KPAI: Trauma Siswi Madrasah yang Dicabuli Gurunya Harus Dipulihkan

27 Juli 2019 7:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner bidang pendidikan Retno Listyarti saat konferensi pers tentang KPAI di awal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner bidang pendidikan Retno Listyarti saat konferensi pers tentang KPAI di awal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Polres Metro Jakarta Utara menangkap Djunaidi (53), seorang guru Madrasah Ibtidaiyah (MI-setara SD) di Jakarta Utara, yang melakukan kekerasan seksual terhadap muridnya. Perbuatan Djunaidi bahkan dilakukannya di dalam ruang kelas dan disaksikan oleh sejumlah siswi lainnya.
ADVERTISEMENT
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengaku prihatin dengan kejadian tersebut. Menurutnya, kasus yang menimpa bocah 10 tahun itu menjadi kasus yang ke-14 sepanjang 2019.
"Pertama KPAI merasa prihatin, ini sudah kesekian kalinya kekerasan seksual di sekolah oleh gurunya ke siswa. Dan ini sebenarnya bukan yang pertama di 2019. Jadi ini sudah bulan ke-7 di 2019 sudah 14 kasus. Ini berarti kasus yang ke-14," kata Retno saat dihubungi kumparan, Jumat (26/7) malam.
Retno menjelaskan, dari ke-14 kasus tersebut rata-rata dilakukan oleh guru, dan empat di antaranya oleh kepala sekolah. KPAI mengapresiasi pihak kepolisian yang langsung menangkap pelaku.
"Saya coba besok (hari ini) ke kantor polisi, karena saya juga baru tahu ini duduk perkaranya. Kemudian, langkah berikutnya kita berorientasi kepada korban itu kan ada konselornya, korban harus didampingi," tutur Retno.
Konferensi pers kasus pencabulan, di Polres Metro Jakarta Utara. Foto: Andesta Herli/kumparan
"Kita akan memastikan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk merehabilitasi medisnya kalau memang ada persoalan medis akibat kekerasan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Retno, tindakan terpenting yang harus dilakukan adalah pemulihan psikologis korban. Termasuk juga siswa-siswi yang lain yang menyaksikan aksi bejat Djunaidi.
"Trauma psikologinya harus dipulihkan. Ini kan ada saksi, nah yang menyaksikan pun akan mengalami sama. Semuanya akan diasesmen dulu, habis diasesmen nanti direhabilitasi. KPAI juga memastikan sudah apakah korban dan saksi sudah mendapatkan hak-haknya atau belum, untuk dilindungi dan direhabilitasi,'' jelas Retno.
Lebih lanjut, KPAI juga nantinya berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta dan Kemenag terkait kasus ini.
"Tentu saja koordinasi dengan Pemprov DKI minta opini terkait ini. Ini kan sekolah koordinasi dengan Kemenag juga, sekolahnya dibawah Kemenag," terangnya.
Djunaidi melancarkan aksi kejinya dengan mengancam korban dan siswi lainnya. Ia mengancam akan memberikan nilai jelek dan ancaman verbal yang menjurus kekerasan kepada murid-muridnya.
ADVERTISEMENT
Pelaku yang juga guru olahraga ini sudah mendekam di ruang tahanan polisi untuk menjalani proses hukum atas perbuatannya. Djunaidi dijerat Pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014, Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun, ditambah 1/3 dari ancaman pidana.