Korupsi Politik Hambat Kenaikan IPK Indonesia

29 Januari 2019 20:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(kiri-kanan) Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro, Wakil ketua KPK Laode M Syarif bersama Sekretaris Jenderal Transparency Internationals Indonesia, Dadang Trisasongko menjadi pembicara pada acara peluncuran Corruption Perceptions Index 2018 di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/1). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
(kiri-kanan) Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro, Wakil ketua KPK Laode M Syarif bersama Sekretaris Jenderal Transparency Internationals Indonesia, Dadang Trisasongko menjadi pembicara pada acara peluncuran Corruption Perceptions Index 2018 di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/1). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Transparency International Indonesia (TII) merilis indeks persepsi korupsi (IPK) tahun 2018 berada di angka 38 dan menempati posisi 89 dari 180 negara. Indonesia naik 7 peringkat dari tahun 2017 lalu.
ADVERTISEMENT
Manager Riset TII, Wawan Sujatmiko, menganggap masih maraknya korupsi di sektor politik menjadi penghalang utama naiknya angka IPK Indonesia. Korupsi di sektor politik itu pula yang membuat peraihan IPK Indonesia setara dengan negara semisal Bosnia Herzegovina, Sri Lanka, hingga Swaziland.
"Banyak bicaranya relasi pebisnis dan politisi, serta masih adanya korupsi politik jadi penghalang kenaikan CPI (IPK -red) kita," ujar Wawan di acara Peluncuran Corruption Perception Index (CPI) 2018 di Gedung KPK, Selasa (29/1).
Menanggapi pernyataan Wawan, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, sulit untuk memperbaiki IPK bila sejumlah aktor politik masih melakukan korupsi.
"Gimana mau perbaiki tapi aktor politiknya tidak memberi contoh," ujar Laode.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dari tahun 2009-2018. (Foto: Dok. Transparency International)
zoom-in-whitePerbesar
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dari tahun 2009-2018. (Foto: Dok. Transparency International)
Tak hanya korupsi, aktor politik pun tercatat tak patuh dalam melaporkan harta kekayaan yang dimilikinya. "Yang ditangkap aktor politik dan yang belum ditangkap juga tidak mau lapor LHKPN, ini soal moral karena LHKPN hanya soal moral saja," ucap Laode.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas) Bambang Brodjonegoro menuturkan, pemerintah saat ini tengah melakukan kajian mendalam untuk menekan tingginya biaya politik. Tingginya biaya politik dianggap sebagai hal yang kerap menjadi permasalahan para penyelenggara negara.
"Ya tentunya kita akan melakukan kajian yang mendalam bagaimana caranya agar biaya politik tinggi yang dianggap sebagai penyebab dari korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintah ini seharusnya seperti apa," kata Bambang.
Melalui kajian yang diharapkan bisa diterapkan dalam rencana pembangunan 2020-2024, Bambang berharap nantinya biaya politik dapat ditekan sehingga tak lagi jadi masalah bagi para calon penyelenggara negara.
"Jadi kita akan lakukan kajian lebih dalam apakah atau bagaimana supaya biaya politik tinggi ini tidak memberatkan para kandidat baik kepala daerah atau kandidat legislatif hingga akhirnya tidak ada lagi dorongan untuk melakukan korupsi baik melalui pengadaan, melalui perizinan maupun hal lainnya," tutur Bambang.
ADVERTISEMENT