KPAI Dorong Kasus Anak di Pontianak Diselesaikan di Luar Pengadilan

15 April 2019 18:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers KPAI, terkait kasus kekerasan siswi SMP di Pontianak, di kantor KPAI, Jakarta, Senin (15/4). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers KPAI, terkait kasus kekerasan siswi SMP di Pontianak, di kantor KPAI, Jakarta, Senin (15/4). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut proses hukum terhadap para pelaku penganiayaan seorang siswi SMP oleh beberapa siswi SMA di Pontianak akan terus berlanjut.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam proses hukum tersebut, penahanan terhadap pelaku anak merupakan upaya hukum terakhir.
Disampaikan Komisioner KPAI Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum, Putu Elvina, sebelum diputuskannya penahanan terhadap anak, ada tiga tingkatan upaya diversi yang harus berjalan. Begitu proses hukum yang ideal terhadap anak jika dilihat dari perspektif undang-undang pidana anak.
“Dalam undang-undang penanganan pidana anak, penahanan merupakan jalan terakhir. Proses hukumnya jalan terus, tapi kemudian ada hak-hak dari pelaku anak, dalam beberapa ancaman pidana, bahwa mereka bisa, misalnya dilakukan diversi, karena ancaman pidananya di bawah 7 tahun” ungkap Putu saat konferensi pers di kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (15/4).
Merujuk pada Pasal 1 angka 7 UU 11/2012, pengertian diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
ADVERTISEMENT
Putu menekankan pentingnya diversi itu dalam rangka agar masyarakat tidak salah kaprah dalam menilai upaya proses hukum terhadap pelaku anak. Ia menekankan bahwa diversi atau jalur di luar pengadilan, merupakan bagian dari proses hukum terhadap pelaku anak.
“Karena itu memang bagian dari implementasi dari sistem peradilan pidana anak. Artinya, proses hukumnya tidak berhenti. Tapi nantinya khawatir dipersepsikan salah, kenapa kemudian pelaku, anak pelaku itu berkeliaran dan sebagainya,” kata Putu.
Maka itu, Putu mengimbau kepada semua pihak agar menghormati proses hukum yang berjalan, serta tidak salah dalam menafsirkan upaya-upaya hukum terhadap anak.
Konferensi pers KPAI, terkait kasus kekerasan siswi SMP di Pontianak, di kantor KPAI, Jakarta, Senin (15/4). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Putu menjelaskan bahwa terkait upaya diversi yang mana itu wajib dijalankan, akan dilakukan dalam setiap tahap penyelesaian kasus. Baik polisi selaku penyidik, jaksa selaku penuntut serta hakim selaku pemberi keputusan, diwajibkan oleh undang-undang untuk memprioritaskan penyelesaian dengan jalur diversi.
ADVERTISEMENT
“Pertama di tahap penyidikan. Kalau ditahap penyelidikan kepolisian gagal, maka itu akan dilanjutkan proses diversi itu di tingkat kejaksaan. Jaksa wajib mengupayakan diversi. Kalau di tingkat kejaksaan tidak ada kesepakatan diversi, maka dibukalah sidang peradilannya,” jelas Putu.
Sementara proses hukum dan upaya diversi berjalan, KPAI menyatakan akan terus mengawal kasus yang menimpa AU.
Tidak sampai proses hukum saja, tetapi juga proses rehabilitasi pasca kejadian pun akan dipastikan untuk dijalankan oleh pihak-pihak terkait yang menangani kasus tersebut.
“KPAI memastikan bahwa upaya hukum berjalan, upaya rehabilitasi bagi korban merupakan yang prioritas,“ ungkapnya.
Di sisi lain, Ketua KPAI, Susanto, menyampaikan bahwa kasus siswi SMP itu, selain menimbulkan kerugian fisik, juga memunculkan kerugian secara psikologi dan sosial. Salah satu yang menjadi catatan KPAI dalam hal ini ialah massifnya komentar negatif netizen telah menyisakan trauma mendalam, baik bagi korban, maupun pelaku.
ADVERTISEMENT
Dari itu, ia meminta kepada semua pihak agar menghentikan penghakiman khususnya kepada pelaku agar tidak menimbulkan dampak yang lebih pelik. Permintaan itu juga merujuk kegiatan penyebaran informasi tidak akurat oleh netizen, di mana itu merugikan korban dan pelaku dalam kasus perundungan tersebut.
“Maka saya berharap setop masyarakat menyampaikan apa pun yang bernada ancaman bagi anak yang bersangkutan,” imbau Susanto.