KPK Cegah Eks Dirut Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro ke Luar Negeri

2 Juli 2019 15:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Direktur Utama Jasa Tirta II, Djoko Saputro. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Direktur Utama Jasa Tirta II, Djoko Saputro. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK mengirimkan surat kepada pihak Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM terkait pelarangan eks Dirut Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro ke luar negeri. Djoko merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II tahun anggaran 2017.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penyidik juga mencegah tersangka lainnya di kasus yang sama, yaitu Andririni Yaktiningsasi. Pencegahan dimintakan KPK agar kedua tersangka tetap berada di Indonesia selama proses penyidikan perkara korupsi ini berjalan.
"KPK telah melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang dalam kasus TPK pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II TA 2017," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Selasa (2/7).
Surat pencegahan untuk Djoko dan Andririni, kata Febri, telah dikirimkan KPK kepada pihak Imigrasi pada 1 Juli. Pencegahan dilakukan selama 6 bulan.
"Surat pelarangan ke luar negeri tertanggal 1 Juli 2019 telah kami kirimkan ke Imigrasi," kata Febri.
Kasus ini berawal ketika Djoko dilantik sebagai Dirut Perum Jasa Tirta II yang mengelola Waduk Jatiluhur pada tahun 2016. Ia diduga memerintahkan dilakukannya relokasi anggaran di Perum Jasa Tirta II.
ADVERTISEMENT
Atas perintah itu, revisi anggaran kemudian dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada dua pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporasi. Anggaran awal yang tadinya hanya senilai Rp 2,8 miliar, bertambah menjadi Rp 9,55 miliar.
Keduanya pekerjaan itu adalah Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis senilai Rp 3.820.000.000. Serta, Perencanaan Komprehensif Pengembangan SDM PJT II sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan senilai Rp 5.730.000.000.
Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku. Setelah melakukan revisi terhadap anggaran, Djoko pun diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni Yaktiningsasi sebagai pelaksana.
Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT BMEC dan PT 2001 Pangripta. Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp 5.564.413.800.
ADVERTISEMENT
Rinciannya, untuk Pekerjaan Komprehensif Pengembangan SDM PJT II sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan sebesar Rp 3.360.258.000. Sedangkan untuk Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis sebesar Rp. 2.204.155.8410.
KPK menduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas. Dugaan muncul dengan adanya penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdate atau penanggalan mundur.
Tak hanya itu, KPK menduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.
KPK menyebut kerugian negara yang timbul dari perbuatan Djoko dan Andririni tersebut adalah sekitar Rp 3,6 miliar. Perhitungan kerugian itu merupakan dugaan yang berasal keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.
ADVERTISEMENT