KPK Bongkar Korupsi Jembatan di Riau yang Rugikan Negara Rp 39,2 M

14 Maret 2019 19:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK membongkar dugaan tindak pidana korupsi pembangunan jembatan Water Front City di Kabupaten Kampar, Riau, tahun anggaran 2015-2016. Diduga korupsi jembatan itu merugikan keuangan negara sebesar Rp 39,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui proses penyelidikan, KPK akhirnya menetapkan dua orang tersangka.
"KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, di Gedung KPK, Kamis (14/3).
"Dalam proses penyidikan tersebut, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka," sambungnya.
Kedua tersangka tersebut yakni Adnan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Dinas Bina Marga dan Perairan Kabupaten Kampar dan manajer wilayah II PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), I Ketut Suarbawa.
"Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar Rp 39,2 Miliar dari nilai proyek pembangunan Jembatan Water Front City secara tahun jamak di tahun anggaran 2015 dan 2016 dengan total Rp 117,68 miliar," kata Saut.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Latar Belakang Kasus
ADVERTISEMENT
Saut mengatakan dugaan korupsi jembatan ini berawal saat Adnan mengadakan pertemuan di Jakarta dengan Suarbawa serta beberapa pihak Iainnya.
Dalam pertemuan itu, Adnan memerintahkan pemberian informasi tentang desain jembatan dan engineer’s estimate kepada Suarbawa.
Sekedar informasi engineer’s estimate merupakan perhitungan biaya untuk suatu paket pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh konsultan perencana atau orang yang memiliki kemampuan.
Selanjutnya pada 19 Agustus 2013, Pemkab Kampar mengumumkan WIKA sebagai pemenang pengerjaan pondasi jembatan. Pada Oktober 2013 ditandatangani kontrak pembangunan pondasi jembatan dengan nilai Rp 15,1 miliar dengan masa pelaksanaan sampai 20 Desember 2014.
Setelah kontrak ditandatangani, Adnan meminta pembuatan Engineer’s Estimate pembangunan jembatan kepada konsultan. Sementara Suarbawa meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.
Ilustrasi korupsi. Foto: shutterstock, kumparan
KPK menduga kenaikan harga satuan itu telah disepakati oleh Adnan dan Suarbawa. Sampai pada akhirnya pembangunan jembatan itu dibiayai dengan APBD 2015, APBD-P 2015, dan APBD 2016.
ADVERTISEMENT
'KPK menduga kerjasama antara AND (Adnan) dan IKS (Suarbawa) terkait penetapan harga perkiraan sendiri (HPS) ini terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya," katanya.
Dari kerja sama itu, Adnan diduga menerima uang sekitar Rp 1 miliar atau 1% dari nilai-nilai kontrak.
"Diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka," ucap Saut.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
KPK, kata Saut, sangat menyesalkan korupsi di sektor infrastuktur masih terjadi. Sebab uang rakyat yang digunakan untuk pembangunan jembatan diduga dikorupsi.
ADVERTISEMENT
KPK juga menyangkangkan korupsi itu melibatkan pejabat pada BUMN yakni WIKA.
"Karena semestinya sebagai perusahaan milik negara, BUMN menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih dibanding sektor swasta lain. Dan juga seharusnya ada sikap tegas di kepemimpinan BUMN untuk menerapkan good corporate governance (GCG)," tutup Saut.