KPK Duga Bupati Bengkulu Selatan Atur Aliran Suap

17 Mei 2018 0:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Basaria Pandjaitan. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Basaria Pandjaitan. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud dan istrinya, Hendrati, sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek infrastruktur. Meksi penerima uang adalah Hendrati, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyakini Dirwan berperan aktif mengatur aliran dana, termasuk komitmen fee.
ADVERTISEMENT
"Peran aktif bupati adalah komunikasi antara, dalam hal ini adalah JHR (Juhari) sebagai kontraktor. Sudah ada kesepakatan fee antara bupati dan JHR, ini sudah barang tentu pasti ada," ujar Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Rabu (16/5).
Sebab, kata dia, tak mungkin Hendrati menerima uang secara tiba-tiba dari Juhari. Menurut Basaria, Dirwan menginstruksikan pemberi suap agar menyerahkan uang kepada Hendrati, atau Nursilawati --keponakan Dirwan-- yang juga menjadi tersangka.
"Jadi tidak mungkin ujug-ujug (tiba-tiba) dia memberikan uang ke istrinya kalau tidak ada kesepakatan, pasti sebelumnya sudah ada kesepakatan, dan kesepakatan 15 persen ini informasi yang kita terima bukan kali ini," ucap Basaria.
Dirwan Mahmud, Bupati Bengkulu Selatan di KPK (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirwan Mahmud, Bupati Bengkulu Selatan di KPK (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
KPK menduga pola tersebut juga diterapkan Dirwan pada proyek lainnya di Bengkulu Selatan. "Jadi pola ini sudah berjalan uang diberikan ke NUR (Nursilawati) atau HEN (Hendrati), jadi itu peran aktifnya, jadi kesepakatan sudah ada," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai pihak penerima, Dirwan, Hendarti, dan Nursilawati, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara pihak yang diduga sebagai pemberi suap, Juhari, dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.