news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Korupsi e-KTP, Irvanto dan Made Oka Masagung Dituntut 12 Tahun Penjara

6 November 2018 12:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang dakwaan Irvanto dan Made Oka di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang dakwaan Irvanto dan Made Oka di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan mantan bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK. Keduanya juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. 
ADVERTISEMENT
Keduanya dinilai terbukti menjadi perantara uang hasil dugaan korupsi dari proyek e-KTP untuk mantan Ketua DPR Setya Novanto sebesar USD 7,3 juta. 
"Menuntut, agar mejelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka secara bersama-sama bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa Wawan saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/11).
Sidang dakwaan Irvanto dan Made Oka di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang dakwaan Irvanto dan Made Oka di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam perkara ini, jaksa menyebutkan Made Oka Masagung adalah pihak yang mengenalkan Charles Sutanto Ekapradja selaku Country Manager Hewlett Packard (HP) Enterprise Service Indonesia kepada Setnov. Made Oka sempat bicara kepada Charles bahwa Setnov mempunyai pengaruh dalam proyek tersebut.
Pada satu pertemuan, Setnov sempat menanyakan harga satu keping KTP kepada Charles. Menurut Charles, harga satu chip senilai USD 2,5 hingga USD 3. Setnov pun sempat menanyakan kemungkinan penggunaan chip dari China guna menekan harga.
Irvanto dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Irvanto dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Secara terpisah, Irvanto yang juga keponakan Setnov beberapa kali melakukan pertemuan dengan orang-orang dari Tim Fatmawati guna mengkondisikan perusahaan yang terafiliasi Andi Narogong menang proyek e-KTP. Perusahaan yang akan memenangkan lelang proyek tersebut sudah disepakati adalah konsorsium PNRI.
ADVERTISEMENT
Dalam salah satu pertemuan, dibahas pengkondisian spesifikasi alat dalam proyek e - KTP untuk dimenangkan pihak-pihak tertentu. Selain itu, dibahas juga soal penggelembungan harga atau mark up dalam proyek tersebut yang selisihnya akan digunakan sebagai fee untuk Setnov dan pihak Komisi II DPR. Para rekanan proyek sepakat akan memberikan fee kepada Setnov dan sejumlah anggota DPR sebesar 5 persen dari nilai proyek. 
Terkait fee untuk Setnov, Irvanto menemui Riswan alias Iwan Baralah yang merupakan Marketing Manager Inti Valuta Mas Sukses Money Changer. Kepada Iwan, Irvanto mengaku punya uang di Mauritius dan ingin menariknya secara tunai di Jakarta, namun tanpa melakukan transfer.
Iwan kemudian berkoordinasi dengan July Hira terkait permintaan Irvanto itu. Iwan meminta July menyiapkan orang atau perusahaan yang dapat menjadi tempat pengiriman uang yang belakangan diketahui dari Johannes Marliem, rekanan proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT
Dalam rentang waktu Januari hingga Februari 2012, Irvanto menerima kiriman uang dari Johannes Marliem sebesar USD 3,5 juta melalui Iwan. Caranya, Iwan sudah menyiapkan rekening orang dan perusahaan di Singapura dan hal tersebut diinformasikan kepada Irvanto.
Irvanto lantas meminta Johannes Marliem mengirimkan uang kepada rekening-rekening tersebut. Setelah uang dikirimkan ke rekening-rekening tersebut, Irvanto di Jakarta menerima uang tunai sejumlah yang sama dari Iwan, yakni USD 3,5 juta.
Mantan bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung usai ikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung usai ikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/7). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Tak hanya melalui Irvanto, fee untuk Setnov juga dikirimkan melalui Made Oka. Made Oka selaku pemilik OEM Investment Pte.Ltd menerima fee untuk Setnov sebesar USD 1,8 juta dari Johannes Marliem.
Ia kembali menerima uang sebesar USD 2 juta dari Anang Sugiana yang ditujukan untuk Setnov. Uang itu disamarkan dengan perjanjian penjualan saham sebanyak 100 ribu lembar milik Delta Energy PTE.LTD di Neuraltus Pharmaceutical Incorporation, suatu perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum negara bagian Delaware, Amerika Serikat. 
ADVERTISEMENT
"Meskipun dipersidangan terdakwa II (Made Oka) mengatakan uang itu merupakan uang hutang dari Anang. Namun kesaksian itu dibantahkan dengan kesaksian Andi Narogong dan Anang," kata jaksa. 
Made Oka lantas menemui Hery Hermawan selaku Direktur PT Pundi Harmez Valasindo dan mengaku bahwa ia mempunyai sejumlah uang di Singapura. Ia juga menyampaikan kepada Hery ingin akan menarik secara tunai uang tersebut di Jakarta tanpa melakukan transfer dari Singapura.
Hery yang berkoordinasi dengan July Hira kemudian memberikan uang tunai secara bertahap kepada Made Oka. Sementara uang Made Oka di Singapura diberikan kepada Hery dan July. Total uang yang diterima Irvanto dan Made Oka untuk Setnov adalah sebesar USD 7,3 juta.
Mantan Ketua DPR Setya Novanto berjalan keluar usai mengikuti sidang di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/9). (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua DPR Setya Novanto berjalan keluar usai mengikuti sidang di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/9). (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
Made Oka juga disebut pernah mengirimkan uang USD 315 ribu dari Johannes Marliem kepada Irvanto. Uang yang dikirim melalui rekening Muda Ikhsan Harahap kemudian diterima Irvanto di rumahnya.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Irvanto dan Made Oka dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam tuntutanya, jaksa menyatakan hal yang memberatkan yakni perbuatan keduanya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, perbuatanya juga berdampak masif, dan kerugian negara yang besar. 
"Para terdakwa berbelit-belit dalam proses penyidikan dan persidangan. Sedangkan hal yang meringankan yakni sopan di persidangan dan menyesali perbuatanya," kata jaksa.
Atas tuntutan itu, keduanya mengaku akan mengajukan pleidoi.