Korupsi BLBI, Eks Kepala BPPN Dihukum 13 Tahun Penjara

24 September 2018 16:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung divonis 13 tahun penjara. Ia juga dihukum membayar denda Rp 700 juta subsidair 3 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Syafruddin dinilai terbukti melakukan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim Yanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, (24/9).
Kasus ini bermula pada saat BDNI milik Sjamsul mendapat BLBI sebesar Rp 37 triliun yang terdiri dari fasilitas surat berharga pasar uang khusus, fasilitas saldo debet dan dana talangan valas. Selain itu, BDNI juga disebut menerima BLBI sebesar Rp 5,4 triliun dalam periode setelah 29 Januari 1999 sampai dengan 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet.
ADVERTISEMENT
Namun kemudian BDNI melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana puluhan triliun tersebut. BPPN kemudian menetapkan BDNI sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum.
Untuk menyelesaikan persoalan hukum.tersebut BDNI diwajibkan mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcusition Agreement (MSAA).
BDNI yang mengikuti MSAA itu menjaminkan aset berupa piutang petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Utang itu ternyata dijamin oleh dua perusahaan yang juga milik Sjamsul, PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Sjamsul menjaminkan hal tersebut sebagai piutang lancar. Namun belakangan diketahui bahwa piutang itu merupakan kredit macet.
Syafruddin dinilai terbukti menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan Sjamsul Nursalim.
ADVERTISEMENT
Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hak tagih utang dari para petambak plasma tersebut hanya sebesar Rp 220 miliar. Meski demikian, sisa utang BDNI yakni sebesar Rp 4,58 triliun belum dibayarkan. Sementara Syafruddin, yang menjadi Kepala BPPN sejak 22 April 2002, kemudian menandatangani surat yang menjelaskan bahwa Sjamsul sudah menyelesaikan kewajiban PKPS.
Sjamsul Nursalim (kanan) saat berjabat tangan dengan Indra Wijaya (Kiri), Eka Tjipta Wijaya, dan Sukamdani Gitosarjono. (Foto: AFP/KEMAL JUFRI )
zoom-in-whitePerbesar
Sjamsul Nursalim (kanan) saat berjabat tangan dengan Indra Wijaya (Kiri), Eka Tjipta Wijaya, dan Sukamdani Gitosarjono. (Foto: AFP/KEMAL JUFRI )
Perbuatan Syafruddin tersebut dinilai membuat Sjamsul Nursalin mendapat keuntungan sebesar Rp 4,58 triliun. Hal tersebut pula yang kemudian dihitung sebagai besaran kerugian negara.
Atas perbuatannya, Syafruddin dinilai memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat 1 nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut hakim, hal memberatkan dalam vonis terhadap Syafruddin adalah karena dia tdak mengakui perbuatannya yang bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi. Selain itu, korupsi juga dinilai merupakan kejahatan yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk hal yang meringankan. Syafruddin dianggap berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.