KPK Dorong Kemenkes Perbaiki Tata Kelola e-Katalog Pengadaan Alkes

16 Januari 2019 16:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (tengah) membahas  kajian tata kelola alat kesehatan di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (tengah) membahas kajian tata kelola alat kesehatan di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk terus mengawasi pengadaan alat kesehatan (alkes). Perbaikan tata kelola e-katalog dinilai bisa menekan praktik korupsi alkes yang selama ini selalu berulang.
ADVERTISEMENT
Dalam kajian tersebut, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek turut hadir bersama Sekjen Kemenkes Oscar Primadi dan Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Khusus Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Gusti Agung Aju Diah Ambarawaty.
"Kalau kita teliti karena e-katalog untuk alkes ini berjalan sangat lambat, hanya sedikit, hanya 35 persen dari produk yang ada nomor izin edarnya yang tayang di katalog. Jadi, 65 persen masih dilelang biasa. Lantas hanya 7 persen penyedia yang masuk di katalog, sisanya masih bergerilya ke daerah ikut proses pengadaan," ujar Deputi pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers kajian tata kelola alat kesehatan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/1).
Konferensi pers Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (kanan) dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri) membahas  kajian tata kelola alat kesehatan di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (kanan) dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri) membahas kajian tata kelola alat kesehatan di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Selain tingginya korupsi dalam ranah pengadaan alkes, menurut Pahala, tingginya alokasi anggaran untuk bidang kesehatan menjadi alasan lain KPK melakukan kajian itu. Terkait e-katalog, Pahala mengaku pihaknya telah membicarakan hal tersebut dengan asosiasi penyedia alkes.
ADVERTISEMENT
"Jadi, kesehatan secara khusus itu 5 persen. Nah sekarang itu anggaran 2017, anggaran untuk alkes itu Rp 24 triliun, 2018 Rp 36 triliun di APBN dan APBD. Jadi, itu untuk alkes dan umumnya pengadaan. Oleh karena itu, secara khusus KPK melakukan kajian untuk alkes," kata Pahala.
"Mereka (asosiasi penyedia alkes) juga sangat ingin pakai katalog saja, karena kalau ke daerah dia harus berurusan dengan ratusan kabupaten/kota ikut proses pengadaan dan menurut pengakuan mereka jarang sekali yang enggak ada pengadaannya harus kasih ini itu," ucap Pahala.
Proses pengelolaan e-katalog nantinya akan diserahkan ke Kemenkes yang sebelumnya dipegang LKPP. Hal itu dilakukan agar ada upaya pengawasan dari kementerian terkait proses pengadaan.
ADVERTISEMENT
"Jadi e-katalog untuk alkes dan e-katalog untuk obat akan jadi yang pertama sektoral di Kemenkes atas izin Bu Menteri, itu diizinkan untuk pergi ke Kemenkes dalam upaya pencegahan," imbuh Pahala.
Pahala Nainggolan (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pahala Nainggolan (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
Upaya lainnya yang dilakukan KPK yaitu mendorong revisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014. Melalui revisi itu, Kemenkes dapat menjelaskan secara detail spesifikasi alkes apa saja yang dibutuhkan setiap daerah untuk mencegah pemborosan pembelian alkes.
"Melakukan pengawasan terhadap alkes baik dia sebelum edar maupun sudah edar. Kita lihat ini sangat sedikit produk yang di-surveilance sekitar 6 persen dari 100 persen produk dan hanya 15 persen sarana yang diinspeksi serta hanya 25 sampai 28 persen produk yang terkalibrasi," kata Pahala.
ADVERTISEMENT
Adapun poin terakhir yaitu mendorong Kemenkes untuk merampungkan regulasi Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK). Aturan ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk rujukan saat timbulnya permasalahan terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan semacamnya
"Ada juga beberapa regulasi yang kita mintakan juga untuk segera diselesaikan terutama PNPK, nah itu kita pikir penting karena ini jadi rujukan juga untuk JKN dan penanganan fraud," tutur Pahala.
Konferensi pers Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (kanan) dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri) membahas  kajian tata kelola alat kesehatan di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Menteri Kesehatan, Nila Moeloek (kanan) dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri) membahas kajian tata kelola alat kesehatan di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Menanggapi kajian ini, Nila mengatakan pihaknya akan segera memperbaiki e-katalog. Nantinya, penanganan e-katalog akan disesuaikan dengan e-katalog obat-obatan.
"Kami tentu berdiskusi dan akan menyelesaikan hal-hal untuk memperbaiki tata kelola dari pembelian alkes melalui e-katalog di mana tentu kami sudah punya pengalaman untuk e-katalog dari obat-obatan yang sudah berjalan jauh lebih baik," ujar Nila.
ADVERTISEMENT
"Sehingga memang juga pengaturan-pengaturan termasuk pembelian alkes ini harus diatur dengan sebaik-baiknya," sambungnya.
Nila pun menargetkan e-katalog siap digunakan pada tahun 2020, baik untuk pengadaan alkes maupun obat-obatan. "ita akan melakukan beberapa uji coba atau lebih awal lagi, diharapkan baik untuk obat atau alkes yang kira-kira bisa kita lakukan uji coba," kata Nila.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019).  (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Nila Moeloek di Gedung KPK, Rabu, (16/1/2019). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Pengadaan alkes di Indonesia beberapa kali sempat menuai masalah. Terakhir, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tersangkut kasus korupsi terkait pengadaan alkes untuk mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) pada 2005 di Departemen Kesehatan.
Dalam kasusnya, Siti divonis empat tahun penjara lantaran terbukti melakukan korupsi hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,9 miliar.
Tak hanya Siti, nama Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah pun terbelit masalah terkait Alkes. Ia divonis bersalah karena melakukan korupsi dalam proyek pengadaan alkes di Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
ADVERTISEMENT