KPAI Minta Siswa Pelaku Asusila hingga Kekerasan Diperbolehkan Ikut UN

19 Maret 2019 10:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengenalan siswa kelas 1 di hari pertama sekolah. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengenalan siswa kelas 1 di hari pertama sekolah. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima banyak pengaduan terkait pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan menjelang Ujian Nasional (UN). Pasalnya, beberapa hari menjelang UN, masih ada ratusan anak yang tak bisa mengikuti ujian dengan berbagai alasan.
ADVERTISEMENT
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti menjelaskan, ada beberapa siswa diketahui bermasalah di sekolah. Mulai dari berbuat asusila dan berkelahi dengan sesama siswa hingga gurunya.
"Kasus siswa dan siswi MAN di Depok pada sekolah berbasis agama (di bawah Kemenag RI) yang dianggap melakukan perbuatan asusila langsung dikeluarkan. Padahal keduanya sudah kelas XII, 2 bulan sebelum USBN dan UN tanpa diberi solusi menyelesaikan pendidikannya," jelas Retno dalam keterangannya, Senin (19/3).
"Kasus siswa dan siswi MAN di Padangsidempuan yang merupakan sekolah di bawah Kemenag RI, di mana keduanya juga dianggap berbuat asusila dan langsung dikeluarkan tanpa diberi kesempatan mengikuti ujian, termasuk yang anak laki-laki," lanjutnya.
Komisioner bidang pendidikan Retno Listyarti saat konferensi pers tentang KPAI di awal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kasus lain terjadi di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, di saat seorang siswa berinisial A diduga kuat melakukan kekerasan terhadap kepala sekolahnya saat sedang USBN hingga berujung diproses hukum.
ADVERTISEMENT
Kasus ini dipicu oleh tunggakan uang sekolah sebesar Rp 740 ribu yang baru dilunasi A Rp 500 ribu. Dikarenakan belum lunas, A disuruh keluar oleh seorang guru berinisial Y saat USBN berlangsung karena belum melunasi tunggakan uang sekolah dan iuran OSIS sampai Juni.
"KPAI mengecam tindakan pihak sekolah yang jelas melanggar hak anak. Padahal terkait uang SPP itu adalah tanggung jawab orang tua, bukan ananda A. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mengedepankan nilai moral seharusnya tetap menjamin hak ananda A mengikuti ujian sebagai pemenuhan hak atas pendidikan," ujar Retno.
Retno lantas meminta Dinas Pendidikan Provinsi Riau untuk menindak tegas sekolah tersebut. Selain itu, KPAI juga meminta pihak kepolisian untuk menindaklanjuti pelaporan terhadap A setelah pelaksanaan UN sehingga anak itu tetap bisa mengikuti ujian.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, KPAI meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk tetap memenuhi hak-hak atas pendidikan terhadap anak-anak yang tengah berhadapan dengan pidana. Yaitu dengan diperbolehkan mengikuti UN, meski nantinya kelulusan anak tersebut merupakan hak sekolahnya.
Sejumlah warga melintasi sebuah mobil yang terbalik akibat banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Minggu (17/3). Foto: ANTARA FOTO/Gusti Tanati

Kasus di Nduga

Kasus lain yang terjadi adalah sekitar 200 orang pelajar di Kabupaten Nduga, Papua, terancam tak bisa ikut ujian karena masih mengungsi imbas dari kekerasan yang terjadi sejak awal Desember 2018.
"Mereka berada di (Distrik) Napua karena mengikuti orang tua yang mengungsi. Selain itu, ada juga 80-an guru yang juga dari Nduga bersama mereka. Pelajar asal Nduga tersebut menginginkan mengikuti UN di ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Wamena, dan tidak ingin ujian di Kenyam, Kabupaten Nduga. Sejak peristiwa kekerasan tersebut, anak-anak bersekolah di sekolah darurat," tutur Ratna.
ADVERTISEMENT
Dan terakhir adalah anak-anak yang menjadi korban bencana alam di berbagai daerah, seperti banjir bandang, gempa, hingga longsor.
"Ketika terjadi bencana alam semacam ini di suatu wilayah, maka pemerintah bisa mengantisipasi dengan cepat bahwa wilayah tersebut tidak digunakan sebagai sampel dan diganti wilayah terdekat yang tidak terdampak bencana," pungkasnya.