan yang diterima, Rosmayati tidak menampik adanya upaya pelecehan yang dilakukan dosen HS.
Aksi mahasiswa saat berunjuk rasa di FISIP USU. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
"Dari hasil investigasi (tingkat fakultas), itu sudah ada pengakuan awal, percobaan pelecehan dari pelaku, dan itu sudah sampai ke dekan. Dekan juga sudah memanggil dosennya. Yang jelas dekan sudah membuat surat peringatan ke dosennya," ujar Rosmayati.
Menurut Rosmayati, dekan hanya memberikan teguran keras karena tidak ada saksi dari perbuatan yang melibatkan dosen itu.
"Yang dekan tahu hanya pengakuan pelaku dan si korban, saya kira dari positifnya, bisa kita ambil bahwa pelaku berniat baik. Dia mau mengakui, padahal saksinya tidak ada. Misalnya, kalau diperlakukan barang bukti visum. Mau visum fisik ataupun non-fisik, itu tidak ada sama sekali," tambah Rosmayati.
ADVERTISEMENT
Menurut Rosmayati, jika bukti itu ada, akan sangat mudah menetapkan sanksi pemecatan kepada dosen HS.
Rosmayati juga heran setelah Dekan FISIP USU memberikan sanksi peringatan keras kepada HS, pihak korban tidak langsung lapor ke dekanat. Padahal, putusan dekanat itu diketuk pada tahun 2018. Harusnya, kata dia, saat itu korban melaporkan kepada dekanat.
"Kalau memang tidak puas, dia bisa buat laporan ke sini. Kita punya mekanisme kode etik untuk dosen dan mahasiswa. Ada peraturan pelanggaran untuk dosen, ada juga untuk mahasiswa. Kita dari sisi investigasi, punya psikolog, punya psikiater, kita punya ahli hukum. Jadi dari sisi hukum bisa kita bahas," ujar Rosmayati.
"Tapi kenapa mahasiswanya tidak melaporkan ke kita. Kenapa laporannya ke LSM," lanjut Rosmayati.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, salah satu tim pendamping dari organisasi Pesada, Lely Zailani, kecewa dengan respons Rektorat USU yang terkesan pasif dan tidak serius dalam menyelesaikan permasalahan ini .
"Tekanan agar korban melapor ulang meski laporan pernah ada di tingkat fakultas,dan bahwa harus ada korban lain yang mengadu telah menunjukkan lemahnya perspektif hak asasi perempuan dalam menghadapi masalah ini," ujar Lely.
Sementara itu, diketahui pelaku bergerak cepat untuk melakukan upaya damai kepada korban, yang menurut Lely pada intinya adalah gerak sistematis yang intimidatif kepada korban dan keluarga agar tidak meneruskan kasus ini.
Peristiwa dugaan pelecehan itu bermula pada Februari 2018. Ketika itu, Putri (bukan nama sebenarnya) hendak memperbaiki nilai kuliah kepada dosen HS. HS mengajak Putri meninjau lokasi penelitian.
ADVERTISEMENT
Setelah berkonsultasi dengan seniornya, Putri akhirnya mau ikut pada kegiatan penelitian HS, karena dianggap sebagai dosen baik yang sering mengajak mahasiswa ikut penelitian.
Namun di dalam perjalanan menuju lokasi penelitian, HS melancarkan aksi tidak terpujinya. HS tiba-tiba memegang bagian paha hingga bagian bokong Putri. Aksi itu dilakukanya hingga berulang ulang.
Saat itu Putri begitu takut dan tak berdaya menghadapi perbuatan amoral HS. Dia hanya bisa pasrah. Satu satunya cara yang dilakukannya saat itu menutupi badannya dengan tas dan jaket.