KPK Bidik Korporasi di Kasus BLBI

19 April 2018 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK, Agus Rahardjo (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK, Agus Rahardjo (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan korupsi terkait pemberian Surat Keterangan Lunas BLBI kini tinggal menunggu proses persidangan dengan tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung. Namun KPK mengisyaratkan masih akan melakukan pengembangan terkait kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah kemungkinan menjerat perusahaan pada kasus BLBI. "Insyaallah. Nanti kita ikutilah pelakunya siapa," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis (19/4).
Saat disinggung apakah kemungkinan korporasi yang akan dijerat itu PT Gajah Tunggal, Agus mengelak untuk menjawabnya. "Enggak perlu saya sebutkan nama," ujar dia.
Keterkaitan PT Gajah Tunggal dalam kasus ini mencuat setelah sejumlah pejabat perusahaannya diperiksa oleh penyidik KPK. Bahkan beberapa di antaranya kemudian dicegah ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan.
Mereka adalah Direktur PT Gajah Tunggal Jusup Agus Sayono, mantan komisaris PT Gajah Tunggal Mulyati Gozali, Direktur PT Gajah Tunggal Ferry Lawrentius Hollen, Komisaris PT Gajah Tunggal Benny Gozali, serta staf keuangan PT Gajah Tunggal Laura Rahardja.
ADVERTISEMENT
Kaitan perusahaan tersebut dengan kasus BLBI juga tak bisa dilepaskan dari sosok Sjamsul Nursalim yang merupakan mantan pemilik Gajah Tunggal. Sjamsul sendiri adalah pemilik BDNI yang menerima dana BLBI. Hingga saat ini, KPK masih mencari keberadaan Sjamsul Nursalim terkait kasus ini.
Sjamsul Nursalim. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sjamsul Nursalim. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Untuk diketahui, BDNI adalah salah satu bank milik Sjamsul Nursalim yang sempat terganggu likuiditasnya. BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp 27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat restrukturisasi aset Rp 4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta Suryani dan suaminya. Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp 1,1 triliun dari piutang ke petani tambak PT Dipasena. Sedangkan Rp 3,7 triliun yang merupakan utang, tak dibahas dalam proses restrukturisasi.
ADVERTISEMENT
Sehingga, ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih. Namun kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini diduga telah merugikan negara sebesar Rp 3,7 triliun.