news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

KPK Didukung Lebih dari 50 Ribu Petisi Tolak Tipikor Masuk RKUHP

5 Juni 2018 16:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers petisi dukung KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers petisi dukung KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK menerima perwakilan Koalisi Masyarakat Antikorupsi yang mendukung penolakan dibahasnya korupsi dalam RKUHP. Pihak koalisi sedang menggalang dukungan untuk KPK terkait sikap terhadap KUHP tersebut dalam gerakan change.org.
ADVERTISEMENT
Koalisi yang berasal dari sejumlah pihak seperti ICW, Pemuda Muhammadiyah, Indonesian Legal Round Table itu diterima langsung oleh pimpinan KPK.
"Sebagai pimpinan KPK saya ucapkan terima kasih karena teman-teman masih merasa kalau KPK adalah milik publik, oleh karena itu mari kita berjalan bersama untuk menegaskan perjuangan kita agar penindakan korupsi dapat berjalan lebih baik ke depan," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo, Selasa (5/6).
Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Hingga pukul 15.54 WIB, petisi itu sudah ditandatangani oleh lebih dari 50 ribu partisipan. Agus menyebut bahwa dukungan publik memang sangat dibutuhkan sebab adanya delik korupsi dalam KUHP berpotensi mempengaruhi upaya pemberantasan korupsi. Termasuk mempengaruhi penanganan perkara yang dilakukan KPK.
"Sebaiknya UU tipikor memang tidak masuk dalam RKUHP. Kami sendiri di KPK sudah melakukan kajian itu sudah cukup lama, di samping itu, kami juga melihat perkembangan di internasional banyak negara yang menganut kodefikasi tapi arahnya malah sebaliknya," imbuh Agus.
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua KPK M Jasin turut termasuk dalam rombongan koalisi yang bertemu dengan Agus. Ia pun menilai bahwa bila delik korupsi tetap diatur dalam RKUHP, maka hal tersebut akan berdampak pada Undang-Undang Tipikor yang tidak akan berlaku.
"Pemidanaan di dalam UU Nomor 31 tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang deliknya banyak, ini menjadi tidak berlaku lagi, artinya bahannya di situ," ungkap Jasin.
Konferensi pers petisi dukung KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers petisi dukung KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Menurut dia, akan ada beberapa ketentuan juga yang kemudian hilang dan akan membuat pemidanaan menjadi kurang efektif. "Dari aspek pemidanaan tidak membuat jera dan dalam denda juga tidak menimbulkan pengembalian keuangan negara dari yang diambil dari pelaku korupsi," kata Jasin.
ADVERTISEMENT
"Kami usulkan tetap korupsi masuk ke bridiging saja, tapi KPK tetap pake UU pemberantasan tipikor karena korupsi extraordinary crime dan cara-cara penanggulangannya harus luar biasa," imbuh dia.
Ia pun berharap pemerintah juga memberikan perhatian dalam permasalahan ini. "Jangan sampai, begitu disahkan 17 Agustus, banyak yang membuat KPK tidak berdaya, kami melihat itu. Pemberantasan korupsi dalam kondisi tanda tanya dan bahaya. Concern korupsi tetap musuh kita bersama. Hambatan Indonesia untuk menjadi negara adil dan makmur adalah korupsi," kata Jasin.
Direktur Madrasah Antikorupsi Pemuda Muhammadiyah, Virgo S. Gohardi, menambahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak selalu berjalan mulus. Ia pun mengingatkan Presiden Joko Widodo terkait komitmen dalam pemberantasan korupsi.
"Jangan sampai saat RUU KUHP disahkan, presiden berdalih tidak tahu pasal ini. Sama halnya seperti UU sebelumnya yang bermasalah, saat ditanya orang presiden tidak tahu. Kita tidak bodoh, proses legislasi dilakukan 2, pihak pemerintah dan DPR. Momentum ujian komitmen presiden terhadap pemberantasan tipikor. Jangan nambah rapot merah presiden terhadap pemberantasan korupsi dan tambah panjang ketidakpercayaan kami ke presiden," kata dia.
ADVERTISEMENT