news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

KPK: Apakah Korupsi Tak Lagi Dilihat Sebagai Kejahatan Membahayakan?

31 Mei 2018 11:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jubir KPK Febri diansyah (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jubir KPK Febri diansyah (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK berkukuh agar delik korupsi tidak diatur dalam revisi KUHP. Berdasarkan diskusi yang dilakukan KPK bersama dengan empat perguruan tinggi, disimpulkan bahwa diaturnya delik korupsi dalam RKUHP dinilai sangat berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut ada tiga poin hasil diskusi KPK dengan Universitas Bosowa, Universitas Andalas, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Airlangga, bersama sejumlah praktisi dan ahli hukum beberapa waktu lalu.
Salah satunya adalah bahwa sanksi pidana untuk koruptor yang diatur dalam RKUHP justru lebih rendah dibanding dengan yang diatur UU Tipikor saat ini. Selain itu, dalam RKUHP dinilai tidak ada satu pasal yang menegaskan KPK masih berwenang sebagai lembaga khusus yang menangani korupsi.
"Hal ini sangat berisiko, karena lembaga-lembaga khusus termasuk KPK, BNN, Komnas HAM, BNPT, PPATK, dan lain-lain dapat kehilangan kewenangannya menangani kejahatan-kejahatan serius dan luar biasa ini. Atau setidaknya akan jadi ruang untuk digugat dan diperdebatkan. Ini sangat mengganggu kerja penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi," kata Febri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/5).
ADVERTISEMENT
KPK juga memandang bahwa dalam RKUHP tidak pula mengatur soal pidana pemberatan sebagaimana yang sudah diatur dalam UU khusus. Hal tersebut membuat kejahatan serius dan luar biasa diperlakukan seperti kejahatan lain pada umumnya.
"Apakah saat ini korupsi tidak lagi dilihat sebagai kejahatan yang sangat membahayakan negara dan merugikan rakyat?" ujar Febri.
Menurut dia, konsistensi dalam menyikapi kejahatan serius seperti korupsi sangatlah dibutuhkan. Ia berharap rencana pengesahan RKUHP nantinya justru menjadi kontra produktif dengan upaya pemberantasan kejahatan luar biasa.
"Menempatkan korupsi sebagai kejahatan biasa dengan meletakkannya di KUHP, ancaman pidana yang lebih rendah, dan keringanan hukuman untuk perbuatan-perbuatan percobaan dapat membawa Indonesia berjalan mundur dalam pemberantasan korupsi," kata Febri.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa seperti terorisme. Beberapa aksi teror yang terjadi, kemudian membuat DPR dan Pemerintah mendorong pengaturan tentang delik terorisme dalam UU khusus, bukan dalam KUHP. Hal tersebut yang diharapkan pula pemerintah lakukan terhadap kejahatan korupsi.
Febri berharap Presiden Joko Widodo tetap berkomitmen menolak pelemahan KPK dengan mengeluarkan delik korupsi dalam RKUHP. Ia menyebut bahwa langkah yang paling tepat untuk penguatan pemberantasan korupsi adalah melalui revisi UU Tipikor.
"Ditambah sejumlah aturan lain yang dibutuhkan seperti pembatasan transaksi tunai, perampasan aset dan lain-lain," kata Febri.