KPAI Surati MA Terkait Vonis Bebas untuk Pemerkosa Anak di Cibinong

23 April 2019 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemerkosaan. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemerkosaan. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyurati Mahkamah Agung (MA) terkait vonis bebas untuk Hendra (41), pelaku pemerkosa anak Joni (14) dan Jeni (7) -- bukan nama sebenarnya -- di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor.
ADVERTISEMENT
Sidang yang berlangsung pada 23 Maret lalu di PN Cibinong, Jalan Tegar Beriman, yang dipimpin hakim M Ali Askandar juga dinilai banyak kejanggalan.
"KPAI sudah mengirimkan surat ke MA terkait putusan bebas pelaku. Intinya KPAI meminta MA agar meninjau kembali vonis bebas terdakwa tersebut dan meninjau permohonan memori kasasi JPU sesuai dengan fakta-fakta persidangan," beber Komisioner KPAI Bidang Pengawasan, Putu Elvina, yang dikonfirmasi kumparan, Selasa (23/4).
Dia menjelaskan, KPAI juga melakukan pendampingan kepada korban bersama LBH Apik selaku pengacara.
"Kedua anak diupayakan untuk rehabilitasi. Proses hukumnya juga didampingi dari awal oleh LBH," kata Elvina.
Sidang Janggal
Joni dan Jeni adalah kakak-beradik yang mendapat kejahatan seksual oleh ayah temannya. Ketika mereka hendak bermain ke rumah Alia (bukan nama sebenarnya), korban diperkosa berulang kali oleh Hendra (41), ayah Alia. Kejadian ini sudah berlangsung bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong Kelas 1 A malah membebaskan Hendra. Putusan dibacakan pada 23 Maret 2019.
Putusan yang diketuai hakim Muhammad Ali Iskandar itu mendapat kecaman banyak pihak, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK. APIK menilai ada kejanggalan pengadilan dalam memutus perkara tersebut.
"Majelis hakim memutus bebas Hendra dengan pertimbangan bahwa tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian perkara," kata Koordinator Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Uli Arta Pangaribuan, dalam keterangannya, Selasa (23/4).
Uli mengaku mengetahui kejanggalan ini berdasarkan laporan keluarga dan jaksa penuntut umum. Menurutnya, selama persidangan, hakim yang memeriksa Hendra hanya satu orang, namun dalam sidang putusan disebutkan ada tiga orang.
ADVERTISEMENT
Menurut Uli, pada proses pemeriksaan, hakim memerintahkan korban Joni dan Jeni tidak diperbolehkan didampingi orang tua. Keluarga juga tidak diberitahu tentang perkembangan persidangan.
"Di persidangan, Joni dan Jeni dipertemukan dengan pelaku di ruang sidang tanpa didampingi oleh orangtua dan pendamping. Pelaku pada saat pemeriksaan di persidangan sudah mengakui pernah melakukan," kata Uli.
"Dari hasil visum J dan J terbukti pelaku telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak," ujar Uli.