Korban Pemerkosaan KKN UGM Minta Pelaku di-Drop Out

10 November 2018 17:05 WIB
(Dari kiri ke kanan) Nadine Kusuma, perwakilan #kitaAgni dan Pipin Jamson salah seorang dosen Fisipol UGM saat di kantor ORI Perwakilan DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
(Dari kiri ke kanan) Nadine Kusuma, perwakilan #kitaAgni dan Pipin Jamson salah seorang dosen Fisipol UGM saat di kantor ORI Perwakilan DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Polemik terkait dugaan pemerkosaan yang menimpa salah satu mahasiswi UGM saat saat menjalani KKN di Pulau Seram, Maluku, pada pertengahan 2017 lalu masih terus berlanjut. Ombdusman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mengundang perwakilan gerakan #kitaAgni untuk membantu memediasi persoalan.
ADVERTISEMENT
Nadine Kusuma, perwakilan #kitaAgni menjelaskan bahwa salah satu tuntutan Agni (nama samaran yang digunakan penyintas) adalah pelaku harus mendapatkan hukuman setimpal yaitu drop out (DO). Tuntutan tersebut sudah atas konfirmasi dan izin Agni.
“Tuntutan DO tentu saja sudah melalui konfirmasi penyintas dan penyintas sangat menginginkan untuk pihak kampus memberikan hukuman drop out dan catatan buruk kepada pelaku,” tegasnya di kantor ORI Perwakilan DIY, Yogyakarta, Sabtu (10/11).
Sementara itu, Pipin Jamson salah seorang dosen Fisipol UGM yang mendukung gerakan #kitaAgni menjelaskan bahwa pertemuan dengan ORI hari ini untuk menindaklanjuti tuntutan yang disampaikan pada aksi 8 November lalu.
Tak hanya itu, dukungan dengan mencantumkan nomor induk mahasiswa dan nomor induk pegawai adalah untuk menambah dukungan yang sudah dilakukan secara online.
ADVERTISEMENT
“Tuntutannya sangat clear dan tegas 1.600 mahasiswa, dosen tenaga pendidikan, maupun organisasi dan komunitas memiliki komitmen mendukung penyintas dan menandatangani dukungannya,” kata Pipin.
Universitas Gadjah Mada (UGM). (Foto: Dok. ugm.ac.id)
zoom-in-whitePerbesar
Universitas Gadjah Mada (UGM). (Foto: Dok. ugm.ac.id)
Menurut dia, selama ini belum ada aturan tertulis di UGM yang menyatakan bahwa kekerasan seksual merupakan pelanggaran berat. Hal tersebut tentu menyulitkan Agni dan penyintas-penyintas lain dalam memperjuangkan keadilan.
“Terlebih lagi tanpa adanya pernyataan tertulis seperti ini selalu ada celah untuk pelaku bisa lepas dari sanksi tegas Universitas,” cetusnya.
Ia berharap, ada sanksi keras kepada civitas akademika UGM yang menyudutkan penyintas kekerasan seksual. Menurutnya menyudutkan penyintas bisa menyebabkan tekanan psikologis pada yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Selain itu pihaknya meminta agar hak-hak penyintas dapat terpenuhi termasuk hak informasi terkini, transparansi penanganan kasus, hingga bantuan hukum.